Mohon tunggu...
Bataona Noce
Bataona Noce Mohon Tunggu... Freelancer - Aku... Nanti, kalian akan mengenaliku di sana....

Mencintai bahasa dan sastra, seperti mencintai dirinya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekolah Negeri, Beragamakah?

2 Mei 2017   10:58 Diperbarui: 2 Mei 2017   11:17 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Ki Hajar Dewantara?

            Perihal dunia pendidikan yang paling terkenal dari Ki Hajar Dewantara adalah “Taman Siswa” yang terkenal dengan nama: Panca Dharma (1947). Bab III dari Peraturan Dasar Persatuan Taman Siswa berdasarkan keputusan Kongres ke-10 Persatuan Taman Siswa 5-10 Desember 1968 menunjukkan dasar dari Taman Siswa adalah mengenai Kodrat-alam, Kemerdekaan, Kebudayaan, Kebangsaan dan Kemanusiaan. Secara sederhana, yang di maksud dengan sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah sebuah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak-anak agar mereka dapat memperoleh kemajuan dalam hidupnya lahir batin menuju kearah adab kemanusiaan. Pertanyaannya, pernahkah Ki Hajar Dewantara atau siapapun filsuf pendidikan yang terkenal yang pernah berbicara tentang penerapan suatu sistem kepercayaan dalam pengajaran di sekolah-sekolah negeri? Bukankah negara kita Indonesia adalah negara yang kaya dengan berbagai budaya dan agama? Beragamakah sekolah negeri itu?

            Berkat usaha keras para pendahulu, kini kita dapat dengan mudah memperoleh pendidikan di mana pun dan pendidikan seperti apa pun yang kita kehendaki sesuai dengan visi-misi sekolah. Pemerintah turut dalam membangun anak muda bangsa dengan membangun sekolah-sekolah negeri di seluruh tempat secara merata di Indonesia hingga ke pelosok-pelosoknya. Secara berani di sini penulis menantang siapapun yang pernah bersekolah atau kuliah di tempat persemaian anak bangsa yang berstatus Negeri. Agama guru dan agama mayoritas yang dianut oleh murid sangat berpengaruh dalam hal ini. Kasihan mereka yang beragama minoritas, padahal sekolah negeri itu tidak beragama.

Menelaah: Fakta Memprihatinkan

            Berikut kejadian nyata yang dialami oleh beberapa mahasiswa (yang beragama minoritas) di beberapa Universitas Negeri di Pulau Jawa. Pada sebuah kesempatan, saat sedang memberikan kuliah ‘mata kuliah umum’ sang dosen memberikan contoh dan menerapkan ajaran-ajaran atau sejenisnya mengenai agamanya dalam memberikan penjelasan kepada mahasiswa. Saat mahasiswa tersebut bersuara dan meminta penjelasan lain yang dapat ditangkapnya dengan mudah, dosen tersebut hanya mengambil sikap acuh. Kesempatan lain, ketika ada acara keagamaan pada suatu hari. Mahasiswa yang berstatus bukan beragama mayoritas dipaksa untuk mengikuti kegitan keagamaan mereka tanpa terlebih dahulu bertanya. Sedangkal itukah pengetahuan dan penghargaan kita terhadap sesama kita yang beragama minoritas di sekolah negeri? Sekali lagi di sini, pertanyaan yang perlu diajukan adalah: apakah sekolah negeri itu beragama? Tidak. Di mana letak Pancasila yang memuat lima sila yang mempersatukan semua masyarakat Indonesia?

Agama Sekolah Negeri

            Pertanyaan inilah yang menjadi titik persolan yang memang harus dengan segera menemukan penyelesaian. Tidakkah para pendidik termasuk pihak sekolah negeri merasa kasihan terhadap mereka yang beragama minoritas? Bukankah mereka juga adalah warga Negara Indonesia?

            Kenyataan bahwa Indonesia terus berkembang dalam mencapai pendidikan yang lebih baik bagi bangsanya semakin terlihat dari tahun ke tahun. Tidak heran lagi jika kini kita mendengar ada sekolah negeri yang diberikan agama, misalnya SMP Negeri Katolik atau SMA Negeri Katolik. Apakah sekolah itu saat ini sudah menjadi bisnis bagi para pendidik, sehingga mereka berlomba-lomba memberikan agama kepada sekolah agar dapat memperoleh anak didik yang sebanyak-banyaknya juga. Mereka lupa kalau yang utama adalah kualitas pendidikan dan hasil dari pendidikan yang diberikan kepada anak-anak, bukan jumlah lulusan yang terbanyak dengan kualitas yang rendah.

            Para pemegang sistem pendidikan termasuk para pendidik itu sendiri kurang menyadari bahwa dengan memberikan agama kepada sekolah hanya akan membuat pengelompokan. Hal ini mungkin tidak memiliki efek langsung, tetapi suatu saat kelak pasti akan terjadi. Sebab anak didik sudah terbentuk secara alami tanpa disadari, mereka dibeda-bedakan dengan agama lain, dipisah-pisahkan, apalagi dalam sekolah berasrama seperti kebayakan sekolah ternama yang katanya berhasil menerapkan sistem pendidikan dengan sangat baik. Sekolah negeri merupakan sebuah jalan keluar yang tepat jika dalam proses pengajaran semua murid diperlakukan sama dengan menghargai sesama yang beragama minoritas.

            Fenomena ini memang tidak banyak disadari oleh bangsa Indonesia. Terpenting adalah menciptakan sikap adil bagi para murid agar contoh tabiat baik itu dapat mengakar dalam diri mereka. Nescaya, hal itu akan menjadi bekal agar kelak ketika dewasa anak-anak didik juga dapat berlaku atau bertindak adil dalam kehidupan masyarakat tanpa memperhatikan atau membeda-bedakan agama yang satu dengan yang lain. (Bataona Noce)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun