Pepres ini menjadi langkah Jokowi dalam menyempurnakan, dan direvitalisasi organisasi, tugas dan fungsi dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) yang diberikan kepada Megawati yang kemudian membuatnya menjadi pejabat setingkat menteri.
Harmonisasi PDIP, Megawati, dan Jokowi dalam menatap Pilpres sangatlah penting dalam mengamankan periode kedua. Ketiga indikator ini mesti saling menjaga irama satu sama lain. Tidak boleh saling menekan dan merasa paling dibutuhkan dan membutuhkan. Jokowi yang berada pada puncak segitiga ini pun tak boleh arogan.
Yang menjadi pekerjaan bagi Megawati saat ini adalah penerusnya di PDIP dan wakil Jokowi di Pilpres. Sebab arah politik di Pilpres nanti juga akan membuat hal ini akan jelas. Sebab bisa jadi saat ini Megawati sedang dalam posisi mencari sosok yang pas untuk menggantikannya dipucuk pimpinan PDIP.
Puan sebagai kandidat paling kuat kini sedang meredup oleh isu korupsi yang muncul dari balik nyanyian mantan Ketua Umum Golkar, Setya Novanto. Sedangkan Jokowi adalah aset PDIP sudah barang tentu punya kans juga, namun apakah Megawati mau? sebab tentu saja Megawati tak ingin menyerahkan begitu saja.
Disisi lain Puan yang tengah santer dikabarkan akan menjadi pendamping Jokowi di Pilpres adalah pilihan realistis bagi Megawati dan PDIP. Sebab jika skenario ini jalan dan berhasil maka Megawati menang besar. Pertama karena mampu melenggang pada periode kedua dan sudah tentu tidak akan ragu lagi untuk menyerahkan PDIP kepada Puan yang notabene anak sendiri juga bisa diusung di Pilpres selanjutnya.
Namun apakah ini akan mudah? Kupikir tidak. Selain karena isu korupsi yang menyeret Puan, Megawati juga mesti fokus pada Pilpres yang merupakan target utama. Apalagi, kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hal ini Jokowi sebagai Presiden terus menuai sorotan.
Kupikir tidak perlu dijelaskan lagi, yang mana menjadi sorotan tersebut. Salah satu yang paling tidak bisa saya lupa adalah memuluskannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas menjadi UU dinilai oleh sejumlah kalangan sangat dipaksakan.
Disamping sejumlah sorotan lain seperti manuver kontroversial sejumlah menteri Kabinet Kerja. Tidak konsistennya Jokowi mengenai menteri rangkap jabatan, impor beras dan garam, utang luar negeri yang kian menumpuk, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga BBM dan masih banyak lagi yang lain.
Oleh karena itu, jika pada Pilpres 2014 lalu PDIP dan Megawati bisa sangat mudah menjual sebagai partai wong cilik yang selama 10 tahun membela rakyat. Maka untuk Pilpres 2019 mendatang, PDIP dan Megawati harus membuang jauh-jauh jualannya itu. Sebab kini, situasinya berbeda.
Sebagai partai penguasa, semestinya PDIP mesti menjual hasil kerja nyata. Akan tetapi, kupikir hal ini kurang terdistribusi dengan baik. Sehingga memunculkan kesan jika pemerintah Jokowi tidak kelihatan. Adapun kegiatan infrastruktur yang selalu menjadi jargon utama Jokowi pada masa pemerintahannya juga masih dipertanyakan.