Mohon tunggu...
Bass Elang
Bass Elang Mohon Tunggu... Seniman -

Dan pada akhirnya senja berubah menjadi malam yang gelap. Tak ada yang berkesan kecuali wajah manismu yang melintas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunikasi yang Tak Koherensi

9 Maret 2018   18:24 Diperbarui: 14 Maret 2018   16:14 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: life.idntimes.com

Setiap orang pada dasarnya berkomunikasi, tetapi sedikit yang mengalami connected (terhubung). Komunikasi yang tidak terhubung, sering membuat pendengar bengong, atau bingung. Bahkan, pendengar pun merasa jenuh dengan uraian kalimat yang di lontarkan oleh pembicara, juga pendengar sama sekali tidak mengerti. 

Apabila pernyataan yang di sampaikan oleh pembicara tidak sampai di mengerti pendengar, maka pendengar juga merasa bosan, atau malah merasa risih. Dan keadaan yang tidak koherensi ini, akan membuat suasana dalam pembicaraan itu seperti orang merasa gerah, dan orang gerah biasanya mencari tempat yang sejuk. 

Percakapan yang tidak sampai terhubung akan membuat pendengar merasa biasa saja, tidak ada kesan, atau tidak membuat pendengar merasa tertarik untuk lebih mendengarkan pembicaraan itu. Lebih lagi, pendengar tidak merasa wow!, atau bahkan mereka tidak sampai mengangguk-anggukan kepalanya. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Kemungkinan faktor yang paling mendasar adalah penggunaan kultur bahasa. Kultur bahasa yang di pakai oleh pembicara mungkin tidak sama dengan kultur bahasa yang sering di pakai pendengar. Alhasil, komunikasi yang sedang berlangsung tidak sampai membuat pendengar merasa nyambung atau mengerti. 

sumber gambar: anjezweb.com
sumber gambar: anjezweb.com
Komunikasi yang tidak nyambung atau komunikasi yang tidak balance akan terjadi "berbenturan logika" antara pembicara dan pendengar. Dan, karena itu, kultur bahasa yang berbeda dalam sebuah percakapan, yang mengakibatkan "berbenturan logika"akan menimbulkan percecokan, lalu berdebat secara emosional. 

Perdebatan tanpa basis logika akan kehilangan argumen, justru yang terjadi adalah saling sentimen. Itulah yang sering terjadi pada komunikasi kita. Dan, apakah hal semacam itu karena tidak saling mengerti?

Tidak! Orang masih bisa saling mengerti meski dalam keadaan sentimen, tetapi tidak membuat mereka menjadi maklum.

Oleh karena itu, pembicara meski punya cara, sebelum mengutarakan kalimat-kalimatnya, agar mudah di mengerti pendengar dan membuat mereka merasa nyambung. Lalu bagaimana supaya mengalami keadaan itu? Yah, terlebih Anda mesti tingkatkatkan kempampuan berkomunikasi, sesuaikan kultur bahasa Anda dengan lawan bicara Anda, atau bahasa umum yang sering di pakai dalam kehidupan sehari-hari, sehingga membuat lawan bicara Anda mudah menangkap omongan Anda, dan kalau bisa membuat mereka sampai benar-benar mengatakan, "Oh!."

Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal dengan menggunakan bahasa untuk omong-omong, percakapan, dll. Apakah bahasa adalah satu-satunya alat komunikasi? Tidak! Komunikasi tidak sekadar bahasa ucap, komunikasi tidak hanya secara lisan, omong-omong, dan verbal, ada juga komunikasi yang non-verbal. Apa itu?

Yaitu, komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan bahasa gerak-gerik badan. Misalnya, salaman sambil menunduk, memandang wajah, tersenyum, ketap-ketip mata, berpelukan, saling memukul dada, menggelengkan kepala, mengencangkangkan tangan saat bersalaman, dll. Bahkan saling mengirim sinyal, baju yang kita pakai, sandal yang kita pakai, warna yang kita pilih, juga di sebut komunikasi.

Selain itu, Tepuk tangan (keprok-keprok) juga komunikasi, untuk memanggil orang dalam jarak jauh. Anyul, dan suwit yang kita lakukan adalah salah satu cara mengirim sinyal ke orang lain, agar wajahnya menoleh ke arah kita. Untuk memperkuat pendapat ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Rhenal Kasali, seorang dosen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,mengatakan, "Segala sesuatu, itu adalah komunikasi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun