Menurut hemat saya, sebuah proses BERPACARAN, PERNIKAHAN dan PERPISAHAN adalah siklus proses yang berbeda dan seakan wajib dijalani oleh setiap manusia di muka bumi ini. Ketiga siklus ini memang berproses sesuai porosnya, yang dimulai dari masa indah dan saling berumbar mulut manis, saling berjanji sehidup semati, sehingga sampai pada proses rasa ingin mati.
Ketika kita Bahagia cenderung kita akan merasakan komponen otak kita akan berkumpul di satu titik dan meransang  gambaran-gambaran keindahan yang nantinya akan kita jalani atau otak kita hanya terfokus dengan kebahagian tanpa ujung sedangkan ketika kita sedih, kecewa dan patah hati, komponen otak kita akan mengeras dan sedikit kekurangan oksigen karena jantung yang bertugas memompa oksigen ke otak akan melemah, sehingga badan kita akan lemas dan cenderung malas bergerak. Ini teori yang saya rasakan sendiri ya.. heheheh...
Ok, kita ke pembahasan intinya.
Pernikahan adalah membentuk keluarga baru tentunya. Membentuk keluarga kecil yang kemudian membesar seperti balon. Artinya, pasangan yang dulunya badannya aduhay, seksi, sispack, semampay, cantik, tampan dan terlihat menarik akan berubah bak BALON. Semuanya membengkak. Termasuk badannya yang tidak seksi lagi dan tidak cantik lagi dan pengeluarannya yang membengkak karena semakin berjalannya waktu akan semakin bertambahnya anggota keluarga, dan tentunya pengeluaran membengkak.
Selain pengeluaran, pendapatnya juga akan membengkak. Ini dikarenakan  Allah sudah berjanji bahwa dengan kita memulai sebuah keluarga dan jika kita sabar akan segala cobaannya maka Allah akan memberikan rezeky yang melimpah. Apalagi untuk keluarga yang Sakinah, yaitu Keluarga yang memenuhi kewajiban kepada Allah, diri sendiri,  dan masyarakat atau lingkungan.
Jadi jangan heran jika ada laki-laki yang terlihat kaya, jaya dan mapan setelah menikah, itu merupakan janji Allah untuk keluarganya. BUKAN untuk orang lain. Apalagi untuk Wanita seksi di luar sana. Hehehe.. saya katakan ini karena banyak diluar sana laki-laki yang sudah banyak harta, jaya dan mapan sudah lupa dengan kesusahannya termasuk keluarganya yang menemaninya dari bawah, dan ini fakta.
Tulisan ini bukan untuk menjatuhkan kaum Bapak ya, disini saya mencoba membijaki fakta yang ada dan sebenarnya banyak alasan yang menjadikan unsur hadirnya orang ketiga dalam rumah tangga. Ada yang berasal dari lakinya dan ada juga dari istrinya. Tidak serta merta si laki yang salah.
Kadang perempuan harus lebih kreatif dalam berumah tangga. Memang sih menjadi seorang ibu rumah tangga itu harus memiliki kekuatan supranatural dan suprafisik yang kuat, dikarenakan seorang ibu rumah tangga harus tetap sehat dan tidak boleh sakit, tidak boleh capek dan harus cepat serta lincah dalam pergerakan karena seorang ibu dapat melakukan banyak pekerjaan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Namun semua ini tak cukup untuk membuat seorang suami betah di rumah.
Semakin seorang istri mencoba lebih baik, semakin dirinya terlihat tidak sempurna di mata suami. Hal ini dikarenakan seorang suami yang  sering keluar bergaul dan bersosialisasi dengan banyak akan menjadi penyebab makin banyak persyaratan kesempurnaan dari padangan para suami. Berbanding terbalik dengan istri. Seorang istri yang hanya di rumah saja dan memiliki keterbatasan pandangan mengenai kesempurnaan, hanya memandang kesempurnaan itu sebatas kehidupanya sebagai seorang istri dan seorang ibu saja.  Oleh sebab itu seorang istri harus lebih kreatif. Kreatif.
Yang dimaksud kreatif ini adalah segi pandangan dalam menjalani dan membina rumah tangga. Anggap saja sedang berpacaran dengan suami. Istri harus selalu memiliki kewaspadaan dengan semua perilaku suami. Maksudnya saya tidak mengajarkan untuk selalu curiga, melainkan istri harus agresif untuk mencari tahu penyebab perubahan sikap jika suami sudah mulai berubah, agresif dalam menyelesaikan masalah jika sudah ada pematik. Dan agresif belajar mencari tahu apa yang menjadi hobi baru suami, baik itu hobi bersosialnya maupun pada hobi intimnnya.
Ingat...! Istri bukanlah pembantu. Kata ini adalah penekanan untuk para suami.