Soal standar RON maupun "RAN" atau apalah, "mbah Paijo maupun Bude Mar" tidak mau tau. Yang jelas mereka hanya perlu membeli apa yang dijual karena memang membutuhkan.
Kalau yang dijual dianggap membahayakan lingkungan atau bisa mempercepat kerusakan mesin bukan salah yang beli dong.
Lalu salah siapa? Tentu yang salah yang menjual. Kalau memang demikian kenyataannya, maka yang demikian orientasinya hanya sebatas keuntungan semata, tanpa melihat dampak yang mengiringinya.
Jika alasan yang dikemukakan di atas benar, maka itu bisa dianggap sebagai alasan yang logis dan mungkin bisa diterima oleh banyak orang.
Meski saya yakin hal itu akan menuai protes dan demo dari masyarakat, bukan saja dari "masyarakat tanpa kelas" tapi masyarakat yang paling tinggi kelasnya pun justru akan menyeponsori untuk aksi demo "simpatik" terhadap penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) berlabel Premium dan Pertalite" ini. Tapi mudah mudahan hal itu tidak terjadi.
Namun yang perlu diingat adalah, bahwa pegguna bahan bakar yang dimaksud adalah hampir 90 persen "masyarakat tanpa kelas" sebab mereka juga mengunakan alat transportasi untuk menunjang kelancaran usahanya.
Contoh paling sederhana; mbah "Paijo" yang notabenenya sebagai kakek tukang becak yang sudah tidak begitu bertenaga untuk menggenjot pedal becaknya, sementara masih punya semangat berjuang mencari nafkah untuk menopang hidupnya, maka "mbah Paijo" melakukan modifikasi dengan mesin motor.
Jadilah kemudian sebagai Becak Motor (auto rickshaw) sehingga tidak perlu menggenjotnya (mengayuh) dengan kaki,
Konsekwensinya "mbah Paijo" harus membelikan bahan bakar Rp. 8000,- agar becaknya bisa dijalankan untuk menarik penumpang, mengantar bakul pasar Bringharjo ke rumahnya di Ngasem Rp. 15.000,- maka mbah paijo masih punya keuntungan Rp. 7.000,-.
Jika dalam satu hari bisa menarik penumpang 5 dengan jarak tempuh yang sama, maka mbah paijo punya keuntungan penghasilan Rp. 67.000,- Tidak usah dihitung kotor bersihnya keuntungan tersebut, karna yang jelas "mbah Paijo" hanya sekedar butuh makan hari itu, ada sisa untuk makan maka disimpen untuk jaga jaga perawatan becaknya.
Kalau Pertamina atau pemerintah berpihak kepada "mbah Paijo" tentunya akan mencari solusi bagaimana agar becaknya bisa berjalan dengan bahan bakar yang ramah lingkungan dan bisa dijangkau.