Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belajar dari Edward Snowden

7 Agustus 2018   20:43 Diperbarui: 7 Agustus 2018   21:00 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2013 lalu mendadak negara adidaya dunia, Amerika Serikat bagai cacing kepanasan. Betapa tidak, citra negara besar itu mendadak babak belur. Musababnya karena data yang dikemas dalam kata "Rahasia Negara" dibocorkan oleh seseorang kepada media ternama dunia yakni Guardian dan Washington Post.

Tak lama berselang, nama yang kemudian muncul dipermukaan sebagai dalang utama pembocor "Rahasia Negara" tersebut adalah Edward Snowden. Disebutkan bahwa Snowden adalah satu kontraktor pada badan keamanan nasional Amerika Serikat National Security Agency (NSA).

Perjalanan hidup seorang Snowden pun ditulis secara apik dalam sebuah buku yang ditulis oleh Luke Harding yang diberi judul The Snowden Files. Bahkan, dalam buku itu, Snowden digambarkan sebagai seorang yang sangat pemalu tapi sangat cerdas. Terutama mengenai komputer dan jaringan.

Keahlian Snowden tersebut tidak membuatnya sulit untuk masuk sebagai salah satu kontraktor perusahaan komputer ternama, Dell. Sebalumnya, Snowden pernah menjadi salah satu CIA. Sehingga ketika ditawari untuk bekerja sebagai kontraktor Dell di CIA, Snowden langsung diterima dan beradaptasi dengan cepat.

Mungkin banyak orang yang menganggap Snowden adalah pahlawan karena mengungkap aksi busuk NSA. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang menilai Snowden adalah pengkhianat yang membelot dari negaranya sendiri, Amerika Serikat. Untuk itu, Snowden menjadi salah satu manusia paling dicari oleh keamanan Amerika Serikat.

Apa yang bisa diambil dari kisah Snowden adalah keberaniaanya dalam mengungkap kebenaran tentang program pemantauan hubungan telpon ratusan juta rakyat Amerika Serikat tiap hari. Hal itu menciptakan suatu database untuk melihat apakah ada tersangka teroris di luar negeri yang menghubungi orang di Amerika Serikat.

Keberanian yang diputuskan oleh Snowden mencerminkan dirinya yang tidak ingin diselimuti ketidakjujuran dan ketidakpercayaan. Apalagi mengkambinghitamkan kemananan nasional dengan data pribadi setiap warga negara Amerika. Oleh karena itu, tidak salah jika banyak orang yang berterimakasih kepada Snowden.

Termasuk pemerintah Indonesia mesti berterimakasih. Alasannya cukup jelas, bahwa selama ini ternyata NSA memata-matai mantan Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ini tentu sebagai sebuah persoalan yang cukup krusial. Meski sebagian orang tidak menganggapnya demikian.

Terkait dengan hal itu, kini di negara yang kita cintai ini sedang dibahas mengenai rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Dalam RKUHP tersebut, terdapat sembilan pasal yang mengatur tentang pemidanaan kepada seseorang yang bukan wewenangnya membocorkan informasi mengenai pertahanan negara, rahasia negara dan kepentingan negara.

Sembilan pasal yang dimaksud itu antara lain yakni pasal 228, 229, 230, 234, 235, 236, 237, 238 dan 239. Pasal ini bisa menjadi dasar untuk menjerat seorang jurnalis secara hukum jika menyiarkan informasi atau dokumen yang dianggap negara merupakan rahasia.

Sebagai contoh ketika seorang jurnalis mendapatkan bocoran dakwaan maka hal itu bisa dipidana. Contoh yang lain adalah mengenai data pelanggan registrasi pelanggan jasa telekomunikasi yang sebelumnya kontroversial yakni dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).

Jika saja, data yang demikian lengkap itu kemudian bocor kepada oknum tertentu kemudian digunakan untuk kepentingan perorangan dan atau kelompok tanpa sepengetahuan pemilik NIK dan KK. Dan dipihak lain ada yang kemudian membocorkan hal itu, maka tentu saja akan dipidana jika berdasarkan sembilan pasal tersebut.

Maka dalam hal ini, apa yang dibocorkan tersebut bisa dianggap sebagai rahasia negara. Sedangkan dipihak lain, data penduduk tersebut merupakan data pribadi yang tentu saja merupakan privasi tiap warga negara. Lalu apa bedanya apa yang diperjuangkan oleh Snowden atas hak privasi rakyat Amerika.

Untuk itu, jika RKUHP ini ditetapkan oleh undang-undang sedang tidak dijelaskan secara rinci mengenai pertahanan negara, rahasia negara dan kepentingan negara tentulah sangat merugikan rakyat. Dimana negara dengan bebas menjadikan "Pertahanan Negara, Rahasia Negara dan Kepentingan Negara" sebagai senjata untuk membungkam rakyat atas publikasi data pribadinya sendiri.

Sekali lagi, ini hanya contoh. Akan tetapi ketika hal ini benar terjadi, pemerintah yang sedang berkuasa bisa jadi RKUHP ini akan dijadikan sebagai alat untuk kepentingan tertentu. Termasuk misalnya sebagai sebagai kepentingan politik untuk kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Sebelum RKUHP disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, maka tidaklah salah ketika semua berjuang untuk memperjelas tiap pasal yang ada didalamnya. Sebab jangan sampai terjadi multitafsir seperti yang terjadi sekarang ini. Kukira cukup demikian. Salam Damai. Salam Literasi. Salam Lestari. Saya Sofyan Basri. #AKUMENCINTAIMU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun