Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali memberikan pertimbangan hukum yang memperkuat prinsip dasar pertanggungjawaban individual dalam hukum pidana:
Tindak Pidana Bersifat Individual
- Tidak semua tindakan yang dilakukan oleh karyawan atau anak buah dapat dikenakan tanggung jawab kepada atasan atau pemilik usaha. Pemilik usaha hanya dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat bukti keterlibatan langsung, baik dalam bentuk kerja sama, perintah, maupun pemberian izin.
Tidak Ada Bukti Keterlibatan Langsung
- Dalam kasus ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ES, sebagai pemilik toko, mengetahui, mengizinkan, atau bekerja sama dengan BM untuk melakukan penipuan. Perbuatan BM dilakukan atas inisiatif pribadinya dan untuk kepentingan pribadi.
Implikasi Putusan
Putusan Mahkamah Agung ini menegaskan beberapa hal penting:
Pemilik Usaha Tidak Otomatis Bertanggung Jawab
- Meski karyawan menggunakan fasilitas usaha dalam tindak pidana, tanggung jawab pidana tetap bersifat individual. Pemilik usaha tidak dapat dimintai pertanggungjawaban tanpa bukti keterlibatan langsung.
Prinsip Legalitas dan Individualitas dalam Hukum Pidana
- Pertanggungjawaban pidana harus didasarkan pada bukti keterlibatan langsung. Tidak dapat diterapkan secara kolektif atau atas dasar hubungan kerja semata.
Perlindungan bagi Pengusaha
- Putusan ini memberikan perlindungan hukum kepada pengusaha dari risiko tanggung jawab pidana atas tindakan melawan hukum yang dilakukan karyawannya tanpa persetujuan atau sepengetahuan mereka.
Kesimpulan
Kasus ini menegaskan pentingnya prinsip pertanggungjawaban individual dalam hukum pidana. Pemilik usaha hanya dapat dimintai pertanggungjawaban jika terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa mereka terlibat langsung dalam tindak pidana yang dilakukan oleh karyawannya.Â
Putusan ini juga menjadi preseden penting untuk memastikan keadilan bagi pengusaha dalam menghadapi tindakan melawan hukum oleh pihak-pihak yang memanfaatkan nama atau fasilitas usahanya.