Mohon tunggu...
Politik

20 Tahun Reformasi, Sebuah Koreksi Terhadap Kebersamaan Indonesia

7 Maret 2018   19:20 Diperbarui: 7 Maret 2018   19:26 1592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bulan Mei yang akan datang, segenap rakyat Indonesia akan memperingati 20 tahun Peristiwa Reformasi. Sebuah peristiwa yang mengubah sejarah bangsa Indonesia dari orde baru yang disebut sebut otoriter, menakutkan dan represif menjadi era yang penuh kebebasan dan ekspresif.

Tapi, mari berjujur jujur di dalam hati. Pantaskah reformasi ini kita pertahankan dan lanjutkan?, kalau saya ditanya, jawabnya "Tidak", Kenapa?, jawabnya juga satu. Reformasi yang kita perjuangan ternyata tidak sesuai dengan semangat dan cita cita bangsa kita.

Pada sidang BPUPKI, para pendiri bangsa ini berdebat tentang bentuk, azas dan dasar negara. Mereka, para orangtua tua kita itu, bertukar pikiran, berdebat tapi dalam satu garisan bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang beretika, bermoral besar dan menjunjung tinggi nilai nilai Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Musyawarah Mufakat dan Keadilan Sosial.

Reformasi yang sudah dua puluh tahun kita jalani sepertinya semakin menjauh dari nilai nilai itu. Yang paling mencolok adalah semangat persatuan dan kebersamaan kita sebagai anak bangsa Indonesia tidak lagi terlihat. Kiat lebih mementingkan golongan sendiri, kelompok dan individu kita daripada kepentingan umum. Kita bahkan menjadi manusia manusia yang individualis dan egois.

Apa yang salah?, tentu kita tidak boleh pula menyalahkan para pejuang reformasi, namun tentu tidak pada waktunya pula jika kita membiarkan kegaduhan demi kegaduhan yang terjadi pasca reformasi ini dibiarkan berlama lama terjadi.

Hemat saya, momentum 20 tahun Reformasi harus dijadikan sebagai titik awal untuk kembali ke semangat Pancasila. Kembalilah ke pangkal jalan jika tersesat di ujung. Itu kata orang tua bijak. Kasihanilah generasi bangsa ini yang akan merasakan akibat dari kekeliruan kita pada masa sekarang.

Camkan bahwa Reformasi yang kita dengungkan, demokrasi yang kita dewakan itu bukan yang hari ini kita rasakan. Pada awalnya kita mengira bahwa dengan bergantinya kepemimpinan nasional, yang akan terjadi bagi bangsa ini adalah perbaikan ke arah kedewasaan anak bangsanya. Namun hal itu belum terwujud. Padahal sudah berjalan dua dekade. Artinya, jika melihat rekam sejarah selama dua puluh tahun ini, patut kiranya kita berpikir ulang bahwa reformasi bukan tujuan yang cocok bagi Indonesia.

Harapan tentu tertumpang ke pundak Presiden Joko Widodo. Sebagai presiden, tentu kepadanya-lah kita sandangkan beban ini. Koreksilah kembali reformasi ini. Sebagai kader partai nasionalis, dan seorang Pancasila sejati, Pak Jokowi tentu berdaya untuk mengembalikan Indonesia ke masa kejayaan masa lalu yang aman, stabil dan tentram.

 Apalagi, saat ini Presiden Jokowi menjadi satu satunya Presiden yang dicintai rakyat. Pemimpin yang merakyat, yang egaliter dan juga penuh welas asih. Pada masa Presiden Jokowi kita juga saksikan bahwa anggota parlemen mendukung penuh semua keputusan dan kebijakan pemerintah. Tidak ada aksi penolakan dan penentangan terhadap keputusan pemerintah. Bahkan terhadap kenaikan harga BBM sekalipun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun