ke aku an dari saya kembali memaksa tuk bersenandung tentang mendung
lagi-lagi mengintip bintang itu dari bimbang sang kunang-kunang
tak akan bisa menyentuh dengan separuh rapuhku,hanya doa lirih tak lebih
na..na...na..na...cukuplah itu yang menyapa telinga,tawarkan dahaga sang pengelana
na..na..na..na....yang menjamah,membuai mesra angan,melumpuhkan akal
tak bisa pungkiri atau lari dari senyum yang terukir,walau umur menghardik sinis
tetaplah...na...na...na...di atas sana,beda itulah sinarmu,sederhana itulah mahkota mu
na...na....na....akan tetap jadi bait termerdu bagi kami
terimalah puji kami,dari bumi untuk langit
(hanya untaian kata tak beraturan, untuk 11218,salam jari kelingking)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H