Menjadi Presiden itu bukanlah  perkara yang mudah. Tidak semudah mengembalikan telapak tangan. Tidak  semudah menghirup udara. Menjadi Presiden tidak cukup dengan tegas,  cerdas, dan berkapasitas saja. Tapi juga sangat perlu ada keseimbangan  nalar pikir dan nurani hati dalam dirinya.
Sudaraku, saya hanya  ingin mengatakan bahwa manusia yang paling tidak benar adalah manusia  yang mengaku dirinya paling benar. Tapi bukan berarti tidak mengakui  kebenaran. Tidak baik terlalu baik, tidak jahat terlalu jahat. Tapi  bukan berarti berhenti berbuat baik atau berhenti menghentikan perbuatan  jahat. Jadi sudahlah.
Mari saling menghargai dan saling  menghormati perbedaan. Buang jauh-jauh saling hina penuh cacian. Hidup  dalam kebhinekaan, bukankah itu menyengkan. Bergerak dalam keharmonisan  kekeluargaan itu kan mengasyikkan. Jangan biarkan politik merenggut  pertemanan dan persaudaraan untuk menjadikan kita negarawan.
Negara ini terlalu besar untuk diurus satu atau beberapa partai saja,  atau satu atau beberapa kelompok saja. Apalagi jika hanya individu dalam  diri Presiden saja. Negara ini akan maju dan mencapai Indonesia Emas  2045 jika satu pada dalam cinta keberagaman. Pupuklah itu, hingga kita  nantinya akan menikmati buahnya bersama anak cucu kita.
Percayalah, debat hanya akan menghadirkan masalah. Malah mungkin akan  menambah masalah. Sadarlah, kebencian tidak akan memberikan kebahagiaan.  Kupikir hanya itu dulu. Sekian dan terima kasih. Salam Damai. Salam  Literasi. Salam Lestari. Saya Sofyan Basri.
#akumencintaimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H