Mohon tunggu...
Bayu Angganugroho
Bayu Angganugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Penggerak Swadaya Masyarakat

Hobi memancing dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Burung Kulik

23 Januari 2024   09:00 Diperbarui: 23 Januari 2024   09:41 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu sebelum menjadi sebuah desa daerah tersebut bernama Padas Gunung. Wilayah tersebut tidak gersang tetapi tetapi terkenal sulit air. Saat musim panas rumput sulit tumbuh sedangkan pepohonan besar meranggas. Sedangkan pada waktu musim hujan, rumput ilalang tumbuh lebat tetapi dibeberapa lokasi tanahnya mudah tergerus air hujan.

Ketika tahun 1960-an ada aturan tentang pertanahan diundangkan pemerintah, warga masyarakat dari berbagai wilayah datang ke Padas Gunung berlomba-lomba membuka lokasi tersebut. Hal tersebut seperti bebas dilaksanakan karena ada tokoh yang memberikan dukungan. Dan akhirnya terbentuklah desa Gunung Alihan. Daerah yang semula sepi sedikit demi sedikit menjadi ramai. Pada awalnya hanya ada 10 rumah di daerah sana. Kemudian pada tahun 1975 telah berkembang menjadi 60-an rumah. Suasananya tenang, warganya rukun dan nyaris tidak pernah ada sesuatu yang mengganggu ketentraman warga disana.

Hingga akhirnya terjadi peristiwa yang membuat warga desa Gunung Alihan menjadi trauma. Pada hari itu, tanpa sebuah peringatan dan pemberitahuan serombongan polisi dan tentara menggunakan sebuah truk datang ke desa Gunung Alihan pada malam hari. Komandan kelompok tersebut memanggil kepala desa. Mbah minto datang tergopoh-gopoh ketakutan. Maklum sebagai warga desa yang lugu, Mbah minto tidak pernah berurusan dengan pihak berwajib paling jauh hanya pergi ke kantor kelurahan. Sejurus kemudian warga desa di kumpulkan di lapangan desa dan diperiksa satu persatu untuk menemukan orang yang mereka cari. Disamping itu, petugas yang lain menggeledah rumah satu persatu. Tak lama kemudian ada seklebat bayangan hitam muncul diantara rumah-rumah warga. Para pencari tersebut langsung mengejar sosok tersebut dan ketika sosok tersebut mendekati batas desa terdengar letusan senjata api. Sosok itu tersungkur bersimbah darah. Setelah mengurusi orang yang dicari tersebut rombongan aparat tersebut meninggalkan desa. Akibat dari peristiwa tersebut aktivitas warga menjadi tidak seperti biasanya. Hampir selama 5 hari tidak ada warga yang pergi keluar rumah untuk mengurus ladang dan tanaman.

Setelah peristiwa datangnya buronan tersebut, di desa diadakan ronda malam. Tujuannya untuk mencegah datangnya orang tidak dikenal masuk kewilayah tersebut. Pada Malam itu ada 5 orang yang berjaga di jalur masuk desa. Dalam kesunyian malam, para peronda desa biasa berkeliling desa sambil menjaga keamanan. Entah dari mana datangnya tiba tiba terdengar suara burung kulik. Kulik kulik kulik kulik ……. Suara burung tersebut memecah keheningan malam. “Suara apa itu mas” tanya Narto kepada Sunar. “Itu burung kulik, To” kata Sunar. “Kok baru kali ini ya aku dengar burung kulik malam-malam? Biasanya sore hari sudah berhenti.” Kata Sunar melanjutkan. “Iya Lik, kok aku juga ngerasa ada yang aneh ya?” omong si Bardi. “Ga usah ngomong yang aneh-aneh Di. Ga baik” kata Sunar.

Mereka berlima lalu melanjutkan meronda sambil ngobrol ngalor ngidul. Tetapi kali ini suara burung kulik tersebut kembali muncul. Suara burung kulik ini seperti menyayat hati para peronda tersebut. Mereka semakin tidak nyaman dibuatnya. Tanpa disangka-sangka bardi melihat sesosok Putih bergerak dari ujung desa menuju tengah desa. “Lik itu apa Lik? Kata bardi sambil ketakutan. Sunar dan yang lain menengok kearah yang ditunjuk Bardi. “Astagfirullah pocong” kata Sunar. Tanpa menunggu aba-aba kelima orang tersebut lari tunggang langgang meninggalkan pos ronda kembali kerumah masing-masing. Walaupun begitu Sunar tetap dapat melihat bahwa Pocong itu berhenti di rumah salah seorang warga bernama mbah Yem.

Di pagi harinya, terdengar bunyi pentongan bertalu-talu menandakan bahwa telah terjadi kematian di desa Gunung Alihan. Yang meninggal adalah lik Dar yang hidup bersama anak perempuannya yang sudah perawan. Suasana berkabung hari itu ternyata ditimpali dengan cerita kemunculan pocong yang kebetulan berdiri di depan rumah mbah Yem. Sunar dan kawan-kawan yang menjadi sumber berita tersebut diberondong banyak pertanyaan dari warga desa. Mereka penasaran dengan peristiwa yang terjadi.

Seminggu lebih telah berlalu dari peristiwa kemunculan pocong dan kematian mbah yem. Kembali pada malam itu suara burung kulik membelah keheningan desa. Kebetulan angin dingin juga menerpa sehingga orang-orang enggan keluar rumah. Malam itu giliran yang berjaga adalah Lik Surat dan 4 orang yang lain. Begitu mendengar suara burung kulik, mereka yang meronda lalu menghubung-hubungkan dengan peristiwa yang lalu. Saat muncul pocong lalu diikuti meninggalnya lik Dar. Malam ini jauh lebih kelam dari malam saat kemunculan pocong yang pertama. Burung kulik tidak henti-hentinya berbunyi dari sore hari. Peronda yang biasanya berani keliling kampung hanya bisa bertahan di dalam pos ronda. Tentu saja takut berpapasan dengan pocong.

Saat burung kulik semakin menjerit dengan keras, muncullah pocong dari luar desa. “Kang-kang gimana ini Kang?” tanya Ratman ke Lik Surat. “Sudah diam saja disini” Kata Lik Surat menjawab sok berani walaupun di ngeri melihat ada sosok putih bergerah di antara rumah rumah warga. Selepas tengah malam suara burung kulik itu berhenti dan pocong itu menghilang. Menjelang pagi, para peronda baru berani beranjak dari pos ronda tersebut. Mereka mencoba untuk mencari jejak apa yang sebetulnya mereka lihat tadi malam itu. Tapi mereka nihil petunjuk. Semenjak itu, banyak warga yang melaporkan kepada kepala desa melihat penampakan makhluk serupa pocongan atau makhluk halus lain.

Mbah minto sebagai kepala desa lalu mengumpulkan sesepuh desa dan beberapa perangkat desa. Mereka berembuk untuk menemukan solusi menghentikan peristiwa ini. Untuk itu mereka sepakat untuk meminta bantuan mas soleh dari desa bawah. Mas soleh ini adalah lulusan pondok pesantren terkenal di jawa timur. Harapan mbah minto dan warga desa semoga gangguan makhluk halus ini segera pergi.

Mbah minto mengutus Sartono untuk meminta bantuan Mas Soleh. Lalu Mas Soleh pun datang bersama Sartono. Di perjalanan yang memakan waktu satu jam itu banyak hal yang telah didengar oleh Mas Soleh dari Sartono tentang apa yang terjadi di desa Gunung Alihan. Sebelum memasuki desa Gunung Alihan perhatian Mas Soleh teralihkan oleh banyaknya burung yang saling sahut menyahut di daerah itu. Menandakan bahwa daerah itu masih bagus.

Mas Soleh tiba pada siang hari, setelah bertemu dengan Mbah Minto dan sesepuh desa diusulkan untuk nanti malam diadakan selamatan dan doa. Tujuannya adalah tolak bala, sehingga gangguan makhluk halus segera pergi dari desa itu. Mas Soleh memimpin doa selamat yang diadakan secara sederhana itu. Malam itu mas Soleh menginap di rumah Mbah Minto. Mas Soleh juga penasaran tentang kemunculan makhluk-makhluk itu. Hanya saja Malam itu tidak ada gangguan hingga tiga malam berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun