Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Sikap Memposisikan Diri dalam Kehidupan, Nomor 3 Sering Terlupakan

14 September 2020   19:47 Diperbarui: 20 Mei 2021   21:47 2041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang saya dapat ilmu yang tidak diajarkan di sekolah dulu, namun dengan beban yang jauh lebih berat ketimbang dulu. Salah satunya, ilmu yang beterbaran di Kompasiana dari berbagai macam penulis sejagat raya.

Melalui contoh tersebut, apakah kita hanya ingin berilmu sedikit dengan tingkat ringan seumur hidup? Tentu tidak bukan? Kita harus melangkah demi selangkah, sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta, dan setingkat demi setingkat. 

Kita harus maju, berkembang, dan menjadi lebih baik bukan malah meratapi kesusahan dengan kenyamanan pada masa lalu. 

Keputusan apapun harus diterima dengan ikhlas, tak perlu disesali bilamana telah menjadi pilihan (foto Pinky Ayu Rama D)
Keputusan apapun harus diterima dengan ikhlas, tak perlu disesali bilamana telah menjadi pilihan (foto Pinky Ayu Rama D)
Kedua, menerima kenyataan dengan lapang dada. Kita bekerja di pabrik kayu. Terima saja. Mungkin Tuhan meletakkan rezeki kita pada pabrik kayu. Tidak usah beranggapan karena ijazah kita rendah (lulusan SMA) jadi masuk pabrik kayu. 

Bukan, bukan begitu maksudnya. Ijazah tidak menentukan kamu dapat bekerja sesuai dengan keinginanmu. Ibu Susi Pudjiastuti lulusan SMP jadi menteri, Ibu Sinta Retno Wati lulusan S-1 jadi guru SD. Tuhan memberikan apa yang kamu butuhkan bukan apa yang kamu inginkan. Jadi, berijazah rendah sekali pun kita tetap memiliki peluang dan kesempatan jadi orang besar nanti. Biar Tuhan yang menghendaki semua itu terjadi. 

Tugas kita sekarang adalah berusaha semaksimal mungkin dalam menghadapi segala kenyataan dan selalu berlapang dada atas hasil yang diraih. 

Mensyukuri segala nikmat yang diberikan sang Kuasa, termasuk nikmat sehat (foto Sinta Retno Wati)
Mensyukuri segala nikmat yang diberikan sang Kuasa, termasuk nikmat sehat (foto Sinta Retno Wati)
Ketiga, selalu bersyukur atas nikmat Tuhan. 

“Saya wanita lulusan SMA langsung menikah, punya anak, tiap hari mengurus anak, suami, dan mertua. Pergi sebentar harus izin suami, melaksanakan kewajiban dan tugas istri. Ribet dan susah. Nggak bebas kayak dulu.” 

Stop, nggak boleh mikir begitu. Itu pilihan kamu artinya kamu sanggup dan siap menerima kenyataan itu setelah menikah. Nggak perlu disesali. Buat happy saja. Kita tahu kan menikah itu ibadah, syukur dong kamu sudah menjalankan ibadah sebagian di antara kita belum, syukur dong kamu udah punya anak. 

Pasangan yang nikah lama saja belum diberi momongan, syukur dong kamu sudah punya pengalaman berumah tangga tahu pahit manisnya keluarga. Penulis aja belum, boro-boro rumah tangga pacar aja tidak punya. Aduh, curhat. 

Apa yang kita jalani saat ini. Apa yang kita miliki detik ini. Syukuri itu nikmat Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun