Mohon tunggu...
Bayu Firmansyah
Bayu Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis yang menulis

Seorang lulusan public relations yang gemar membaca buku dan menonton anime di waktu senggang. Menulis sebagai ajang pelampiasan atas keresahan yang dialami sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merasa Dekat dengan Tuhan Itu Godaan yang Berat

15 November 2023   13:54 Diperbarui: 7 Januari 2024   15:07 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Desa | Unsplash.com

Alkisah, ada seorang pemuda bernama Yusuf yang tinggal di desa asri nan damai. Selayaknya pemuda kampung, ia menjalani hidup dengan normal dengan berangkat ke kebun di pagi hari, dan pulang menjelang malam datang. Malam harinya, ia kerap berkumpul dengan kawan-kawan setelah lelah bekerja.

Dalam beragama, Yusuf pemuda yang tidak begitu taat pada kewajiban agama. Ia sering kali meninggalkan ritual ibadah dan lebih memilih untuk berkumpul bersama kawan-kawan. Keadaan tersebut tidak berubah hingga Yusuf mengenal Anwar, pemuda desa sebelah yang ia kenal beberapa waktu lalu.

Berbeda dengan Yusuf, Anwar dikenal sebagai orang saleh di desanya. Ia tidak pernah lupa untuk menjalankan perintah agama beserta aktivitas tambahan lainnya. Seiring dengan waktu, Anwar mampu membuat Yusuf terkesima dengan kesalehannya, hingga Yusuf tertarik untuk belajar ilmu agama pada Anwar.

Singkat cerita, semenjak mengenal Anwar, Yusuf menjadi orang yang benar-benar berbeda. Ia tidak hanya menjalankan ritual ibadah, namun juga mulai berani melarang hal-hal yang ia yakini keharamannya.

Yusuf kerap mengharamkan ibadah orang lain yang tidak sejalan dengan keyakinannya, ia tidak segan menyebut kafir bahkan kepada orang yang menyembah pada Tuhan yang sama. Hal lain yang Yusuf lakukan adalah melarang organ tunggal yang biasa diadakan di kampung. Ia percaya bahwa kesenangan yang dibawa oleh musik hanya membawa pada kemudaratan.

Suatu hari sungai di desa Yusuf meluap hingga ke tepian, mengakibatkan hampir separuh kampung di tempat tinggal Yusuf digenangi air. Orang-orang mulai menyelematkan diri, termasuk Yusuf yang terpaksa lari ke atas bukit. Saat berdiri di sana, seorang warga yang naik perahu lewat dan menyuruh Yusuf naik ke perahunya. "Tidak! Tuhan akan menolongku." jawab Yusuf tanpa basa-basi. Orang itu pun pergi.

Air bertambah tinggi sehingga Yusuf harus naik ke atas pohon. Perahu lain datang, kali ini petugas BPBD setempat yang menghampiri Yusuf dan memintanya ikut menyelamatkan diri. "Tidak! Tuhan pasti akan menolongku," Yusuf kembali menolak dengan mantap. Petugas BPBD yang menyerah berlalu dengan keheranan.

Air semakin tinggi dan tidak terkendali, Yusuf yang merasa akan segera ikut tenggelam mencoba menggapai tiang listrik yang tidak jauh dari tempat ia memanjat pohon. Tidak lama kemudian sebuah helikopter datang dan segera menurunkan tangga untuknya. Tidak main-main, kali ini prajurit TNI yang dikerahkan untuk menyelamatkan Yusuf. Pilot helikopter menyuruh Yusuf memanjat tangga dan naik ke helikopter. Namun sekali lagi, Yusuf tetap teguh dengan pendiriannya, ia bergeming dan menolak tawaran penyelamatan.

"Apakah kau yakin?" tanya sang pilot.

"Ya!" jawab Yusuf dengan ekspresi dingin yang tak berubah, "Aku yakin Tuhan akan menolongku."

Air lalu bertambah tinggi dan menenggelamkan Yusuf yang masih berharap Tuhan akan menyelamatkannya. Setelah mati, Yusuf bertanya kepada malaikat yang sudah menunggunya, "Mengapa Tuhan tidak menolongku?" tanya Yusuf dengan tidak sabar.

"Dia sudah mengirimkan dua perahu dan satu helikopter. Kurang apa lagi?" malaikat balik bertanya, yang membuat Yusuf terbelalak.

Entah apa yang terjadi dengan Yusuf selanjutnya, apakah Yusuf menerima penjelasan sang malaikat dan menyesali keputusannya atau justru mendebatnya. Saya juga tidak tahu apakah sesungguhnya Yusuf orang saleh atau naif. Mungkin juga ia orang saleh yang naif.

Barang kali, salah satu jenis godaan orang saleh adalah perasaan sangat dekat dengan Tuhan. Perasaan semacam itu kerap bisa menipu dan membuat orang jadi aneh. Orang bisa jadi merasa paling benar, merasa paling tahu apa yang Tuhan kehendaki, bahkan merasa bahwa Tuhan seharusnya bertindak sesuai dengan kemauannya.

Tulisan ini terinspirasi dari buku dengan judul yang sama karya M. Zaid Su'di.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun