Mohon tunggu...
Politik

Ketika Rizal Ramli Membongkar Kejahatan Lino

30 Oktober 2015   10:55 Diperbarui: 30 Oktober 2015   13:35 3676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Rizal Ramli Membongkar Kejahatan Lino

Ada tujuh pelanggaran Lino yang dibongkar Rizal Ramli di depan Pansus Pelindo II. Semua ini termuat dalam berita di media online bisnis kredibel "Katadata".

Pertama, Lino memperpanjang perjanjian sebelum jangka waktu berakhir dan melanggar Pasal 27 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 6 Tahun 2011. Perjanjian semestinya berakhir pada 27 Maret 2019. "Kenyataannya diperpanjang pada tahun 2014," kata Rizal di depan Panitia Khusus Pelindo II Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.

Kedua, perpanjangan tersebut tanpa melakukan perjanjian konsesi dengan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sebagai regulator. Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. "Pelanggaran ketiga, saudara Lino tidak mematuhi surat Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok tertanggal 6 Agustus 2014 agar tidak memperpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi tersebut," kata Rizal.

Menteri Koordinator Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini juga menuduh Lino tidak menggubris surat Komisaris Utama Pelindo II Luky Eko Wuryanto, tertanggal 23 Maret 2015, agar merevaluasi dan renegosiasi besaran up front fee dengan Hutchison Port Holdings (HPH). Dalam perjanjian 1999, up front fee sebesar US$ 215 juta plus US$ 28 juta, sekarang hanya US$ 215 juta.

Tudingan selanjutnya, perpanjangan tersebut tidak dilakukan dengan tender terbuka sehingga harga kompetitif tidak tercapai. Efeknya, bisa berpotensi terkena tuntutan Post Bider Claim dari peserta tender sejak 1999. "Dia juga mengabaikan keputusan dewan komisaris yang ditandatangani Komisaris Utama Tumpak Hatorangan Panggabean pada 30 Juli 2015," kata Rizal.

Terakhir, Rizal menyebut perpanjangan kontrak menimbulkan potensi kerugian negara berupa harga jual lebih murah dengan selisih uang muka US$ 28 juta. Selain itu, rendahnya penjualan JICT terlihat dari perbedaan kajian dua konsultan yang digandeng Lino dengan komisaris Pelindo II.

Studi yang dilakukan Lino dengan menggandeng Deutsch Bank pada 2014 menyebut valuasi JICT sebesar US$ 833 juta, uang muka US$ 215 juta dengan saham HPH 49 persen. Adapun Dewan Komisaris Pelindo II memilih untuk melakukan kajian sendiri dengan konsultan FRI pada 2015. Hasilnya, valuasi JICT sebesar US$ 854 juta dengan uang muka US$ 215 juta dan saham HPH 25 persen.

Atas semua tudingan tersebut Rizal mengatakan akan melayangkan surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. "Agar orang ini segera diberhentikan," kata Rizal.

Selain lantaran dianggap melanggar, Rizal menilai Lino tidak membawa Pelindo II mendapat untung besar. Dia menyindir laba Pelindo II di bawah Pelindo III, yang notabene memiliki porsi pasar lebih kecil namun dapat membukukan laba pada semester satu Rp 640 miliar.

Karena itu, Rizal akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigasi terhadap utang-utang Pelindo II. Misalnya, dalam menggarap proyek Terminal Kalibaru, Pelindo menerbitkan obligasi global sekitar Rp 46 triliun, padahal nilai aset perusahaan hanya Rp 40 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun