Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pikiran Marshel adalah Pikiran Gelap Kita

23 April 2022   13:27 Diperbarui: 23 April 2022   13:28 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.suaramerdeka.com/

Padahal langkah Marshel. Dan ketenangan Marshel. Menemani dan mendengar cerita Dea. Membuatnya lupa untuk bunuh diri-- itu seakan-akan kabur. Padahal, diposisi itu tak semua orang bisa. Apalagi konotasi Dea-- sudah terlanjur buruk dimata orang-orang. Terutama mereka yang menghujatnya-- di twitter.

Barangkali karena Dea nyaman. Juga merasa aman. Komunikasi itu berlanjut. Hingga pada konten Dea di onlyfans. Lagian, video tidak dibeli melalui aplikasi. Takut ada potongan. Sehingga uang pembelian tidak full-- ke Dea. Demi menjaga ketersinggungan. Pembelian itu juga dilabeli tukar konten.

Marshel juga berharap. Apa yang dilakukan itu dapat membantu Dea. Marshel iba sekaligus penasaran. Karena Dea kekurangan ekonomi. Soal yang satu ini. Sungguh mengerikan-- apapun dilakukan-- mencuri, membunuh juga jual diri. Dan Marshel tahu betul itu. Marshel punya pengalaman. Sangat banyak. Dan hanya segelintir orang saja yang tahu.

Di podcast Deddy Corbuzier. Marshel sempat menangis. Marshel mempertanyakan berita tentang dirinya. Katanya, sangat ramai-- saya seperti Justin Bieber. Marshel merasa aneh. Kenapa bisa seperti itu-- saya tidak korupsi, tidak nonton bokep di Gedung DPR-- bangcad. Hahaha

Keanehan itu memang agak terasa. Sedari awal pun juga. Ketika misalkan keluar inisial M. Itu seperti mengundang kegaduhan. Atas kasus yang receh-- orang dewasa beli bokep. Bukankah itu menyinggung banyak orang-- penikmat gratis via vpn.

Lagian ya, memang sulit menerima. Tentang diri ini yang gelap. Selalu saja kita cuci tangan-- menunjuk orang. Padahal diri kita sama bangsatnya dengan Marshel. Jika itu kita nilai bangsat. Bisa dikata, lebih terhormat Marshel. Dia membeli bos.

Kegelapan di ruang-ruang privat individu. Seperti kita mau mahfumkan jika masih tertutup-- yang sebenarnya sama saja salahnya. Tapi akan menjadi cacian jika celaka-- itu terungkap. Padahal kita semua sama saja. Termasuk para jurnalis yang meliput Marshel itu. Juga para polisi yang melakukan penyelidikan di kasus ini.

Dari kasus Marshel ini. Dapat kita ungkap. Bahwa sangat banyak dari kita egois setengah mati. Hanya menerima kebaikan dan menolak keburukan. Yang sebenarnya. Dan sesungguhnya kita ada pada keduanya-- kebaikan dan keburukan. Dan itulah kesempurnaan dan keseimbangan itu.

#akumencintaimu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun