Mohon tunggu...
Maryono Basuki
Maryono Basuki Mohon Tunggu... Dosen - Purnawirawan Marinir - Dosen

Semper Fidelis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang 52 Tahun Soekarno Wafat: "Air Mata dari Malang sampai Blitar", Sebuah Kesaksian

20 Juni 2022   08:00 Diperbarui: 20 Juni 2022   08:10 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di depan Kantor Pos Kayutangan Kota Malang iring-iringan jenazah berhenti. Saya dengar beberapa wartawan mengatakan, ada warga yang menghentikan kendaraan jenazah untuk mengganti foto Bung Karno yang tadinya kecil dengan yang lebih besar. Mereka tidak menghiraukan panser yang mengawal di depan. Saya rasa penduduk Malang yang berbaris di tepi jalan lebih dari catatan statistik yang menyebutkan 2,5 juta orang. Saya melihat ada juga mahasiswa dan pelajar KAMI - KAPPI hadir di tepi jalan seraya menitikkan air mata.

Lebih mengharukan lagi, penduduk Malang - Kepanjen - Kesamben - Wlingi - Blitar sepanjang kira-kira 85 kilometer, menyapu dan menyiram jalan raya hingga bersih dan basah seolah-olah baru turun hujan. Mereka membersihkan jalan sambil menitikkan air mata. Waktu perjalanan kira-kira empat jam. 

Kota Blitar dipenuhi manusia yang datang dari pelosok Jawa dan daerah lain. Beribu kendaraan ikut mengekor di belakang iring-iringan jenazah. Makin lama makin panjang. Kepala iring-iringan sudah sampai di Makam Pahlawan sementara ekornya berada di Malang. 

Makam dijaga ketat oleh tentara baret hijau bersenjata senapan dengan sangkur terpasang. Saya melihat rombongan keluarga Bung Karno bersama Mantan Ajudan Presiden, Kolonel KKO Bambang Widjanarko dihentikan oleh prajurit yang berada di pintu Makam Pahlawan. 

Segera saya mendahului rombongan, Ratna Sari Dewi dan anaknya, Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, Guruh, ... menepis senapan bersangkur seraya berseru "rombongan keluarga istana". Tentara itu lalu surut ke pinggir. 

Upacara Pemakaman Mantan Presiden RI kemudian berlangsung sangat sederhana. Inspektur Upacara, Panglima Kopkamtib, Jenderal TNI Maraden Panggabean. Saat upacara berlangsung mikrofon mati. Makam dipenuhi masyarakat, jutaan. Ada satu pohon kelapa yang batangnya tumbuh miring, penuh manusia, roboh perlahan. 

Tempat upacara dipagari tentara baret hijau yang mengayun-ayunkan senapan bersangkur. Saya berdiri di dekat liang lahat. Beberapa wartawan mengambil foto, berlindung di belakang saya, berpegang kaki. Saya rasakan gemetar tangan mereka ketakutan. 

Peti jenazah Soekarno akan diturunkan ke liang lahat. Saya ditunjuk menerima jenazah ... Maraden Panggabean memanggil nama saya. Saya, baret ungu, turun ke liang lahat melengkapi prajurit baret hijau, baret jingga, dan baret biru tua. Saya melantunkan doa ... "Ya Allah Yang Maha Mulia ... terimalah Soekarno bin Soekemi Sosrodiharjo ... saya bersaksi bahwa kehidupan almarhum penuh dengan kebaikan seperti kesaksian berjuta umat yang berada di sepanjang jalan Malang - Blitar dan yang hadir di pemakaman ini ..." Al-Fatihah ... 

Saat mengurug liang lahat, saya ambil cangkul untuk Guntur putra sulung Soekarno. Kemudian keluarga Bung Karno menaburkan bunga. Setelah itu berjuta bunga datang beranting, saya taburkan ke makam. Tinggi menggunung, dua meter, tiga meter. Karangan bunga mengalir ke tepi makam ... tinggi sekali ... Peserta upacara menghindar, begitu juga para tentara baret hijau ... Area pemakaman penuh bunga ... Maghrib upacara selesai ... Masyarakat terus berdesak mendekati makam seraya menaburkan bunga dan melantunkan doa ... Sebagian besar mereka menginap disana ... 

Saya, Sumantri, Supriyadi melangkah keluar dari area makam pahlawan mengikuti gerak berjuta pelayat. Sampai di Nggebang, rumah ibu Wardoyo, kakak Bung Karno. Disitu tersedia berpuluh nasi di tempayan bambu, sayur, dan air. Tetangga ibu Wardoyo menyediakan makan dan minum. Restoran dan warung di seluruh wilayah Blitar semua sudah kehabisan nasi dan air. 

Penduduk Blitar kelihatannya memasak semua beras yang dimiliki untuk disajikan kepada pelayat yang jutaan jumlahnya. Kabarnya, sampai beberapa minggu orang-orang dari berbagai penjuru Tanah Air datang melayat. Mereka mengabaikan intimidasi, prosedur lapor Kodim, dan perlakuan buruk aparat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun