Mohon tunggu...
Basuki Kurniawan
Basuki Kurniawan Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi UIN KHAS Jember

Saya adalah seorang akademisi di UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, yang berlokasi di Jember, Jawa Timur, Indonesia. Untuk mengenal lebih dekat kegiatan, pemikiran, dan aktivitas saya di dunia akademik maupun keseharian, silakan kunjungi akun media sosial saya: TikTok @basuki_kurniawan untuk konten edukatif yang menarik, Instagram @masbasukikurniawan untuk berbagi inspirasi dan keseharian, serta Facebook Basuki Kurniawan untuk diskusi dan informasi terkini. Mari terhubung dan berbagi wawasan bersama!

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mengungkap Pungutan Liar : Korupsi di Balik Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah

24 Januari 2025   16:36 Diperbarui: 24 Januari 2025   16:36 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan salah satu titik rawan terjadinya penyimpangan, salah satunya adalah praktik pungutan liar (pungli). Pungutan liar dalam proses ini bukan hanya mencoreng transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga berpotensi menjadi tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah perkara Purwanto, Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Dinas Pekerjaan Umum Pontianak. Dalam proses pengadaan tersebut, Purwanto diketahui memungut biaya sebesar Rp700 ribu untuk dokumen greed 5 dan Rp400 ribu untuk dokumen greed 4 dari 36 perusahaan peserta lelang. Total pungutan yang ia peroleh mencapai Rp23,7 juta, tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa persetujuan Kepala Dinas Pekerjaan Umum. Modusnya cukup sederhana: peserta lelang tidak akan mendapatkan dokumen pengadaan tanpa membayar pungutan tersebut.

Pungutan Liar dan Regulasi yang Dilanggar

Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 secara tegas melarang adanya pungutan dalam bentuk apa pun dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Sayangnya, dalih biaya operasional seperti makan dan minum panitia lelang sering dijadikan alasan untuk menarik pungutan liar dari peserta lelang. Tindakan ini melanggar prinsip-prinsip dalam pengadaan, yaitu transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas.

Tindakan Purwanto tidak hanya melanggar regulasi administratif, tetapi juga memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu dapat dijatuhi hukuman pidana. Dalam kasus ini, pungutan liar tersebut masuk kategori pemaksaan karena peserta lelang tidak memiliki pilihan lain selain membayar.

Proses Hukum dan Polemik Penegakan Hukum

Kasus ini telah melalui perjalanan hukum yang panjang. Pengadilan Negeri Mempawah memutus Purwanto bersalah dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp2 juta. Namun, Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat memperingan hukuman dengan mengganti pidana penjara menjadi masa percobaan selama 1 tahun, yang memicu perdebatan. Mengapa pelaku yang secara jelas melanggar hukum hanya dihukum dengan masa percobaan?

Untungnya, Mahkamah Agung mengoreksi putusan tersebut dan mengadili sendiri kasus ini. Dalam Putusan Nomor 114 K/Pid.Sus/2011, Mahkamah Agung menjatuhkan kembali pidana penjara 1 tahun dan denda Rp2 juta kepada Purwanto. Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung berkomitmen untuk menegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku.

Pelajaran dari Kasus Purwanto

Kasus ini memberikan beberapa pelajaran penting:

  1. Pentingnya Transparansi dan Kepatuhan Regulasi: Setiap proses pengadaan barang/jasa pemerintah harus mematuhi regulasi yang berlaku untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan.
  2. Penegakan Hukum yang Konsisten: Kasus ini menunjukkan bahwa proses hukum dapat menjadi mekanisme koreksi terhadap putusan yang kurang adil. Namun, perjalanan panjang menuju keadilan juga menjadi refleksi atas kelemahan sistem peradilan yang memerlukan penyempurnaan.
  3. Pencegahan Pungli: Pemerintah harus memastikan bahwa kebutuhan operasional pengadaan barang/jasa dikelola secara transparan dan tidak dibebankan kepada peserta lelang.

Pungutan liar bukan hanya merugikan peserta lelang, tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan yang lebih ketat dan sanksi yang tegas untuk menghilangkan praktik-praktik pungli dalam pengadaan barang/jasa. Kasus Purwanto menjadi pengingat bahwa penyalahgunaan kekuasaan, sekecil apa pun, harus mendapatkan perhatian serius demi menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

Sumber:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/d61cf16772de38262cc37c13ac7e8ce4.html

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun