Hari itu keluarga Hendi sedang berduka, Nia anak perawannya tiba-tiba meninggal tanpa diketahui penyebabnya. Nia ditemukan telah meninggal saat ibunya berusaha membangunkan pagi hari untuk sekolah. Remaja putri itu tergolek tidak bernafas di atas tempat tidur tanpa ada yang menyadari kepergiannya. Hendi menangis disamping makam  anaknya meratapi kepergian buah hatinya sedangkan istrinya berkali-kali pingsan di rumah tidak mampu menerima kenyataan tersebut.
Keesokan harinya, di rumah keluarga Hendi terdengar ketukan dan panggilan yang keras dari seseorang untuk membangunkan pemilik rumah. Tok Tok Tok Tok Tok, suara ketukan di pintu itu berulang-ulang dibarengi dengan suara "Assalamualaikum Mas Hendi.. Mas Hendi... Mas". Mendengar itu sang istri membangunkan Hendi, "Mas ada yang memanggil di depan itu mas" katanya. "Siapa itu pagi-pagi sudah ribut di depan rumah orang yang berduka" kata hendi setelah membuka matanya.
Hendi lalu membuka pintu depan rumahnya, dia melihat yang menjadi tamunya adalah Supri. "lho mas Supri, pagi-pagi ke sini ada apa ya?" tanya Hendi. "Itu mas, sekarang saya harap mas Hendi ke pemakaman segera" kata Supri. "Memangnya ada apa mas?" tanya Hendi. "Lebih baik jika mas Hendi melihatnya sendiri" kata Supri. "Ya tapi tunggu dulu, aku mau cuci muka dulu." Kata Hendi.
"Ada apa, mas?" tanya istrinya. "Itu supri datang mengajakku ke pemakaman, mungkin ada sesuatu dengan makam anak kita" kata Hendi. "lebih baik segera kesana mas, kasihan anak kita" kata istrinya dengan rasa khawatir. Tanpa berkata hendi lalu masuk kamar mandi untuk cuci muka dan segera mengikuti langkah supri menuju pemakaman.
Ketika mendekati pemakaman yang tanpa pagar pembatas itu, Hendi sudah dapat melihat bahwa ada pak kades, pak kyai dan Bhabinkamtibmas berada di sekitar makam anaknya dengan beberapa orang penjaga makam. Perasaan hendi semakin tidak karuan mendekati makam sang anak. "Apa yang terjadi pak Kyai?" tanya Hendi pada Kyai Hamid. "Begini mas, makam anakmu tadi malam dibongkar entah oleh orang atau hewan. Sekarang makam ini akan dibongkar untuk melihat apakah ada yang hilang. Tapi menunggu persetujuan dari mas Hendi sebagai orang tua yang dimakamkan ditempat ini. Bagaimana mas, apakah boleh dibongkar?" tanya pak Kyai. "Nggih Pak Kyai monggo" kata Hendi.
Supri dan teman-teman penjaga makam lalu membongkar makan Nia yang belum sehari dikebumikan. Hendi terus mengawasi para tukang gali kubur tersebut sambil merasakan sakit di dalam dadanya. Entah sakit itu muncul dari mana dan karena apa tetapi jantungnya berdebar kencang seperti ada yang meremas-remas. Tanah demi tanah dinaikkan oleh tukang gali kubur tersebut. Satu persatu papan penyangga tanah tersebut diangkat. Miris perasaan semua orang melihat Hendi. Orang-orang tersebut tentu menyadari perasaan hancur Hendi harus melihat jenazah anaknya lagi. Entah orang gila dari mana yang tega membongkar makam dan apa tujuannya.
"Mas Hendi, sebagai ayahnya silahkan periksa lagi jenazah putrimu. Apakah ada yang hilang atau rusak." Kata Kyai Hamid kepada Hendi. "Ya Pak Kyai" Jawab hendi dengan lunglai. Hendi dibantu oleh seorang penggali kubur turun ke liang lahat Nia. Hendi dengan gemetar membuka kain kafan putrinya tersebut untuk memeriksa kondisi jenazahnya. Pak Arif sebagai Bhabinkamtibmas wilayah tersebut ikut turun dan memeriksa kondisi jenazah Nia. "Bagaimana Pak Hendi? Apakah ada yang aneh?" kata Pak Arif. "Tidak Pak, tidak ada yang hilang dan rusak. Semua masih dalam kondisi seperti kemarin sewaktu saya memasukkan jenazah anak saya ke liang lahat ini." Kata hendi.
"Sekarang adzani lagi Mas Hendi lalu kita tutup lagi kubur ini." Sambung Kyai Hamid. Hendi lalu berdiri menghadap kiblat dan mengumandangkan adzan dan iqomat sebisanya. Walau terbiasa adzan dan iqomat di surau tetapi perasaan yang campur aduk membuat suara Hendi menjadi tidak seperti biasanya. Adzan dan iqomat itu terasa menyayat perasaan orang-orang disana. Setelah kubur itu tertutup semua orang beranjak pulang sesuai tujuan masing-masing. Sedangkan Hendi masih belum bisa beranjak dari tempat itu.
Setelah peristiwa terbongkarnya makam Nia praktis sekarang penjaga makam mendapatkan tugas ekstra. Setiap malam di pekuburan tersebut selalu ada orang yang berjaga baik ada atau tidak ada makam baru. Berhari-hari setelah itu, tidak ada lagi kasus pembongkaran makam. Tetapi yang ramai adalah kasus pencurian yang terjadi di kecamatan Winongo. Pak Arif bersama Pak Camat lantas mengumpulkan semua lurah dan kepala desa di kecamatan Winongo untuk membahas masalah ini. Pada saat rapat tersebut terdapat laporan kehilangan dan pencurian barang berharga di wilayah kecamatan tersebut telah terjadi sebanyak 9 kali. Dan setiap pencurian tersebut sama sekali tidak meninggalkan jejak sama sekali. Untuk menanggulangi hal tersebut maka diputuskan untuk mengaktifkan lagi kegiatan siskamling di setiap desa dan kampung.
Entah seperti ingin melecehkan atau memang sedang ingin membuat keonaran, pencurian demi pencurian semakin merajalela di kecamatan Winongo. Dan pencurian tersebut yang semula dilakukan pada satu tempat dalam satu malam kini terjadi di beberapa tempat pada satu malam. Pak Arif sebagai Bhabinkamtibmas menjadi pusing kepala. Pak Arif lantas menemui Kyai Hamid untuk mendapatkan masukan atau solusi pemecahan masalah ini.
Pak Arif lantas membuka percakapan "Pak Kyai Hamid, saya meminta petunjuk atas tindak pencurian yang selama ini terjadi di kecamatan ini." Kata Pak Arif. "Pak Arif, semua itu atas ijin dan kehendak dari Yang Maha Kuasa. Tetapi kita diwajibkan ikhtiar untuk menghadapi ini semua." Sahut Kyai Hamid. "Ya Kyai tapi kasusnya terjadi sangat aneh." Sambung Pak Arif. "Aneh seperti apa Pak?" tanya Pak Kyai. "Pada setiap kasus pencurian, tidak terdapat jejak sama sekali dari pencuri tersebut. Bahkan tidak ada pintu maupun jendela yang rusak." Kata pak Arif. "Ini sungguh diluar nalar. Apakah tidak ada saksi mata Pak Arif?" tanya Kyai hamid. "Semua peronda saat malam kejadian mengaku tidak pernah ada tanda apa-apa maupun melihat adanya orang yang berlalu lalang" kata Pak Arif. "Baiklah Pak Arif coba saya nanti minta bantuan santri-santri saya untuk ikut menjaga di beberapa wilayah." Kata Kyai Hamid. "Terima kasih Kyai" kata Pak Arif sambil tersenyum mendengar perkataan Kyai Hamid.
Benar saja, mulai malam itu juga santri-santri yang mendapatkan dawuh dari Kyai Hamid ikut berjaga di beberapa desa yang diperkirakan menjadi sasaran pencurian. Adalah Sukron santri muda Kyai Hamid yang baru saja mondok kurang dari satu tahun itu ikut berjaga di desa Sawunggalih. Sebagai santri baru yang lugu, Sukron bergabung dengan warga desa yang lain untuk berjaga malam. Sukron mengenakan pakaian gamis, sarung dan peci. Sukron malam itu bersama warga berkeliling desa Sawunggalih hingga jam 1 dini hari, setelah itu mereka berlindung di dalam pos ronda.
Setelah di dalam pos ronda itu, Sukron menikmati makanan dan minuman yang disediakan oleh salah seorang warga yang beronda malam itu. Entah kenapa, setelah makan dan minum hidangan tersebut satu persatu dari warga yang berjaga mulai tertidur. Maklumlah, rata-rata mereka adalah pekerja dan petani yang bekerja keras pada siang hari sehingga sulit bagi mereka untuk menahan kantuk pada jam-jam dini hari. Tapi tidak bagi Sukron, mata remaja itu malah tidak ingin terpejam setelah merasakan hal yang tidak wajar. Meskipun ada hawa kantuk yang menggoda, Sukron tetap bertahan dengan bersandar di salah satu tiang pos ronda sambil mulutnya terus komat kamit melafalkan ajaran dari Kyai Hamid.
"Krusak" terdengar suara ribut dari salah satu kebun warga. Suara itu menarik perhatian dari Sukron yang lantas berdiri dan mencari arah suara tersebut. Matanya berputar mencari apa yang menjadi sumber suara. Matanya lalu berhenti pada sesosok wujud manusia yang berdiri jauh dari tempatnya berdiri. Di remang-remang malam tersebut, Sukron dapat melihat sosok yang muncul dari rerimbunan semak belukar dan mendekati rumah warga. Surkon berusaha membangunkan orang-orang yang sedang berjaga ronda. Tapi sia-sia saja usaha Sukron, orang-orang itu telah terlelap dalam tidurnya. Dengan memberanikan diri Sukron mengendap-endap mendekati sosok itu lalu bersembunyi dibalik dinding sebuah rumah untuk mengamati apa yang akan terjadi. Sosok tersebut tidak menyadari bahwa ada orang lain yang mendekatinya. Sosok itu tampak hanya menggunakan celana pendek, penutup kepala yang hanya memperlihatkan dua bola matanya dan memakai kalung dari kain berwarna putih.
Sukron terhenyak ketika mengamati sosok tersebut. Sosok itu tiba-tiba sudah lenyap dari pandangannya tapi sejurus kemudian dia mendengar bunyi berisik dari rumah yang didekati sosok tersebut. Sukron tetap bersembunyi di tempatnya dan meraih sebuah balok kayu yang cukup besar untuk melindungi diri. Terdengar bunyi letupan dari dalam rumah dan muncullah kembali sosok yang ditunggu Sukron. Sosok tersebut terlihat membawa karung yang terlihat cukup berat ketika berdiri ditempat hilangnya tadi. Sosok itu lantas berjalan menuju rerimbunan semak tadi. "Bugh" terdangar suara tubuh terhantam balok kayu. Sukron berhasil menghantam sosok itu dengan balok kayu yang dia bawa tadi. Hanya saja pukulan itu seperti tidak berarti. Sejurus kemudian Sukron beradu pukulan dengan sosok itu dan berakhir dengan tumbangnya Sukron terkena sebuah pukulan di rahangnya.
Sukron yang pingsan ditemukan oleh warga pada esok paginya. Tanpa banyak bertanya Sukron lantas diantar menuju rumah Kyai Hamid. Oleh Kyai itu, Sukron ditanya setelah sadar. "Ada apa Le?" tanya kyai Hamid. "Itu Kyai, saya bertemu dengan seseorang yang menjadi pencuri tadi malam." Kata Sukron. Lalu sukron bercerita panjang lebar tentang peristiwa tadi malam dari awal hingga dia jatuh pingsan. Lalu Kyai Hamid bertanya "Apakah kamu yakin kalau orang itu pakai kalung kain warga putih, Le?". "Iya Kyai." Kata Sukron. "Kalau begitu, aku akan meminta seseorang untuk memanggil Hendi kesini." Kata Kyai Hamid.
Sore itu, Hendi datang ke rumah Kyai Hamid. "Assalamualaikum Kyai, apakah ada dawuh?" kata Hendi. "Walaikumsalam, duduk dulu mas." Kata Kyai Hamid. Setelah mereka berdua duduk maka berkatalah Kyai Hamid "Saya harap Mas Hendi jangan terkejut dan marah karena saya panggil kesini. Karena ini menyangkut keluarga mas Hendi Juga". "Memang apa yang terjadi Pak Kyai?" tanya Hendi penasaran. "Tentu mas Hendi tahu peristiwa pencurian yang akhir-akhir ini terjadi di sekitar kita. Dan tadi malam salah satu santri saya berhasil melihat pencuri tersebut tetapi gagal meringkusnya. Dan sekali lagi tolong jangan marah ya mas Hendi. Kemungkinan pencuri tersebut menggunakan tali mori dari jenazah anak mas Hendi sebagai perantara kesaktiannya." Kata Kyai Hamid. Hendi lemas mendengar perkataan tersebut, dia tidak menyangka bahwa jenazah anaknya masih tidak dapat tenang di alam sana karena salah satu tali morinya hilang dicuri dan digunakan untuk tindak kejahatan. "Jika boleh saya bicara Kyai, beberapa hari ini saya dan istri sering bermimpi didatangi anak saya yang sudah meninggal. Dia menemui kami dengan menangis dan berkata bahwa cincinnya hilang dicuri oleh orang." Kata Hendi pada Kyai Hamid. "Mungkin mimpi mas Hendi dan istri adalah pertunjuk dari Yang Maha Kuasa untuk kita semua." Kata Kyai Hamid. "Lantas apa yang harus saya lakukan Kyai?" tanya Hendi. Sebelum Kyai Hamid menjawab Hendi, dia meminta santri yang lain memanggil Sukron untuk datang. Tidak lama kemudian Sukron sudah menghadap Kyai Hamid duduk bersimpuh di sebelah kirinya. "Nyuwun Dawuh Kyai" kata Sukron. Setelah itu Kyai Hamid memberikan cara kepada Hendi dan Sukron bagaimana menghadapi pencuri tadi.
Mulai malam itu Hendi dan Sukron ikut berjaga dari desa ke desa. Tidak mudah untuk menangkap pencuri itu. Sudah 4 malam mereka ikut berjaga tidak ada tanda-tanda pencuri itu melakukan aksinya. Ketika rasa lelah itu mulai muncul, tanpa disadari oleh Sukron dan Hendi, pencuri itu malah mendatangi desa Mukiran tempat mereka berjaga. Pencuri itu muncul seperti waktu pertama kali Sukron berjaga. Sukron lalu membangunkan Hendi dan para peronda lain yang telah terlelap tidur. Dengan bantuan Kyai Hamid, Sukron berhasil membangunkan orang-orang itu.
Mereka lantas menunggu pencuri tersebut selesai beraksi dan menyergapnya di luar rumah. Masing-masing orang itu memegang balok kayu dan ada yang menyiapkan tali untuk mengikat pencuri tersebut. Setelah pencuri telah keluar rumah korbannya, Sukron dan yang lain menghambur dari tempat persembunyiannya. Beberapa orang berusaha melumpuhkan pencuri tersebut dengan memukulnya dengan balok kayu yang mereka bawa. Tentu saja itu sia-sia, pencuri itu seperti tidak merasa sakit dan tidak takut menghadapi keroyokan.
Tapi pencuri itu mulai gemetar ketika mengetahui Hendi mengeluarkan sebuah kain putih dari sakunya. Kain putih yang ternyata berisi tanah itu dilemparkan ke tubuh pencuri. Seketika pencuri tersebut lemas lunglai. Ketika orang-orang itu hendak mengikat tubuh pencuri tiba-tiba angin kencang tiba. Lalu terdengar suara tangisan dari suatu arah. Sontak orang-orang itu melihat ke arah suara tangis itu. Tampak sosok putih berwujud pocong berdiri tidak jauh dari orang-orang itu berdiri.
"Pocong" teriak salah satu warga itu dan tanpa komando mereka lari tunggang langgang. Di situ hanya tersisa Hendi, Sukron dan pencuri tadi. "Ya Allah, Nia" suara hendi tertahan melihat sosok pocong didepanya tersebut memiliki wajah Nia anaknya. Pocong tersebut hanya berdiri terdiam lalu sesaat kemudian melesat menuju mereka bertiga. Setelah melewati mereka bertiga pocong itu lantas terbang menjauh dan hilang. Sukron dan Hendi menghindari pocong tersebut sampai jatuh terduduk. Mereka berdua masih terus memandangi kemana arah pocong itu melesat. "Astagfirullah, apa itu tadi?" kata Sukron. Mereka berdua lalu beranjak berdiri tanpa menyadari apa yang terjadi pada pencuri yang mereka tangkap. "Mas Sukron, kenapa pencuri ini?" kata orang-orang yang mulai mendekat. Mereka semua melongo melihat pencuri tersebut telah bersimbah darah. Ternyata pocong yang melesat tadi mengambil kain mori yang dijadikan jimat tersebut. Tapi sebagai orang yang mencuri tali mori tersebut, sang pencuri harus menumbalkan nyawanya sendiri sebagai gantinya. Lehernya seperti tersayat cakar hewan buas.
Pada pagi hari, disaksikan oleh Perangkat Kecamatan, pihak kepolisan dan banyak warga akhirnya diketahui bahwa pencuri yang selama ini meresahkan adalah Danu. Dia adalah residivis pelaku pencurian yang berulang kali masuk penjara. Tapi aksinya kali ini berakhir tragis, Danu harus meregang nyawa oleh peristiwa yang luar nalar. Siang harinya Hendi dan sang istri menjenguk makan Nia. Disana mereka berdua walau tampak sedih tetapi sudah lega. Karena anaknya sudah tidak dijadikan alat lagi untuk tindak kejahatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H