Berpikir positif atau positive tinking penting untuk dibiasakan agar terhindar dari rasa kecil hati pada kondisi yang dihadapi. Pemikiran positif akan mempermudah diri melakukan afirmasi positif, meningkatkan semangat untuk melakukan perilaku positif, baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain.
Melihat segala sesuatu dengan pemikiran positif akan memberikan ruang pada pemikiran logis sebelum menghimpun kesimpulan. Menciptakan sebuah proses penundaan sekejap untuk memberikan kesimpulan dapat mengurai emosi yang meletup-letup. Emosi yang terurai dapat menstabilkan tension pada jantung sehingga lebih rileks.
Berpikir positif berdampak baik untuk kesehatan fisik maupun psikis. Akan tetapi jika berlanjut secara berlebihan, meskipun disebutnya positif, dapat memberikan dampak negatif. Dampak negatif dari berpikir positif yang berlebihan disebut toxic positivity.
Menurut Dr. Jaime Zuckerman, Psikolog Klinis di Pennsylvania, Toxic Positivity adalah asumsi baik oleh diri sendiri atau orang lain, bahwa meskipun seseorang sedang mengalami emosi negatif atau situasi sulit, mereka seharusnya tetap memiliki pola pikir positif.
Toxic positivity adalah dampak dari pemikiran ataupun afirmasi positif secara berlebihan baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain sehingga orang yang bersangkutan merasa diri harus tetap terlihat baik-baik saja meskipun dalam kondisi yang sebenarnya tidak baik-baik saja.
Sebagai contoh, seseorang yang kondisi ekonominya pas-pasan, mengalami pencurian perhiasan dalam jumlah yang tidak sedikit. Dalam hatinya muncul perasaan sedih, kecewa, dan menyesal. Akan tetapi dirinya berupaya berpikir positif bahwa ini adalah takdir Tuhan, harta bukanlah segalanya, tidak boleh terlihat sedih di depan anak-anak, dan seterusnya. Terus-menerus melakukan afirmasi positif kepada diri sendiri untuk menepis perasaan yang sebenarnya terjadi pada dirinya, tindakan ini termasuk toxic positivity.
Beranggapan harus terlihat baik-baik saja atau seolah tidak terjadi apa-apa ditengah carut marutnya perasaan merupakan sebuah bentuk pemaksaan diri. Meskipun tujuannya adalah agar tercipta tindakan yang positif (tidak menangis, misalnya), hal ini akan memberikan beban dan tekanan kepada diri sendiri yang alih-alih menyehatkan psikologis malah berujung pada meracuni diri, membuat diri semakin stres bahkan depresi.
Perlu diketahui bahwa selain memiliki emosi positif, secara biologis manusia memiliki emosi negatif yang perlu diekspresikan. Seperti itu pula seharusnya dalam berpikir positif harus dilakukan secara sadar seimbang. Berpikir positif tidak serta merta harus menghapuskan emosi negatif. Keseimbangan diperlukan untuk menciptakan pemikiran yang sehat.
Berikut beberapa langkah yang akan bermanfaat untuk menghadirkan pemikiran positif dan mengelola positivity agar pada porsi seimbang.
Sandingkan pemikiran positif dengan ilmu agama. Agama apapun secara umum akan mengajarkan kebaikan dan keseimbangan hidup. Setiap agama memiliki tuntunan hidup yang dipatenkan pada aturan Tuhan. Terlebih sebagai orang Islam, sudah dipastikan tuntunan hidup berpusat pada Al-Qur'an dan Al-Hadist. Menghadapi segala macam permasalahan telah ditentukan harus disikapi dengan langkah sesuai tuntunannya.
Kapan diperbolehkan menangis dan kapan diharuskan untuk berhenti menangis. Bagaimana harus bersabar dan dalam kondisi bagaimana harus bertindak. Semuanya telah diberikan batasan yang jelas dalam aturan agama. Semakin mengikuti ilmu agama sebagai patokan awal dalam berpikir positif maka akan tercipta keseimbangan cara hidup demi terwujudnya sehat jiwa dan raga.
Sandingkan pemikiran positif dengan norma yang berterima umum di masyarakat. Seburuk-buruknya tatanan sebuah masyarakat pasti terdapat norma yang ditoleransi dan diterima sebagai kriteria "baik" dalam masyarakat tersebut. Menyandingkan pemikiran positif dengan norma yang berkembang dalam masyarakat secara umum dapat menetralkan pemikiran positif yang berlebihan.
Sebagai contoh, berkunjung ke rumah teman lawan jenis sampai larut malam karena harus menyelesaikan sebuah laporan. Berpikir positif bahwa kedatangan yang dilakukan sifatnya karena adanya tugas memang dibenarkan. Akan tetapi harus dipertanyakan kewajarannya berdasarkan norma kesopanan yang berkembang di masyarakat. Mungkin kegiatan bisa dilanjutkan secara daring atau dilanjutkan pada jam bertamu yang wajar di keesokan hari akan lebih pantas. Dalam hal ini, menyandingkan pemikiran positif dengan norma sosial dapat mengkontrol agar tetap pada koridor seimbang.
Sandingkan pemikiran positif dengan pemikiran logis. Pemikiran logis tidak selamanya akan bersifat kejam atau bernilai kaku dan terlalu keras. Pemikiran logis adalah penyeimbang dari pemikiran yang terlalu melibatkan perasaan
Ketika menghadapi sebuah permasalahan, hendaknya dipertimbangkan dengan akal sehat dan memberikan ruang untuk berpikir secara logis dalam menanggapi perasaan. Hal ini akan membantu menciptakan pemikiran positif yang sehat, yang seimbang dan tidak berujung menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H