Mohon tunggu...
batara tobing
batara tobing Mohon Tunggu... Akuntan - Memperluas dan berbagi wawasan

Purna bhakti ASN

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gorengan Tempe Setipis Kartu ATM

18 Februari 2022   21:55 Diperbarui: 18 Februari 2022   22:03 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pokoknya kebutuhan pokok masyarakat luas ini tetap tergantung kepada negara lain dan para importir. Jangan berharap pada produksi pertanian sendiri

Sebenarnya bila persoalan produksi dalam negeri kedele ini dipetakan, tidak ada yang mustahil. Ribuan ahli ahli pertanian, ratusan ribu hektar tanah belum tergarap dan minim produktivitas tidak mendapatkan solusi yang signifikan, cenderung berserah kepada para importir saja untuk memenuhi kebutuhan kedele.

Atau bila kementan menyerah dan tidak mampu mencapai swasembada kedele dengan program yang dilakukan selama ini, pemerintah bisa saja menugaskan BUMN Perkebunan untuk bertanam kedelai di sela komoditi utama atau di tanah tanah terlantar perkebunan yang selama ini menjadi persoalan BUMN Perkebunan juga, jangan sampai hilang akal, seperti kata mantan wapres Adam Malik; semua bisa diatur..

Sebenarnya, bagi importir, persoalan minim nya produktivitas kedele dalam negeri ini menjadi peluang cuan meraup laba besar dari transaksi impor kedele dengan volume besar dari tahun ke tahun yang mereka lakukan. 

Rendahnya produktivitas kedele dalam negeri, menambah tebalnya kantong dan pundi pundi importir dan pemain besar bisnis  kedele, namun menjadi sumber sengsara bagi masyarakat luas penggemar tahu dan tempe sebagai makanan tradisional yang sudah melekat sebagai kuliner khas Indonesia, terutama bagi rakyat kecil.

Mungkin bagi produsen tempe yang umumnya adalah usaha kecil dan menengah, berbagai upaya dan strategi bisnis tempe mereka sudah mentok, termasuk meminimalisir ukuran tempe jualan mereka seminimal mungkin agar bisa survive dan tidak menjadi buntung dalam usaha akibat ongkos produksi tinggi akibat mahal dan langka nya kedele dipasar. 

Namun buntut berikutnya, terutama pengusaha gorengan tempe, akibatnya gorengan tempe juga semakin tipis, setipis kartu ATM.., hal yang pernah ditengarai oleh salah satu pasangan capres dimasa lalu dalam isu politik mereka..

Bila ukuran gorengan tempe sudah setipis kartu ATM, masihkah rakyat Indonesia menyandarkan nasib gorengan tempe nya kepada petani Amerika penghasil kedele dan para importir dan pemain bisnis  kedele berkantong tebal itu di negeri yang katanya tongkat pun bisa tumbuh menjadi tanaman?, bak kata Naga Bonar; apa kata dunia..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun