Hemm Yogyakarta, kota dengan segala keunikannya banyak yang bisa kita bicarakan tentang objek-objek yang ada di kota Yogyakarta dan salah satu objek yang akan kita bahas adalah Pedagang Kaki Lima atau dikenal dengan istilah PKL, apa itu PKL mari kita bahas lebih mendalam, PKL adalah pedagang yang biasa menjual atau membuka lapak dagangannya di pinggir badan jalan(trotoar). PKL termasuk kedalam kegiatan informal, dan sayangnya PKL memiliki ciri-ciri tidak terorganisasi secara baik.
PKL tumbuh tidak terencana dan memiliki keragaman dalam bentuk maupun jasa pelayanannya. Perkembangannya sejalan dengan pertumbuhan perkembangan penduduk di Indonesia. Pertumbuhan tersebut cukup pesat, salah satu penyebabnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Sebenarnya sejak zaman kolonial Belanda pedagang yang berdagang di pinggir jalan sudah ada, Namun dahulu istilahnya adalah pedagang “emperan jalan”, bukan PKL.
Keberadaan para PKL bagi beberapa orang dianggap mengganggu, karena wilayah trotoar yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki untuk berjalan terpaksa tak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya, Namun di lain sisi, keberadaan PKL juga memberikan manfaat bagi para pengguna jalan ketika harus membeli sesuatu (misal,makanan dan minuman) pengguna jalan dan pejalan kaki tidak perlu repot-repot mencari mini market dan biasanya PKL memiliki harga yang lebih murah di banding dengan mini market. Dari proses transaksi jual beli dijalanan itulah para PKL menjalankan bisnisnya.
Bila ditinjau dari sigi positifnya, sektor informal Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan sabuk penyelamat yang menampung kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung dalam sektor formal, sehingga tentu dapat mengurangi angka pengangguran. Kehadiran PKL di ruang kota juga dapat meningkatkan vitalitas bagi kawasan yang ditempatinya, serta berperan juga sebagai penghubung kegiatan antara fungsi pelayanan kota yang satu dengan yang lainnya.
Keberadaan PKL bisa menjadi potensi pariwisata yang cukup menjanjikan karena dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi wisatawan yang belum pernah jajan di angkringan misalnya, dan umumnya apa yang dijajakan PKL memiliki harga yang relatif terjangkau oleh pembelinya hal ini juga menjadi poin penting kenapa PKL tetap bertahan dan menarik bagi wisatawan.
Di beberapa kota adanya PKL ini merupakan pembahasan yang serius selain mereka harus membuat tanda pengenal agar terdaftar, mereka juga memiliki hak dan kewajiban, serta beberapa larangan yang harus mereka patuhi dan faktanya di Yogyakarta PKL adalah sebuah model usaha yang di legalkan oleh pemerintah tentu dengan aturan dan hak kewajiban yang harus di penuhi oleh pemilik PKL.
Yogyakarta tidak akan lepas dari PKL karena PKL telah menjadi wajah kota itu sendiri, oleh karena itu apabila ada masalah mengenai PKL itu berarti “PR” untuk pemerintah kota itu untuk memberikan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Daftar Pustaka
Jurnalismekapurung (diakses tanggal 5 april 2016, pukul 14:35 WIB)
Ilmugeografi (diakses tanggal 5 april 2016, pukul 20:05 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H