Saya tersenyum. Hanya sebentar kecanggungan di antara kami sebelum kata-kata obrolan meluncur seperti peluru-peluru yang berebutan keluar dari dalam pistol.
   Dia bilang mengikuti nyanyiannya, Kamu Bohong, Aku pun Percaya. Pernyataan itu muncul setelah ia membaca tulisanku sebelumnya. Ahh! Ini hanya kebetulan ataukah karena dia baper?Â
   Aku tak mau bilang apa-apa. Sirius. I don't want to talk. Titik. No pakai koma. Aku memilih terus mengetik. Pada akhirnya ia penasaran sama ketikanku. Namun aku tak memperlihatkan kepadanya, malah ia berkata, "lihat sih?"Â
   Bertemu dengannya cuma kebetulan—tanpa ada rencana sebelumnya. Di dekat pantai Laut Jawa, sebelah Barat Laut dari rumahku, tepatnya Baro Dadap, di rumah temanku, itulah pertemuan ketidaksengajaan kami.
   Dia seorang gadis ayu, putih, rambutnya kekuningan, bola matanya besar, tubuhnya ramping, murah senyum, intonasi suaranya pelan, tapi ketawanya keras. Ia ramah, mau tidak mau aku tidak bisa menghindar dari keramahannya. Meski jantungku berdetak lebih kencang dari detakan normalnya, ya, aku tetap tidak bisa menghindari keramahannya.Â
   Dan, sepertinya aku sudah tertarik padanya. Aku merasa dengan sangat PD, aku bisa jadi pacarnya. Itu sangat mungkin. Aku baca bahasa tubuhnya, hembusan nafasnya, dia merasa nyaman di sampingku.Â
   Lagi-lagi ia nyanyi mengikuti nyanyian lagu yang dimainkannya. Selang beberapa menit ia ijin, "tiduran ya!?". Ya, aku tetap tak mau bilang apa-apa padanya. Aku terus mengetik, aku belum siap meladeni omongannya. Mudah-mudahan dia marah.Â
    Ha? marah? Ya, aku sangat menyukai cewek yang marah cuma karena omongannya tak diladeni. Ia akan terkesan lucu, dan itu akan menghiburku. Apalagi kalau dia benar-benar cewek galak. Wah, itu mengasyikkan. Namun, kulihat wajahnya tak ada reaksi untuk marah. Malah aku lihat dia asyik memainkan handpone-nya.Â
   Heuheu. . . Ini cewek bener-bener mengkelin.
   Tadinya aku tak mau bilang apa-apa. Eh, dia malah nanya, "volume musiknya kegedean nggak?"
   Aku kok justru jawab, "nggak".
   Sebentar aku menghirup nafas agak perlahan, sambil melihatnya ndakom. Seketika ia berdiri. Sebentar. Lalu ia ndakom lagi—agak miringan. Dan, ia membaca tulisan pada handpone-nya sambil nyanyi-nyayi gitu.Â
   Rambutnya agak urakan namun ia tetap ayu. Ssst, , , tunggu sebentar! Aku ingin mendengarkan suaranya. Heuhf. Sedikit meghela nafas.Â
   Hmmm. . . Bla-bla-bla-bla.
#Bass #Elang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H