Mohon tunggu...
Basri Muhammad Ridwan Sangadji
Basri Muhammad Ridwan Sangadji Mohon Tunggu... Penulis - bukan aktivis

Perjalanan menuju dan meraih dunia baru (masa depan) memang berat.tapi yakinlah dengan usaha yang keras pasti akan sampai pada tujuanmu.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Eksistensi Citizen Lawsuit: Instrumen Pengontrol Kebijakan dan Aktifitas Korporasi

27 Februari 2021   19:14 Diperbarui: 27 Februari 2021   23:22 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, 27 Februari 2021

Tepat hari ini banjir didaerah rumah saya perlahan surut, curah hujan yang cukup tinggi yang kemudian menjadi penyebab banjir tidak kunjung surut. Berhubung malam ini malam minggu dan saya tidak kemana-mana maka saya mencoba untuk merefresh kembali ingatan saya tentang Citizen Lawsuit yang saya teliti beberapa hari lalu bersama kelompok saya.

Citizen Lawsuit atau hak gugatan warga negara menjadi semacam harapan bagi mereka yang merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah atau aktivitas korporasi yang secara sporadis dirasa mengambil hak warga negara. perlu adanya instrumen seperti itu untuk memastikan kesempatan warga negara menikmati hak-haknya dengan tidak merasa hak mereka di intervensi. Jika ditinjau secara yuridis, Citizen Lawsuit merupakan bentuk peng-amanatan dari Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi

"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

Dilihat dari landasan hukum tersebut, artinya negara secara tersurat telah mengakui akan hak-hak warga negara. Namun pada kondisi di lapangan, penempatan pasal 28H tidak selalu ditempatkan pada setiap kebijakan yang diambil. Instrumen negara yang menjalankan kebijakan tersebut lebih mengedepankan hak korporasi yang cenderung menyebabkan kerusakan. Citizen Lawsuit hadir dengan fungsi gugatan warga negara dalam hal ini sebagai langkah prosedural warga negara untuk menjaga hak-hak lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sebenarnya, gugatan warga negara sudah ada dalam Pasal 91 UU No. 32 Tahun 2009 yang mengatakan

"Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup."

Akan tetapi, secara formil (acara), belum diatur mengenai gugatan warga negara dalam hukum acara Indonesia. Meskipun belum diatur secara formil tetapi terdapat acuan dalam melaksanakan gugatan warga negara.

Acuannya adalah kasus pertama gugatan warga negara di Indonesia, yaitu kasus mengenai Penelantaran TKI di Nunukan yang diajukan oleh Munir CS di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. Perkara 28/PDT.G/2003/PN.JKT.PST yang memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan No. Putusan 480/PDT/2005/PT.DKI. Selain itu, terdapat pula gugatan warga negara mengenai lingkungan hidup, yaitu kasus pembuangan limbah popok sekali pakai (pospak) ke sungai Brantas. Kasus ini terdaftar di Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor kasus 130 / Pdt.G / 2019 / PN.Sby. Dalam hal ini pihak yang tergugat adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Kanwil Sungai Brantas.

Sejatinya pembangunan berkelanjutan lingkungan hidup di Indonesia harus memperhatikan aspek-aspek keamanan dan kesehatan warga negara. Oleh karena itu, diperlukan instrumen atau payung hukum yang dapat mengawasi setiap kebijakan pemerintah. Dengan adanya citizen lawsuit, warga negara dapat turut andil mengawasi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Maka dari itu, perlu mengkaji setiap kebijakan maupun aktifitas korporasi di Indonesia dan gugatan warga negara melalu kajian hukum dengan perspektif sistem hukum Indonesia.

Citizen Lawsuit hadir sebagai instrumen penegakan hukum alternatif kepada masyarakat. Mekanisme yang ada dalam instrumen citizen lawsuit menjadi satu pilihan yang bersifat prioritas bagi masyarakat agar berkenaan secara aktif melakukan pengawasan terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh pemerintah termasuk kebijakan yang menyinggung soal pembangunan lingkungan hidup berkelanjutan.

Citizen Lawsuit dikatakan sangat berimplikasi terhadap pengawasan kebijakan, khususnya yang kebijakan lingkungan hidup. Dikatakan berimplikasi, sebab jika dilihat pada kondisi lapangan persoalan lingkungan hidup yang paling sering mengalami banyak intervensi dari korporasi dan investor. Maka dari itu, Citizen lawsuit hadir sebagai instrumen yang memberikan kepastian perlindungan lingkungan hidup berkelanjutan. Banyaknya persoalan lingkungan hidup menjadi satu alasan lain untuk melakukan hak gugatan warga negara. Melalui gugatan yang dilakukan, secara tidak langsung citizen lawsuit sudah melakukan perannya, yakni monitoring dan controling untuk selanjutnya diupayakan peremajaan lingkungan agar terciptanya kondisi lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Sebagai contoh ketika terjadi Karhutla di Riau yang menyebabkan kepulan asap tebal selama beberapa hari. Bencana itu menjadi pukulan telak bagi pemerintah. Walaupun sudah banyak instrumen hukum dan aturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata kelola lingkungan hidup, tidak menghasilkan satu catatan prestisius ketika penerapan di lapangan. Banyaknya penjahat lingkungan menjadi satu-satunya alasan dari maraknya perusakan lingkungan hidup. Menarik kesimpulan pada karhutla tahunan di Provinsi Riau, yang menampakan kelemahan dalam penegakan hukum lingkungan mulai dari keseriusan penyelenggara negara, indikasi backdoor deal dengan korporasi dalam masalah perizinan, hingga kepada sulitnya pembuktian pelaku pembakaran lahan. Berdasarkan hal tersebut, citizen lawsuit lahir dan perlu diatur lebih lanjut dalam undang-undang sebagai bentuk implementasi dari Pasal 8 dengan Pasal 14 Undang-undang No. 10. Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan contoh kasus diatas dapat ditarik kesimpulan, jika kasus semacam karhutla dan kasus kerusakan lingkungan lain sebagai bentuk dari kegagalan instrumen perundang-undangan yang ada, hak gugatan masyarakat ada untuk melengkapi kekurangan tersebut. Pemerintah wajib mengupayakan pengaturan bagi citizen lawsuit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun