Misalnya dia membeli beras 1 kilo seharga Rp10.000 dengan dua daun kecil, telur 2 kilo seharga Rp45.000 dibayar menggunakan delapan daun besar dan satu daun kecil serta beberapa utas kacang panjang dengan harga satu daun besar. Kemudian dia membayar kepada penjual, ternyata uang yang dia bayarkan adalah 10 daun besar. Maka penjual harus memberikan sisa pembayaran dengan satu daun kecil. Bila tidak diberikan sisa pembayaran, maka anak telah bertingkah salah.
Secara tidak langsung, imajinasi anak dan arahan orang tua dalam membenarkan alur imajinasinya telah memberikan pelajaran tentang ilmu ekonomi (jual beli) dan matematika (penjumlahan dan pengurangan). Jika kembali pada kisah Pak Katedrarajawen, berarti anaknya telah mempelajari ilmu seni rupa aplikatif (memadukan kondisi kenyataan pada gambar atau lukisan).
Layaknya pada permainan imajiner bayang-bayang, yang kita peroleh saat kondisi listrik mati dan hanya sinar lilin menemani malam nan panjang. Kita dapat menyisipkan suatu wawasan pada imajinasi anak yang saat itu bermain bayang-bayang sendirian.Â
Secara samar anak belajar siklus hidup kupu-kupu (ilmu biologi), dengan mengepalkan tangan berarti ini adalah telur dari ulat, menggerakkan jari telunjuk seperti ulat yang bergerak dan mengepakkan kedua telapak tangan layaknya kupu-kupu menunjukkan bahwa kupu-kupu itu sudah terbang dari fase kepompong (menguncupkan kedua telapak tangan) sehingga kita belajar mengenai metamorfosis atau siklus kehidupan dari pada kupu-kupu.
Sangatlah mudah memberikan satu dua ilmu pengetahuan pada anak melalui imajinasinya. Tinggal kita mau terjun ke dunianya atau mengabaikan tumbuh kembang anak.
Nah, itulah alasan-alasan mengapa bermain imajinasi bersama anak penting dilakukan. Ibarat peribahasa sekali dayung dua tiga pulau terlampaui dan sambil menyelam minum air. Keduanya sama-sama mengartikan, bahwa sekali melakukan pembelajaran pada anak beberapa maksud tercapai, baik mengajarkan tentang ilmu alam dan ilmu sosial pada anak saat bermain imajinasi, sekaligus menanamkan benih-benih katakter atau moral pada anak supaya tumbuh besar menjadi anak yang berperilaku baik.Â
Selain itu, memupuk kontak langsung (baca: kedekatan batin) antara anak dengan orang tua agar lebih hangat dan harmonis. Jadi, tercapailah keluarga bahagia nan sehat sejahtera.
Lantas kapan kamu bermain imajinasi bersama anak?
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H