Mohon tunggu...
Bayu Saputra
Bayu Saputra Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa biasa sih

Cuman mahasiswa yang pingin nulis dan lulus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tan Malaka: Bapak Republik yang Hidupnya Diburu, Hingga Kematiannya Dibunuh Bangsanya Sendiri

18 Oktober 2019   05:00 Diperbarui: 18 Oktober 2019   05:07 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: deviantart.com

Perjuangannya berakhir oleh pucuk senapan bangsanya sendiri. Harry A. Poeze dalam bukunya Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia, menjelaskan propaganda Tan Malaka yang anti politik diplomasi dianggap mengancam dan mesti ditumpas. 

Dalam gerilya menyusuri lereng Gunung Wilis, di Selopanggung, Kediri, Tan Malaka akhirnya ditangkap oleh Letnan Dua Sukotjo dari Batalion Sikatan Divisi Brawijaya. Pada 21 Februari 1949, Tan Malaka dieksekusi mati oleh Suradi Tekebek atas perintah Sukotjo dan dimakamkan di tengah hutan. Poeze menulis "kematiannya dirahasiakan bertahun-tahun, tanpa dibikin laporan maupun pemeriksaan lebih lanjut."

Karya & Pemikiran

Banyak yang tidak mengetahui bahwa Tan Malaka merupakan orang pertama yang menggagas konsep Republik dalam bukunya Naar de Republiek Indonesia (1925). Bahkan buku ini menjadi inspirasi tokoh-tokoh kemerdekaan lainnya. Pemikiran-pemikiran Tan Malaka banyak dituangkan dalam salah satu karya terbesarnya, Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika (1943). 

Buku setebal 462 halaman ini ditulis di Cililitan, Jakarta dalam kurun waktu 259 hari. Madilog tercipta dari sebuah pertanyaan besar hasil pengamatannya: "mengapa bangsa Indonesia terbelakang?" Dalam Madilog, Tan Malaka menjawab pertanyaan itu dengan sebuah gagasan dasar bahwa bangsa Indonesia masih terperangkap dalam "logika mistik". 

Jalan satu-satunya untuk membebaskan diri dari logka mistik adalah melalui materialisme, dialektika, dan logika (Madilog). Layaknya seorang guru bangsa yang menghimbau bangsanya agar mau keluar dari kegelapan irrasionalitas dan mulai masuk ke dalam rasionalitas modern.

Franz Magnis-Suseno dalam bukunya "Dalam Bayang-Bayang Lenin Enam Pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka", menjelaskan "wawasan Tan Malaka amat luas. 

Ia bebas dari segala kepicikan, sehingga ia mempelajari tulisan apa saja, dari siapapun, yang dirasakannya bisa mempunyai kaitan dengan permasalahannya." Tan Malaka benar-benar salah satu anak bangsa yang paling cerdas, beragam pustaka tak hanya untuk sekedar ia dihapalkan, melainkan dengan mencernanya secara kritis ia membentuk konsepsinya sendiri. 

Bagaimanapun juga, Tan Malaka merupakan sosok yang patut tuk dikenang karena jasa-jasanya. Posisi Tan Malaka sebagai golongan kiri serta oposisi tidak dapat dijadikan justifikasi bagi rezim Orba maupun penerusnya untuk menghapus nama Tan Malaka dari sejarah Indonesia. Warisannya akan semangat perjuangan anti-imperialisme, kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan filsafat, serta kegigihannya harus dikenang sepanjang masa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun