Mohon tunggu...
Bataona Noce
Bataona Noce Mohon Tunggu... Freelancer - Aku... Nanti, kalian akan mengenaliku di sana....

Mencintai bahasa dan sastra, seperti mencintai dirinya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pandemi dan Makan Mi, Sehubungan dengan Covid-19

17 Maret 2020   12:50 Diperbarui: 17 Maret 2020   12:59 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau saya menyebut bahwa perihal jalan-jalan atau perihal masker atau perihal apapun itu juga sebagai pandemi yang menyerang kebanyakan masyarakat Indonesia, apakah kalian setuju? Meskipun bukan wabah, tetapi merupakan sebuah penyakit yang berjangkit serempak di mana-mana?

Ketika dunia sedang dikocar-kacirkan, hal terbaik yang dapat kita lakukan dari rumah sebagai masyarakat bisa ialah menyisipkan kalimat berikut dalam ibadah kita, "Tuhan... sembuhkanlah dunia!"

Virus corona Covid-19 oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah dinyatakan sebagai wabah yang berjangkit serempak di mana-mana (pandemi), yang telah menjadi 'hantu' menakutkan dalam masyarakat luas, termasuk Indonesia. Sayangnya, kita masyarakat Indonesia lupa bahwa selain Covid-19 Indonesia juga sedang berhadapan dengan Demam Berdarah (DBD) di mana jumlah kematian akibat DBD jumlahnya sudah sangat besar, jauh bila dbandingkan dengan COvid-19, di Indonesia. Maaf, bukan itu yang akan kita bahas di sini, kembali ke topik semula.

Berhadapan dengan situasi seperti ini, pemerintah 'berpikir keras' mengatasi, mencegah, atau bahkan menyembuhkan. Membuka mata lebar-lebar, waswas, sigap melihat situasi, apakah perlu me-lockdown atau hanya sekadar mengeluarkan Kebijakan Kejadian Luar Biasa (KLB)? Dan kita sebagai masyarakat, hanya diperlukan untuk bersikap bijak, yang terutama bukan agar tidak terserang virus, tetapi lebih pada agar tidak menyebarkan virus. 

Misalnya seperti anjuran, hanya keluar dari rumah jika benar-benar perlu, bukan malah memanfaatkan moment kerja, belajar, dan ibadah di rumah sebagai moment yang tepat untuk jalan-jalan... tinggal di ibukota, memang dari kampung sih, tapi terkesan terlalu kampungan (dan dungu). Selain itu, terkait masker... di mana-mana dijual dengan harga mahal, bahkan katanya sekarang semakin sulit untuk didapatkan. 

Soal ini, saya benar-benar buta, toh saya tidak pernah keluar dari rumah sejak dua minggu terakhir... dan terkait masker, saya tidak punya cukup duit untuk membelinya. Yang menjadi persoalan di sini, cukup yang terserang virus atau yang memiliki gejala yang mengunakan masker. Bukankah demikian lebih baik bila dibandigkan jika semua yang sehat menggunakan masker? Pantas saja masker di berbagai mini market menjadi salah satu barang langka dan termasuk sangat mahal.

Saya ingin bertanya, kalau saya menyebut bahwa perihal jalan-jalan atau perihal masker atau perihal apapun itu juga sebagai pandemi yang menyerang kebanyakan masyarakat Indonesia, apakah kalian setuju? Meskipun bukan wabah, tetapi merupakan sebuah penyakit yang berjangkit serempak di mana-mana.

Nah, apa hubungannya pandemi dan makan mie?

DKI Jakarta sudah mengumumkan dan sudah dimulai sejak beberapa hari yang lalu, seperti kata Presiden RI, Joko Widodo, ''Dengan kondisi seperti ini, saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah." Semua di rumah.... Masalahnya? Makan mie juga menjadi semacam suatu penyakit dalam masyarakat (terserah kalian, kalau hendak menyebutnya sebagai Pandemi - juga). 

Berbagai jenis mie menjadi barang laris diberbagai kalangan. Bahkan ada yang memborongnya tanpa memikirkan pihak lain juga yang membutuhkan. Dan ketika persediaan makanan (ikan dan daging) habis, mereka akan mulai makan mie (sambil nonton berita tentang virus Covid-19) hingga pagi menjelang, hingga malam datang.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang berkekurangan, atau yang tidak memiliki persediaan yang cukup? Saya yakin mereka akan tetap sehat, dan tetap akan hidup berkat kalimat yang keluar dari bibir-bibir orang yang penuh dengan cinta kasih, "Tuhan... sembuhkanlah dunia!" sambil membayangkan di suatu malam yang dingin di Jakarta, hujan lebat, nonton sineton, sambil makan mie.

Tuhan sayang kita semua, kalau kita bijak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun