Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nyamankah Pergaulan Lintas Usia

24 Januari 2021   22:45 Diperbarui: 24 Januari 2021   22:50 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Petugas Sensus Penduduk 2020 Kec. Kunir Lumajang (dokumen pribadi)

Bergaul boleh dengan siapa pun. Tidak perlu memandang status ekonomi, pendidikan, agama, maupun suku. Karena sejatinya, bergaul adalah berbaur.

Begitupun pengalaman saya dan mungkin pengalaman kamu. Yang bakal diwakilkan oleh saya.

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki ciri khas sehingga berbeda dengan manusia lainnya dan rumit dipelajari pola pemikirannya. Untuk itu, manusia—saya dan kamu—harus berlaku sosial (berinteraksi) dengan sesama manusia.

Entah sesama jenis (laki-laki atau perempuan) maupun tidak, sekompi dalam pekerjaan, selaras dalam tujuan, hingga senasib sepenanggungan.

Namun dalam pergaulan tidak sembrono. Sebab, pergaulan menentukan kepribadian. Lebih tepat, memengaruhi kepribadian seseorang. Artinya, bergaul juga pilih-pilih. Layaknya memilih nanas di pasar. Menimang-nimang. Sekiranya yang lebih masak dan berat, barulah dibeli.

Akan tetapi, bila pergaulan manusia lain ceritanya. Kita sendiri mendapat dua opsi. Memilih dan dipilih. Padane pemilu wae. Lah iya memang. Memilih teman untuk bergaul ataupun dipilihkan teman guna berbaur.

Aku tak cerito sek ya. Samean bayangno lan rasakne piye rasane.

Tahun lalu, saya mengemban tugas sebagai pencacah penduduk. SP2020 kerennya. Pelatihan dilakukan sejak Agustus dan pelaksanaan pada September 2020.

Rumangsaku, bakal wakeh nom-nomane. Ternyata berbanding terbalik dengan dugaanku. Mayoritas petugas sensus adalah para kader tua, yang sudah berpengalaman pada sensus 2000 dan 2010. Golongan muda dapat dihitung dengan jari. Satu kecamatan hanya ada lima muda-mudi yang mengemban tugas sensus penduduk. Entah kecamatan lainnya, apa didominasi golongan tua tanpa ada kader baru atau sama halnya dengan wilayah saya.

Pergaulan dadakan harus terbentuk. Apalagi bagi saya. Orang baru dalam petugas persensusan. Yang kudu banyak-banyak beradaptasi dan membuang rasa malu. Sebab malu bertanya sesat di jalan. Padahal saya gak di jalan waktu itu. Hanya di pendopo kantor camat. Apa boleh saya ganti, malu bertanya sesat di pendopo?

Akhirnya dalam waktu sesingkat-singkatnya, tiga hari pelatihan. Kejar tayang ceritanya. SKS menurut mahasiswa (sistem kebut semalam). Para petugas sensus lama tidak kesulitan untuk beraksi di lapangan. Sedangkan saya dan empat orang lainnya, sangatlah kesulitan. Banyak tahapan cacah yang kurang dipahami. 

Opsi bertanya pun sering saya lontarkan. Syukurnya, petugas sensus lama sangatlah baik hati. Rela memberi arahan. Kata mereka, kamu saya (kita) adalah tim dalam wilayah ini. Jadi, harus kerja bersama (teamwork).

Adoh, cek dawane ceritane. Kapan marine. Selak ngaleh pemaosmu!

Sedikit banyak dari cerita tersebut. Kita bisa menyimpulkan, bahwasanya bergaul dengan orang yang berbeda usia dapat memberikan kedewasaan dalam berpikir. Mereka sudah terlatih akan kekejaman dunia. Nasihat selalu keluar dari lubuk hatinya. Mengarahkan generasi penerus agar tak terjatuh di lubang yang mereka lalui dulu.

Pergaulan lintas usia membentuk kepribadian diri kita menjadi lebih arif bijaksana.

Transfer ilmu, percontohan akhlak yang wajib diteladani (jujur, percaya diri, tanggungjawab), dan pola komunikasi hangat nan bersahabat.

Nyamankah pergaulan lintas usia?

Foto Petugas Sensus Penduduk 2020 Kec. Kunir Lumajang (dokumen pribadi)
Foto Petugas Sensus Penduduk 2020 Kec. Kunir Lumajang (dokumen pribadi)

Jujur. Sangatlah nyaman. Sebab kita bakal dapat ilmu yang belum pernah kita dapatkan di bangku sekolah. Mereka adalah guru. Guru kehidupan.

Pertama, pergaulan lintas usia membawa pertukaran keahlian.

Ketika generasi atas masih gaptek teknologi dan kebingungan mengimplementasikan pada kehidupan, terutama beban tugas pekerjaan. Kita sebagai generasi bawah yang lihai teknologi, hadir memfasilitasi mereka agar lebih mengerti penggunaan teknologi (gawai, laptop, hingga perangkat lunak penyetoran hasil kerja).

Kedua, pergaulan lintas usia memperbaiki nilai kemanusiaan.

Budaya tolong menolong masih lekat dalam kepribadian golongan tua. Sedangkan, kita (golongan muda) mulai melupakan fondasi budaya nenek moyang. Maka, nilai kemanusiaan kembali dituturkan agar kehidupan di masa depan jauh lebih baik.

Ketiga, pergaulan lintas usia mempererat persatuan kesatuan bangsa.

Dengan eratnya relasi kemanusiaan lintas usia bahkan sara, akan jauh memperkokoh dasar bangsa Indonesia berdiri. Sebab rasa persatuan dan kesatuan tumbuh dalam jiwa kalangan muda. Selalu membela tanah airnya, di mana pun berada.

Sungguh kemaslahatan hidup bersama. Tanpa mempermasalahkan keragaman yang ada. Tanpa memandang rendah kalangan yang lain. Tanpa kebencian yang menyelimuti nurani. Tanpa membiarkan kerusakan perilaku yang terjadi.

Bagaimana denganmu, nyamankah menjalin pergaulan lintas usia?

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun