"Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan"
Sebuah pernyataan yang lugas tapi berani dari kawan Soe Hok Gie yang secara gamblang menentang manusia yang munafik.
Manusia berdasarkan sejarah perjalanannya adalah senjata paling ampuh yang ditakuti oleh kekuasaan, meskipun kekuasaan itu diampu oleh manusia juga.Â
Hal itu merupakan pesan tersirat akan adanya oposisi mutlak diantara kekuasaan dan pengampunya. Disini saya ingin menyoroti beberapa aksi demonstrasi atau unjuk rasa yang terjadi dihampir seluruh wilayah tanah air sebagai bentuk dari kemarahan oposisi mutlak tadi terhadap para pemangku kekuasaan.
Semua berawal dari ketukan palu kilat nan cepat oleh wakil rakyat. Tanggal 5 Oktober akan dikenang menjadi hari ditiupkannya sangkakala yang membuat sebagian rakyat mulai menyerukan perlawanan untuk merebut kembali keabsahan dari demokrasi.Â
Karena pada hari tersebut DPR telah memfinalkan atau mensahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang membawahi beberapa kluster seperti Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMK-M, Dukungan Riset dan Inovasi, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.Â
Yang kemudian oleh sebagian elemen masyarakat menentangnya karena alasan tidak transparan dalam pembuatannya, tidak ada demokrasi dalam pembuatannya, dan tidak ada legitimasi karena banyaknya penentangan.
Tidak lama setelah disahkannya UU Omnibus Law oleh DPR, terlihat serikat buruh, mahasiswa, pelajar, dan elemen masyarakat dibeberapa daerah mulai bergerak untuk menyerukan penolakan mereka terhadap karya dadakan DPR tersebut.Â
Massa aksi bergerak menuju gedung DPRD di daerah mereka seperti Malang, Jember, Surabaya, Jogjakarta, Makasar, Jambi, Medan, Maluku dan lain-lain. Mereka bergerak sembari menyuarakan slogan dan jargon mereka seperti "Jegal sampai Gagal" atau "batalkan UU Omnibus Law".Â
Massa aksi yang didominasi oleh serikat buruh dan mahasiswa membawa beberapa tuntutan yang inti tuntutannya adalah mendesak agar UU Omnibus dicabut dari prolegnas, dan Mendorong serta mendesak Presiden untuk membuat Perppu terkait hal tersebut.Â
Puncaknya pada tanggal 8 Oktober 2020, melalui komando BEM-SI akan dilakukan aksi nasional di Jakarta. Pada aksi tersebut, massa aksi yang tersebar dibeberapa tempat seperti kawasan Patung Kuda, Harmoni, Gambir, Bundaran HI sempat dihadang oleh aparat pengamanan yang mencoba menghalau agar massa aksi tidak sampai di Istana Merdeka.Â