Hilal aksi massa mahasiswa 11 April mulai nampak. Setidaknya sejumlah daerah telah bergerak. Mulai melakukan gerakan pra-kondisi. Hampir merata di wilayah Barat-Tengah-Timur. Tidak sedikit direpresi--oleh aparat. Juga ada masuk DPRD. Menyalakan suara. Di gedung rakyat. Yang selama ini lebih banyak sunyi.
Di Makassar juga. Hampir seluruh jalan protokol macet-- kita maklumi. Kendaraan sulit bergerak. Di Jalan Perintis Kemerdekaan-- dua jalur. Ditutup total. Oleh mahasiswa Universitas Hasanuddin. Berjalan ke arah fly over. Di Jalan AP Pettarani juga sama. Hingga Jalan Sultan Alauddin.
Bulan ramadan tidak membuat surut. Harapan untuk kebijakan baik pemerintah terus disuarakan. Optimis suara ini didengarkan. Bukan dibubarkan. Lagian ini suara jeritan rakyat. Seluruh lapisan. Ibu rumah tangga. Petani. Pekerja informal. Nelayan. Semua merasakan dampak.
Gerakannya massif. Jadi topik nasional. Dibicarakan dimana-mana. Banyak mendukung. Terutama isu yang digalakkan; kenaikan harga BBM. Kenaikan harga bahan pokok. Paling panas soal penundaan pemilu. Hingga isu oligarki. Isu ini disebut sebagai terror konstitusi.
Walau demikian, ada pula menolak gerakan 11 April. Segelintir orang. Paling banyak influencer pemerintah. Lagian, siapa juga tidak marah. Jika dapur dibakar-- tidak bisa makan. Sudah jadi rahasia umum. Jika mereka itu dibayar. Miliaran rupiah. Dari APBN pula-- uang rakyat.
Penolakan ini juga massif. Dimulai dengan loby ke mahasiswa. Mereka atas nama BEM Nusantara. Mirip-mirip BEM SI. Atau tepatnya lawan diskusi. Memilih berdiplomasi. Ketimbang ikut aksi. Kepada Wiranto. Seorang Jenderal berdarah-- diduga kuat pelanggar HAM berat.
Belum lagi isu di media sosial. Muncul tudingan. Datang grasah grusuh. Seperti panik bukan main. Kata mahasiswa diplintir. Jadi "mahasewa". Kemunculannya sudah diprediksi. Mereka para tamen medsos. Sangat licin. Juga rajin memecah-belah-- yang kritis pada pemerintah.
Mulai melakukan propaganda. Tidak tahu diri. Tidak malu berkaca-- mereka itulah yang disewa. Sudah gendut-gendut dengan uang rakyat. Tapi belum puas. Taek kan.
Di antara mereka. Ada yang membandingkan. Soal RUU Perampasan Aset. Yang diinisiasi pemerintah. Tapi ditolak DPR. Katanya, kenapa mahasiswa tidak demo? What the f*ck. Hei, berapa sih partai oposisi di DPR. Bukankah, hampir semua "koalisi" pemerintah Cuk.
Jika ditolak DPR. Itu berarti "koalisi" pemerintah tidak jalan. Iya kan. Lagian, Ketua DPR siapa sih? Heran tidak disentil. Partai pemenang apa sih? Kok tidak disentuh. Tapi kalau tidak salah. Partainya Harun Masiku kan. Si bangsat pengecut itu-- tidak bisa tangkap bapak-bapak polisi.
Lalu, ujuk-ujuk salahkan mahasiwa. Atau rakyat karena tidak demo. Memutarbalik fakta mahasiswa atau rakyat dibayar. Hanya untuk demo 11 April. Dasar otak kosong.
Tapi tidak apa-apa. Memang ada mahasiswa yang "mahasewa". Harus diakui itu. Tapi menggeneralisir keseluruhan adalah kedangkalan akal. Apalagi jika tentang demo 11 April nanti. Namun, kembali lagi. Otak kosong, nyaring cuitannya. Jadi susah.
"Lobi elit politik tidak jalan, rakyat tertawa-- salahkan rakyat
Menteri kerja tidak becus, rakyat marah-- salahkan rakyat
Kebijakan pro oligarki, rakyat tertindas-- salahkan rakyat
Mau tambah masa jabatan, rakyat tegur-- salahkan rakyat
Giliran pemilihan, pidato berapi-api-- dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat"
#akumencintaimu