Saya mencermati Mata Najwa Sabtu Siang 31 Januari 2015 dengan tema KPK-POLRI Harga Mati. Seperti biasa di akhir Najwa membuat puisi namun tema dan Titik Temu di akhir diskusi itu belum muncul juga. Menurut saya, perdebatan, kalau saya boleh mengtakan demikian, masih berkisar soal siapa yang merasa benar, dan itu sah-sah saja, meskipun MORAL mestinya menjadi isu kritis. Moral adalah benteng terakhir yang bisa menjelaskan keadaban manusia.
Maka, marilah kita sederhanakan KPK dan kita mulai fokus kepada mengapa harus ada KPK. Tentu saja Megawati yang tahu persis, namun sampai kini seperti biasa sifat dia kalau kisruh seperti ini dan merasa dipojokkan lalu bersikap diam. Padahal KPK lahir dalam pemeruintahan dia yang hanya tiga tahun, melanjutkan pemerintahan Gus Dur sambil menyiapkan Pemilu langsung.
Sebenarnya, isu Korupsi dan pemberantasannya sudah muncul sejak jaman Soekarno, bahkan Jusuf Muda Dalam adalah korban pemberantasan Korupsi yang membikin heboh pada saat itu. Pokok masalah adalah KORUPSI UANG NEGARA. itu saja, jadi tidak perlu kemana-mana. Dari jaman Soekartno hingga kini dalam kasus BG. KPK dibentuk khsus untuk menangani korupsi uang negara ketika Kepiolisian dan Kejaksaaan bukannya hanya tidak mampu namun juga, bagaimana mungkin kalau instansi tersebut juga terdiri dari oknum-oknum yang mengkorupsi uang negara. Padahal, mereka adalah instansi yang diharapkan untuk menegakkan hukum. Inilah sebenarnya, esensi kegeraman Megawati sehingga memutuskan untuk membentuk KPK.
Jadi, dalam urusan KORUPSI, KPK hanya mengurusi UANG NEGARA YANG DIKORUPSI, That's all. Obyeknya uang negara, karena itu uang rakyat yang harus dikelola oleh pemerintah bagi kesejahteraan rakyat, dan subyeknya SIAPA SAJA YANG MENGKORUPSI UANG NEGARA. Karena siapa saja, maka dua instansi penegak hukum yaitu kepolisian dan kejaksaan termasuk, tanpa kecuali. Disinilah vested interest penegak hukum kedua instansi tersebut. Maka, sampai kapanpun, kalau UU nya tidak diperbaiki, hal ini akan terus terjadi,
Di sisi yang lain, KPK diposisikan hanya sementara atau Ad Hoc sampai instansi Kepolisian dan Kejaksaaan menjadi baik. Pertanyaannya: Mungkinkah ? Jawabnya : tidak ! Â Selama di dalam diri manusia itu ada Malaikat dan sekaligus Iblis, agama tidak menjamin, Â apapun agamanya karena korupsi itu tidak terkait dengan agama, korupsi itu karena manusia dikuasai oleh iblis, Titik.
Oleh karena itu,
- KPK harus diposisikan sebagai lembaga khusus yang mengurusi korupsi uang negara, tanpa embel-embel tugas yang lain yang hanya akan menambah ruwet bahan perdebatan.
- KPK akan selalu ada dan bukan Ad Hoc.
- KPK tidak akan pernah berhenti ketika subyek uang negara itu potensial dikorupsi
- Polisi dan Kejaksaan tidak mengurusi korupsi uang negara
- KPK adalah lembaga independen yang memiliki resources independen dan tidak tergantung kepada Kepolisian dan Kejaksaan. Artinya, jangan sampai resources KPK tersebut mempunyai dua tuan agar tidak berloyalitas ganda dan sesuai dengan prinsip manajemen unity of command.
Dengan demikian, feeder KPK Â tentu saja PPATK, BPK, BPKP, dsb disamping masyarakat. Masalahnya, ada satu instansi lagi yaitu DPR yang juga sudah terbukti menjalankan praktek korupsi Padahal, yang memilih KPK adalah DPR yang menyetujui anggaran KPK DPR. yang membuat UU DPR. Apakah conflict of interest tidak akan muncul ? Ketika lembaga tertinggi negara MPR ada sebagai reperesentasi perwakilan rakyat yang lebih luas dari sekedar partai, Â maka masalahnya menadi sederhana.
Jadi, titik temu antara KPK dan Polri sampai kapanpun tidak akan pernah ketemu Najwa selama di DPR potensi korupsi itu ada karena DPR bukan malaikat. Inilah mestinya menjadi topik lanjutan Mata Najwa. POSISI KPK DI NKRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H