Sekarang saya dapat ilmu yang tidak diajarkan di sekolah dulu, namun dengan beban yang jauh lebih berat ketimbang dulu. Salah satunya, ilmu yang beterbaran di Kompasiana dari berbagai macam penulis sejagat raya.
Melalui contoh tersebut, apakah kita hanya ingin berilmu sedikit dengan tingkat ringan seumur hidup? Tentu tidak bukan? Kita harus melangkah demi selangkah, sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta, dan setingkat demi setingkat.
Kita harus maju, berkembang, dan menjadi lebih baik bukan malah meratapi kesusahan dengan kenyamanan pada masa lalu.
Bukan, bukan begitu maksudnya. Ijazah tidak menentukan kamu dapat bekerja sesuai dengan keinginanmu. Ibu Susi Pudjiastuti lulusan SMP jadi menteri, Ibu Sinta Retno Wati lulusan S-1 jadi guru SD. Tuhan memberikan apa yang kamu butuhkan bukan apa yang kamu inginkan. Jadi, berijazah rendah sekali pun kita tetap memiliki peluang dan kesempatan jadi orang besar nanti. Biar Tuhan yang menghendaki semua itu terjadi.
Tugas kita sekarang adalah berusaha semaksimal mungkin dalam menghadapi segala kenyataan dan selalu berlapang dada atas hasil yang diraih.
“Saya wanita lulusan SMA langsung menikah, punya anak, tiap hari mengurus anak, suami, dan mertua. Pergi sebentar harus izin suami, melaksanakan kewajiban dan tugas istri. Ribet dan susah. Nggak bebas kayak dulu.”
Stop, nggak boleh mikir begitu. Itu pilihan kamu artinya kamu sanggup dan siap menerima kenyataan itu setelah menikah. Nggak perlu disesali. Buat happy saja. Kita tahu kan menikah itu ibadah, syukur dong kamu sudah menjalankan ibadah sebagian di antara kita belum, syukur dong kamu udah punya anak.
Pasangan yang nikah lama saja belum diberi momongan, syukur dong kamu sudah punya pengalaman berumah tangga tahu pahit manisnya keluarga. Penulis aja belum, boro-boro rumah tangga pacar aja tidak punya. Aduh, curhat.
Apa yang kita jalani saat ini. Apa yang kita miliki detik ini. Syukuri itu nikmat Tuhan.