Sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu secara formal juga merupakan salah satu tangga untuk meraih impian. Misalnya, seorang anak memiliki cita-cita menjadi dokter maka anak tersebut harus menempuh pendidikan formal minimal hingga lulus sarjana.
Jika demikian dapat diasumsikan, banyak anak yang impiannya bisa digapai hanya melalui pendidikan formal. Maka perlu kerjasama yang baik antara guru, orang tua dan siswa. Saya sangat yakin, seorang guru tidak ingin anak didiknya gagal.
Belakangan perundungan intensif terjadi didunia pendidikan Indonesia. Mulai dari penganiayaan terhadap guru oleh orang tua murid, guru diolok-olok oleh siswa dan yang terbaru ialah perundungan antarpelajar.Â
Seakan dalam dunia pendidikan kita hukum rimba mulai menjamur. Jika demikian apa yang harus diperbuat agar menekan pertumbuhannya. Hemat saya, membentuk siswa yang berakhlak adalah salah satu kunci penyelesaian masalah. Sebab konflik yang terjadi didunia perndidikan biasanya berakar pada siswa.
Kendati demikian, membangun akhlak siswa tidak serta merta sepenuhnya menjadi tugas sekolah atau guru. Peran lingkungan sosial sangat mempengaruhi pola pikir dan prilaku pelajar. Lingkungan yang  saya maksud mencakup masyarakat, sekolah dan keluarga. Nilai-nilai moral yang diperoleh siswa dari lingkungan akan mempengaruhi setiap tindakan yang hendak dilakukan oleh siswa.
Kita mengetahui bahwa guru adalah orang tua siswa di sekolah. Tentu seorang guru mengenal karakter siswanya. Maka peran guru menjadi penting dan memiliki pengaruh besar untuk membangun akhlak siswa. Guru dapat membangun akhlak melalui proses belajar mengajar di kelas.
Misalnya, dalam proses belajar mengajar seorang guru menanamkan satu nilai kebaikan, jika dilakukan oleh setiap guru yang mengajar maka setiap hari nilai kebaikan siswa akan bertambah bukan hanya satu setiap hari.
Contohnya, seorang guru kimia mengajarkan materi kimia tentang ikatan kimia. Unsur natrium yang mudah meledak bila terpapar air dan unsur klorin merupakan gas yang beracun dapat dimanfaatkan dalam hal tertentu. Tetapi saat kedua unsur ini berikatan akan membentuk senyawa baru yaitu garam meja dengan segala manfaat barunya. Demikian juga dalam berinteraksi dengan orang lain, harus menimbulkan hal-hal yang positif.
Dan masih banyak contoh kebaikan yang dapat disisipkan oleh para guru yang kompeten dalam bidangnya.
Selain itu, masyarakat yang majemuk dengan primordialisme berbeda-beda akan memberi pengaruh tersendiri. Menurut saya, masyarakat Indonesia umumnya memiliki nilai moral yang baik, walau kekhilafan masih dapat juga terjadi.
Maka peran keluarga khususnya orang tua menjadi sangat penting untuk membangun akhlak anak. Keintiman antara orang tua dan anak akan mempermudah menggandakan nilai baik yang diterima anak  serta mengikis hal buruk yang ada. Jadi orang tua harus memiliki pikiran yang terbuka terhadap isu-isu yang sedang berkembang, serta dapat memanfaatkannya untuk mendidik anak.
Ibarat kata, seorang panjunan yang sudah ahli akan membentuk tanah liat menjadi barang yang bernilai tinggi. Siswa adalah tanah liat dan lingkungannya adalah panjunan yang menanam akhlak.Â
Baik buruknya prilaku siswa merupakan proses panjang hal yang telah ia terima. Maka perundungan yang kebetulan menimpa Audrey dapat kita jadikan ceriman untuk membenahi diri. Mungkin selama ini kita masih kurang peduli terhadap sekitar.
Harapan saya, kedepannya terjadi regulasi yang baik antara siswa dan lingkungannya untuk keberhasilan siswa didunia pendidikan. Sebab lambat laun seorang pelajar akan bersentuhan langsung dengan kehidupan bermasyarakat. Jika seorang siswa berakhlak baik dan berhasil, pihak yang diuntungkan adalah masyarakat juga.
Misalnya, seorang anak berhasil meraih impiannya menjadi dokter maka yang ia obati tentu bukan hanya keluarganya tapi masyarakat yang sakit juga. Jika seorang anak berhasil menjadi TNI maka ia mengabdi kepada Negara. Dan tidak jarang kita mendengar kisah inspiratif dari dokter yang susah payah bertugas di wilayah terpencil atau seorang TNI yang gugur sebagai pahlawan demi membela tanah air.
Tulisan ini saya akhiri dengan sebuah pepatah kuno tapi tetap relevan menembus zaman. "Satu musuh terlalu banyak, seribu teman terlalu sedikit."
salam, B Tarigan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H