Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekolah Kolong Langit di Marbo

2 April 2018   16:55 Diperbarui: 3 April 2018   03:32 2175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah hal yang sangat urgent dalam sebuah negara, tak terkecuali di Indonesia. Sebab semua tentu tahu bahwa pendidikan merupakan salah satu indikator untuk memajukan sebuah negara dalam berbagai sektor. Pendidikan ialah nafas dalam menyonsong kesejahteraan seluruh rakyat.

Oleh karena itu, tidak salah jika pendidikan di Indonesia sangat tegas diatur dalam konstitusi yakni dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".

Kemudian dilanjutkan dalam ayat (3) "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang".

Dua pasal dalam UUD 1945 di atas tentu sudah menggambarkan bahwa negara ini begitu menjamin terlaksananya pendidikan. Akan tetapi, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa sejauh ini proses pelaksanaan pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi masih diselimuti sejumlah persoalan.

Berbagai persoalan terus datang menerpa dunia pendidikan di Indonesia. Mulai dari tantangan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) seperti guru dan tenaga kependidikan, hingga persoalan teknis seperti pemerataan sarana dan prasarana.

Apalagi, negara yang kita cintai ini merupakan salah satu negara dengan luas wilayah yang cukup besar yang terdiri atas 17.500 pulau. Kupikir ini adalah tantangan yang sangat luar biasa bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk menjangkau anak usia sekolah.

Masalah lain yang kini muncul adalah terjadinya kekerasan dalam dunia pendidikan. Baik itu yang dilakukan oleh oknum guru terhadap siswa maupun sebaliknya. Kupikir masalah yang satu ini cukup krusial ditengah reformasi pendidikan yang terus digalakkan oleh pemerintah.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, kekerasan yang terjadi di sekolah cukup memprihatinkan. Bahkan, diawal Februari lalu, terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang murid kepada gurunya yang cukup memilukan dalam dunia pendidikan tanah air.

Pendidikan ialah nafas dalam menyonsong kesejahteraan seluruh rakyat.

Kupikir diatas adalah beberapa masalah yang sedang menggerogoti dunia pendidikan kita. Untuk itu, kita sebagai warga negara akan memilih untuk terlibat dalam memberikan solusi atau hanya berada diluar garis untuk memberikan kritik terhadap pemerintah.

Pilihan dan jawaban itu kini menjadi tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai kita hanya akan memberikan masalah yang lain. Bahwa benar pemerintah adalah jembatan untuk terlaksananya pendidikan untuk semua. Tapi, bukan berarti kita sebagai warga negara tidak boleh terlibat.

Dengan alasan inilah, saya dan beberapa teman yang lain memilih untuk berkontribusi dalam pemerataan dan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Dimulai dengan membentuk komunitas Ruang Abstrak Literasi (RAL) pada awal tahun 2017 lalu.

Meski diawal pembentukannya, RAL hanya merupakan komunitas anak-anak muda untuk berdiskusi tentang isu-isu yang sedang hangat ditengah masyarakat. Akan tetapi, dalam perkembangannya komunitas mulai diarahkan untuk berbuat yang akan berdampak kepada masyarakat.

Sehingga, teman-teman yang terdiri dari berbagai lintas kampus di Kota Makassar berinisiasi untuk membuka lapak baca di Pantai Marbo, Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Langkah kecil yang kami lakukan tersebut bisa jadi akan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang.

Salah satunya mungkin datang dari warga yang ada di sekitar Pantai Marbo. Sebab pada awal kami berkegiatan di pantai tersebut, berbagai penilaian menghampiri kami. Mulai dari respon yang berbau negatif maupun respon positif. Asa kami tak pernah pudar hingga kini untuk berbuat kepada sesama.

Dan alhamdulillah, pelan tapi pasti sentimen-sentimen tersebut mulai memudar. Bahwa benar, niat yang kami bawa kesana untuk berbagi pengalaman dan ilmu sudah terasa. Tak hanya itu, warga sangat merespon positif kegiatan kami.

Jika diawal kami berkegiatan di Pantai Marbo hanya membuka lapak baca, kini kami mulai mencoba untuk membuka kelas untuk anak-anak nelayan baik yang putus sekolah maupun yang sedang menmpun pendidikan dasar dan menengah.

Kini, kami membina anak-anak di Pantai Marbo sekitar 70 anak dari berabagai tingkatan usia. Untuk memudahkan proses belajar beratapkan langit dan beralaskan tanah, kami membagi anak-anak tersebut berdasarkan usia.

Anak yang usia sekolah taman kanak-kanak, kami melakukan proses pembelajaran dengan cara bernyanyi dan bermain. Tentu dengan menyelipkan berbagai pelajaran moral. Sesekali kami melakukan proses pembelajaran seperti sekolah-sekolah formal.

Membuat anak-anak merasa nyaman untuk belajar adalah tujuan kami. Memberikan edukasi bahwa sekolah bukanlah sebuah penjara bagi anak, akan tetapi sebuah tempat yang sangat mengasikkan untuk bermain dan belajar serta berinteraksi dengan anak yang lain.

Untuk melihat perkembangan anak-anak didik kami, maka diputuskan untuk membuka lapak baca dan buka kelas tiap satu kali dalam sepekan yakni hari Sabtu. Jadwal itu sudah berlangsung cukup lama yakni sekitar Agustus atau September tahun 2017 lalu. Dan masih berlangsung hingga kini.

Adapun jumlah koleksi buku baca untuk anak-anak hingga kini terus bertambah. Itu tak terlepas dari berbagai donatur tidak tetap kami. Mulai dari warga yang berempati hingga bantuan dari lembaga pemerintah. Terbaru, kami mendapatkan bantuan dari Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK).

Menjalankan proses pembelajaran dan buka lapak baca bukan tanpa halangan. Dimulai dari akses yang cukup jauh dari pusat kota hingga faktor cuaca. Akan tetapi, bagi kami itu adalah tantangan tersendiri bagi kami antar anggota RAL. Sebab jika kami tidak ikhlas tentu saja tidak akan bertahan hingga sekarang.

Bagi kami, bekerja atas nama hati nurani untuk pemerataan dan akses pendidikan yang baik untuk seluruh warga negara termasuk anak-anak nelayan yang ada di Pantai Marbo sebuah kesuksesan. Biarlah kami yang serba kekurangan berjuang dengan pilihan yang telah kami pilih.

Yang pasti, bagi kami di RAL untuk berbuat dan berbakti kepada bangsa dan negara itu tidak cukup dengan kritik saja. Akan tetapi, lebih daripada itu yakni berbuat. Sebab langkah kecil yang kami mulai sejak tahun 2017 lalu itu akan menjadi bukti bahwa kami pernah bersuara tanpa terdengar tapi terlihat hasilnya.

Bahwa bermimpi tidak pernah cukup ketika hanya tertidur pulas. Memberi tidak pernah cukup tanpa keikhlasan. Mengkritik hanya akan menjadi simbol parasit tanpa aksi. Bersuara tidak akan pernah terdengar jika tidak pernah bertindak. Dan pemikiran yang cerdas serta sikap yang bijaksana hanya akan menguap jika tak pernah mengajar. If you believe change, then you have make changes. Terima Kasih. #AKUMENCINTAIMU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun