Mohon tunggu...
Jazir Hamid
Jazir Hamid Mohon Tunggu... Tutor - PLAT AB I Pelaku Wisata

➡ Mengeluh adalah tanda kelemahan jiwa. [Soekarno]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi 14 Tahun Gempa DIY 2006 di Tengah Merabaknya Pandemi Covid-19

27 Mei 2020   12:00 Diperbarui: 27 Mei 2020   18:52 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puing reruntuhan. Fotot: ebahana.com

14 tahun silam, pagi setelah subuh, sekitar pukul 05.33 hari Sabtu 27 Mei 2006 Yogyakarta dan Jawa Tengah dilanda musibah gempa bumi dahsyat. dengan kekuatan 5,9 SR selama 52 detik dengan pusat gempa di kedalaman kurang 10 km. Kerusakan dan kerugian akibat dampak bencana sangat besar. Korban jiwa akibat gempa tersebut  beribu ribu  orang meninggal dunia, belum lagi yang mengalami luka luka serta kehilangan sebagian organ tubuhnya.

BPBD Bantul mencatat data mengenai  jumlah korban meninggal di wilayah Bantul ada 4.143 korban tewas, dengan jumlah rumah rusak total 71.763, rusak berat 71.372, rusak ringan 66.359 rumah. Banyak orang tua kehilangan anaknya, anak kehilangan orang tuanya. Kehilangan harta bendanya dan kehilangan segala galanya. Terperikan kesedihan yang merundung hati dan sangat memilukan memang.

Peristiwa itu  memberikan pembelajaran bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat akan arti pentingnya bahaya bencana, bisa memahami potensi wilayahnya terhadap bencana alam gempa bumi serta membuat prediksi mengenai kejadian gempa bumi, untuk terus selalu siaga bencana. Kemudian selanjutnya, memahami potensi wilayahnya terhadap efek lanjut dari gempa bumi, serta memahami dan mempelajari perilaku bangunan dalam menerima beban gempa bumi dan ada pula yang juga sangat penting yaitu asuransi.

Dalam kebersamaan dan solidaritas, akan cukup efektif untuk menangani wilayahnya masing masing. Masyarakat saling bahu membahu saling gotong royong bekerja sama untuk merapikan puing puing reruntuhan bangunan yang diterjang gempa. Gotong royong dan keguyuban terlihat baik dari pemerintah dan masyarakat luas. Nilai-nilai sosial, saling kepercayaan antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha serta unsur kapasitas sosial lainnya menyebabkan penanganan pasca bencana berjalan dengan baik. Selain itu penanganan dilakukan dengan pendekatan berbasis masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal.

Perlu adanya kesadaran masyarakat betapa pentingnya mewujudkan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana atau musibah agar tidak terjebak dalam perasaan yang berlarut larut yang bisa menyebabkan dampak psikologis dan hilangnya ketangguhan masyarakat. Masyarakat dituntut bisa mengelola kemampuan mengantisipasi setiap bahaya. melawan atau menghindari, beradaptasi dengan risiko bencana, dan melenting balik atau pulih kembali dengan cepat. Jika hal tersebut bisa dilakukan niscaya kebangkitan dari keterpurukan segera terwujud.

Bisa kita cermati peristiwa  2006 saat itu tidak kemudian membuat masyarakat Yogyakarta terpuruk. Justru bencana tersebut memberikan hikmah untuk bangkit atas kemampuan dan kemauan masyarakat yang didukung pemerintah. Peristiwa 27 mei 2006 di atas memberikan pelajaran kepada kita saat ini.

Musibah yang menimpa bila disikapi dengan bijak dan ikhlas maka akan mendatangkan keberkahan dan kebahagiaan. Karena ridha Allah kepada kita yang senantiasa ridha dan ikhlas menerima setiap ujian yang ditimpakan kepada kita. Setiap kejadian bencana menjadikan pelajaran untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Ini sesuai prinsip rehabilitasi dan rekonstruksi yaitu Building Back Better. Artinya membangun kembali dengan lebih baik.

Di tahun 2020 ini kita semua dihapankan pada situasi sulit dampak dari covid 19, namun jauh berbeda dengan 14 tahun silam yang benar benar memporak porandakan bangunan rumah, perkantoran dan infrastruktur dan beberapa fasilitas publik yang ada serta melumpuhkan perekonomian masyarakat waktu itu. 27 mei hari ini ada rasa yang berkecamuk nyaris sama seperti apa yang pernah masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah rasakan pada 27 Mei 2006 saat itu.

Corona, seekor makhluk kecil mampu menghebohkan dunia. Memberi pekerjaan rumah yang amat sulit bagi dunia medis-kesehatan dan membatasi ruang gerak masyarakat untuk berinteraksi secara fisik ( physical distancing) yang menyebabkan kurang intensnya komunikasi dan tatap muka untuk membahas suatu masalah sehingga banyak hal tidak terpecahkan. Bahkan covid 19 ini di samping mengancam dan menyerang kesehatan juga melemahkan perekonomian dari sektor manapun.

Sambil mengenang kembali peristiwa 14 tahun lalu kita bisa mengambil pelajaran sejarah bagaimana masyarakat bisa bangkit pasca musibah 27 mei 14 tahun silam agar tidak larut dalam kegelisahan, kesedihan yang berkepanjangan yang disebabkan dampak dari covid 19 ini.

Sumber Foto: regional.kompas.com
Sumber Foto: regional.kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun