Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Cinta untuk Tsamara Amany (2)

28 Juli 2018   14:05 Diperbarui: 28 Juli 2018   14:56 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamu alaikum. Hey apa kabar Dek Tsamara. Kuharap Adek baik-baik saja. Dan kuharap lagi semoga kamu masih ingat saya. Oh iya, saya dengar-dengar Dek Tsamara mantap maju pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 mendatang yah, melalui Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta.

Dek Tsamara sudah tentu tahu dong apa-apa yang mesti dipersiapkan untuk maju di Pileg. Kupikir Dek Tsamara sudah tidak bisa diajak diskusi lagi soal itu. Saya sangat yakin. Sebab secara kapasitas Dek Tsamara itu memang pantas menuju parlemen dan memperjuangkan yang mesti diperjuangkan.

Belum masuk parlemen saja sudah berjuang. Apalagi ketika sudah duduk di kursi empuk sana. Mau kemana-mana saja dibayarkan negara. Iya kan Dek? Jadi sudah sewajarnya memang Dek Tsamara mempersiapkan diri. Yah terutama mengenai basis suara yang akan memilih Adek dan yang akan diperjuangkan nanti.

Dek Tsamara, saya mau beri saran tidak apa-apa kan? Kalau memang Dek Tsamara tidak keberatan. Kalau nanti keberatan, yah sudah jangan hiraukan tulisan ini saja. Anggap saja ini hanya sebagai ocehan yang tidak berguna. Atau kalau mau tidak dibaca juga tidak apa-apa kok. Tapi kalau berkenan, mohon diperhatikan sedikit saja. hehe

Pertama, Dek Tsamara. Maju di Pileg itu bukan soal banyak yang mengenal yah. Ini biasa dijelaskan oleh saudara-saudara saya di Makassar yang pernah maju Pileg. Kupikir itu ada benarnya juga yah. Karena kan, banyak tuh artis-artis maju di Pileg tapi nda kepilih kan. Yah tidak usahlah saya sebutkan siapa-siapa.

Itu kan membuktikan jika Pileg itu bukan soal banyak yang mengenal Dek. Jadi saya harap Dek Tsamara hati-hati saja dengan diksi ini. Jangan karena Dek Tsamara sudah melanglang buana tampil diberbagai media tv nasional maupun cetak, hingga Dek Tsamara lupa melakukan kerja-kerja politik untuk menggalang suara.

Sebab menjadi terkenal dan menjadi anggota DPR, apalagi DPR RI itu berbeda sangat Dek. Kalau sekarang ini mah, menjadi terkenal itu agak mudah. Syaratnya hanya satu berani tampil beda dan membuat heboh jagad media sosial. Lihatlah dulu bagaimana Norman Kamaru muncul. Mudah kan.

Tapi untuk menjadi seorang anggota DPR itu prosesnya sangat berbeda. Akan tetapi, memiliki sedikit kesamaan. Yah tentu saja mesti dikenal orang. Juga mesti memperlihatkan kinerja bahwa mampu berjuang bersama konstituen atau rakyat. Bukan mengaku siap bekerja tapi tidak punya karya Dek. Kupikir itu.

Apalagi jika sudah mau ngatur-ngatur menteri, calon wakil presiden padahal kerja aja belum Dek. Jadi sudahlah, jangan terlalu jauh. Sebab itu sedikit kebablasan. Mau ngatur kok belum ada karya. Ngatur calon wakil presiden lagi. Terlalu jauh Dek, terlalu jauh. Sebab itu seperti bermimpi tapi mata sedang melek.

Kedua, mesti siapin duit yah Dek. Iya iyalah mesti nyiapin duit. Sekarang mah, apa-apa mesti pakai duit kan Dek. Itu malah buang air kecil aja bayar. Jangankan itu, sudah jadi mayat aja mesti bayar kan Dek. Tuh beberapa waktu lalu kan dibongkar tuh sindikat jual beli kuburan di Jakarta. Terbaru, foto sama Si Bowo saja bayar Rp.50.000 kan.

Dan duit yang mesti disiapin yah jumlahnya mesti lumayan banyak Dek. Masa tidak, nanti kalah tuh sama telur yang kian hari kian melonjak harganya. Bener kan? hehehe. Tapi jangan karena butuh duit banyak, yah langsung main jual aja Dek. Pertimbangin mateng-mateng yah. Nanti dikira Menteri BUMN lagi, yang siap jual aset negara.

Duit itu kan untuk operasional. Dimana Dek Tsamara nanti jalan untuk bertemu dengan masyarakat Jakarta yang konon nanti akan jadi konstituen. Duit itu bukan untuk nyuap rakyat yah Dek, awas loh kalau ketahuan. Nanti diketawain sama Bang Fahri Hamzah. Apalagi jika untuk bayar buzzer Rp.4.000.000 sebulan. Hahahaha

Ketiga, jangan mudah lupa. Ini juga penting Dek. Banyak tuh politisi berpenyakit demikian. Bahkan ini seperti virus spesial yang kebanyakan hanya menyerang politisi akhir-akhir ini. Jangan sampai karena sudah enak duduk pada kursi yang empuk, eh malah lupa rakyat. Sebab perjanalan itu kan bukan hanya tentang tujuan Dek, tapi juga tentang awalan yah. Dimana kita mulai merencanakan.

Sudah banyaklah contoh yang bisa dilihat dan dibuktikan. Salah satunya, sejuta lapangan kerja, katanya Dek. Tapi apa, malah ternyata untuk orang lain saja. Bukan untuk orang yang telah memilihnya ketika Pilpres lalu. Malah dek, di Maluku sana ada korban meninggal karena kelaparan Dek. Miris kan. Itu karena apa? yah bisa jadi karena tidak ada kerjaan kan yang bisa datangin duit untuk makan.

Didaerah saya Dek, Sulsel dan sekitarnya banyak orang tiba-tiba duduk bersama masyarakat Dek. Ramah-ramah, senyum diumbar kiri dan kanan. Hingga menjadi pengingat yang sangat baik, atau malah sangat baik. Tiba-tiba datang ke rumah, karena pernah berkunjung 4 (empat) tahun lalu. Entahlah, saya juga kadang bingung Dek. Karena saya malah menjadi lupa.

Jadi jangan menjadi demikian yah Dek ketika terpilih. Yang datang ketika ada maunya saja. Atau berjanji tapi kemudian diingkari. Yah seperti itu sana eh. Mau beli Indosat kembali tapi yah gitu deh. Kalau mau berjanji yang mudah-mudah saja Dek. Misalnya, jika terpilih duduk di DPR, tidak tidur ketika rapat atau tidak nonton film blue. Seperti itu saja, yang ringan-ringan saja.

Keempat, jangan jadi politisi penghamba. Menjadi politisi itu berat Dek. Tidak sembarangan orang bisa dan mampu bertahan sebagai politisi. Itu sepengetahuan saya yah, selama ini berteman dengan orang-orang politisi. Malah kata teman politisi saya di Makassar kalau menjadi politisi itu yah mesti "Mafettu Ferru" artinya tegaan dan tidak boleh baperan. Jadi jangan mudah baper, sama ketika Dek Tsamara blokir saya di Twitter. Hahaha

Bagi saya pribadi, menjadi anggota DPR itu adalah untuk mengabdi kepada rakyat. Namanya juga kan Dewan Perwakilan Rakyat. Iya kan? Dan untuk menjadi demikian, cukup sederhana bagi saya tipsnya. Yakni tidak menjadi politisi penghamba. Sebab hanya tunduk dan patuh pada konstitusi, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika.

Tidak ikut begitu saja pada kemauan tuan, apalagi sudah melenceng dari tiga serangkai yang saya sebutkan sebelumnya. Sebab jika demikian, itu sudah menjadi pengkhianatan karena tidak mampu jujur dan percaya kepada diri sendiri. Berat itu Dek. Tapi itu lagi, lagi-lagi hidup pilihan.

Silahkan memilih yang Dek Tsamara suka, tapi jangan pernah hilangkan nalar pikir dan nurasi rasa Dek Tsamara. Sebab jika menghilangkan itu, maka tentu saja Dek Tsamara akan diam ketika Pertalite naik diam-diam, tenaga kerja asing dimana-mana, rakyat meninggal karena kelaparan, Suku Asmat tidak diperhatikan, dan lain-lain.

Kelima, mesti ada KTP. Tentu ini mesti wajib dong. Karena kan ini akan menjadi salah satu syarat administrasi nantinya mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kalau belum ada KTP yah, sudah tahu dong mesti marahin siapa. Yang itu loh yang pernah benjol kepalanya seperti bakpau. Ingatkan Dek. hahaha

Kupikir itu cukup untuk saat ini yah Dek. Semoga paham dan mengertiki saya kembali menulis ini. Tentu saja yah karena saya peduli dengan kamu Dek. Sebab sayang kan jika politisi yang berpotensi seperti Dek Tsamara tidak didukunng. Apalagi, kata teman "Jangan Biarkan Orang Baik Berjuang Sendiri".

Oh iya, ini yang terakhir. Cinta itu kan mesti berbeda kan Dek. Meski dalam beberapa hal harus dan wajib selaras. Tapi pada intinya cinta itu mesti berbeda. Itu pandangan saya yah Dek. Jadi biarkan saya saja mencintai Dek Tsamara dengan perbedaan ini. Dek Tsamara peduli atau tidak, cinta tetaplah cinta. Kupikir, itu tidak akan merubah cinta sekali lagi atau sekian lagi atau malah selamanya lagi. #AKUMENCINTAIMU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun