Lebaran Idul Fitri 1441 H di tengah gegap gempita pandemi covid 19. Yang biasanya dilaksanakn dengan penuh suka cita bersama sanak family di kampung halaman masing masing, saling menebar salam, bermaaf maafan sembari saling bersalaman.
Untuk lebaran Hari Raya kali ini tidak bisa kita rasakan kehangatan seperti itu karena adanya sebuah aturan dari yang social distancing sampaiphysical distancing demi mengurangi resiko penularan covid 19.
Keadaan ini membuat kita sedih. Tradisi bersilaturahim bertemu secara fisik dengan keluarga dan kerabat-sahabat sahabat di kampung halaman dengan berat hati untuk sementara harus dilupakan. Sampai saat ini kita masih dianjurkan untuk tetap #stayhome agar tidak bermunculan klaster baru.
Selama ini kita telah terbiasa dengan libur Idul Fitri yang panjang sehingga memungkinkan untuk mudik dan bertemu sanak saudara handai taulan di kampung.
Menumpahkan segenap rindu kepada orang tua dan keluarga di kampung sekaligus merasakan kembali masa masa di mana pernah dirasakan pahit getirnya kehidupan di tanah kelahirannya sebagai tempat penggemblengan jiwa sehingga menjadi manusia yang kuat dan memiliki kemampuan cukup untuk kemudian sebagai bekal mengadu nasip di tempat lain agar kehidupannya lebih baik. Baik secara ekonomi maupun secara strata sosial dan mental.
Itulah kenapa mereka bersedia menempuh perjalanan panjang dengan segala kemacetannya. Terkadang diwarnai dengan peristiwa menyedihkan: kecelakaan, bahkan menghantarkan sebagian pemudik mengalami kematian.
Semua itu, demi kampung halaman. Bisa bersilaturahmi, berkumpul bersama keluarga. Dan tradisi-tradisi di daerah, seperti festival meriam atau long bumbung (Bambu) yang dilubangi pada ruas di bagian dalamnya dan dilubangi pada bagian permukaan batang bambu kira-kira jaraknya sekitar 10 - 15 cm dari pangkal batang sebagai tempat menyulutkan api yang kemudian menimbulkan dentuman seperti meriam.
Mudik adalah tradisi yang sudah dijalani turun temurun. Orang tua, jika anaknya tak datang saat Lebaran, seperti ada yang hilang. Ada yang kurang. Itulah sebabnya, anak berusaha untuk tidak mengecewakan orang tua.
Ttradisi mudik lebaran yang setiap setahun sekali diiringi dengan tradisi saling mengunjugi dan saling bermaaf maafan penuh kemulian mempunyai gravitasi hingga membuat anggota masyarakat di dalam komunitasnya tercerai berai oleh karena "gerak-rotasi" pencarian nafkah hidup, yang selalu memendam rasa romantika rindu kampung halaman. Inilah momentum teristimewa telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat amat sangat penting dan membahagiakan hanya setahun sekali terjadi. Karenanya sangat sayang bila momentum yang demikian ditinggalkan.
Namunn untuk kondisi seperti sekarang perlu pertimbangan jika ingin mudik. Kita indahkan himbauan demi keamanan dan keselamatan diri kita, keselamatan keluarga kita dan keselamatan masyarakt pada umumnya. Semoga lebaran di tahun depan sudah tidak ada lagi covid 19 sehingga kita semua bisa merasakan suasana lebaran seperti tahun tahun sebelumnya.
Untuk sementara silaturrahim pada Idul Fitri 1441 H saat ini tidak dapat dilakukan secara langsung, bertatap muka dengan keluarga di kampung halaman. Hal ini bisa kita lakukan dengan cara daring atau secara virtual memanfaatkan fasilits online. Bisa telefon atau vedeo call. Meskipun tidak bisa menikmati ketupat lebaran bersama atau tidak bisa menghirup udara segar di kampung, setidaknya cara itu bisa untuk menunjukkan rasa takdzim terhadap orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Justru inilah bentuk rasa hormat kepada orang tua dan saudara. Dari pada mudik membawa bencana.maka dengan cara itu keselamatan bagi semuanya bisa terjaga. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H