Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memilih (untuk) Berbeda

8 September 2018   16:25 Diperbarui: 8 September 2018   17:29 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada semesta saja yang sedang berkonspirasi untuk menjatuhkan cinta, tidak akan mampu meruntuhkannya. Sebab betapa naifnya kita, ketika cinta dijadikan perumpamaan untuk melakukan penilaian baik dan buruk. Sementara cinta dengan ranah kasih Tuhan itu kan tanpa memandang perbedaan sebagai kelemahan. Malah perbedaan adalah sebuah kesyukuran untuk melahirkan kekuatan keberagaman.

Selain itu, cinta itu kan penuh kelembutan dan kehangatan. Menjadi bagian dari ketiadaan. Abstrak dalam porsi yang nyata. Tumbuh kembangnya kebaikan. Dan terpancarnya cahaya kesadaran. Sebab kita semua lahir karena cinta, menjalani hidup dengan cinta, dan menghadap Tuhan dengan cinta maka biarkan aku mencintaimu dan kita saling mencintai.

Perbedaan adalah hal normal saja. Semua menjadi biasa dan tidak ada yang spesial jika semua sama bukan. Jadilah pembeda dan beranilah menjalaninya dengan cinta. Nantinya, disana kau akan mendapatkan kehangatan dalam perbedaan. Sebab semua sudah ditakdirkan untuk hidup dalam kebhinekaan.

Anggaplah aku pemarah. Biarkan saja demikian, tapi jangan biarkan aku sendirian. Sebab aku tidaklah pemarah jika tidak ada objek yang menjadi lampiasan. Lalu percayakah kamu jika aku pemarah jika sudah demikian? Tentu tidak bukan. Ingat bahwa subjek sulit menjadi objek, juga sebaliknya.

Untuk itu, hendaknya perbedaan dalam bentuk apapun, baik itu sifat, karakter, jenis kelamin, pilihan politik dan lain sebagainya mesti dipandang secara menyeluruh. Tikai atau bahkan amukan tidak akan menyelesaikan perbedaan. Akan tetapi, itu hanya dapat disikapi dengan kesadaran untuk menemukan kebaikan didalamnya.

Bahwa hidup bukan hanya tentang hidup. Hidup adalah mati yang tertunda. Maka jadilah tuan atas tubuh kita sendiri bukan karena keegoisan atau paling miris karena ditumpangi orang lain. Berpikir dengan pengetahuan. Merasakan melalui kepekaan perasaan. Bergerak bersama keinginan. Bertindak berdasarkan pemahaman. Terima kasih. #AKUMENCINTAIMU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun