Saya juga secara pribadi ingin mengatakan, meski saya bukanlah alumni 212 dalam aksi bela islam beberapa waktu lalu, akan tetapi konteks antara aksi 212 dan pernyataan Trump itu berbeda. Sehingga, bagi saya kurang tepat jika aksi 212 mesti disejajarkan dengan kasus Trump ini.
Meski memang secara kasat mata, aksi 212 dan aksi untuk menolak pernyataan Trump ada hubungannya. Ini juga tidak bisa dibantah, tapi perlu dikaji lebih detail untuk melihat kronologi dan kejelasannya. Bahwa aksi 212 dikatakan aksi bela islam, maka aksi menolak pernyataan Trump juga bisa jadi demikian.
Sebab kita tahu bersama, Kota Tua, Yerusalem sudah ribuan tahun diperebutkan oleh tiga agama yakni kristen, yahudi, dan islam. Sehingga, melakukan penolakan terhadap pernyataan Trump juga bisa dikatakan membela islam dan bangsa Palestina hingga menegakkan resolusi PBB mengenai status Kota Yerusalem.
Akan tetapi, bela islam dalam kedua kasus ini bagi saya cukup berbeda dalam konteks dasar kejadiannya. Jika aksi 212 di Jakarta lalu dikarenakan ceplosan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok mengenai surat Al Maidah, maka soal Trump ini soal pengakuan Ibu Kota Israel adalah Yerusalem.
Menurut sosiolog yang berasal dari Amerika Serikat yang bernama Charles Cooley, pengelompokan massa dibagi atas dua yakni keompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggota serta kerja sama yang erat yang bersifat pribadi.
Cooley pun memberikan contoh yang masuk dalam kelompok ini kelompok yang berisfat informal atau tidak resmi, akrab, personal, dan total yang mencakup berbagai aspek pengalaman hidup seseorang seperti keluarga, klan, atau sejumlah sahabat, hubungan sosial cenderung bersifat santai dan menyatakan harapan-harapan, dan kecemasan-kecemasan, berbagi pengalaman, mempergunjingkan gosip, dan saling memenuhi kebutuhan.
Sedangkan untuk kelompok sekunder, kata Cooley, adalah kelompok besar yang terdiri atas banyak orang, antara dengan siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng serta didasarkan pada manfaat (utilitarian). Bahkan dijelaskan juga bahwa kualitas pribadi dalam kelompok ini tidak begitu penting.
Berdasarkan teori itu, saya ingin mengatakan bahwa aksi 212 itu adalah aksi yang terbentuk dari kelompok primer yang didasarkan pada aspek orang per orang, kelompok per kelompok dalam satu negara. Sedangkan pernyataan Trump tersebut menyangkut kelompok sekunder yang melibatkan orang per orang, kelompok per kelompok seluruh negara yang warga negaranya ada yang menganut agama islam, yahudi, dan kristen.
Andaikata Kota Yerusalem di Indonesia, tuntutan meminta rakyat turun untuk melakukan aksi yang dihadiri sebanyak 212 lalu itu bisa jadi itu saya akan benarkan. Tapi, kupikir, jika benar Yerusalem ada di Indonesia maka tidak perlu menuntut aksi sebesar 212, tapi saya yakin dan percaya orang yang akan turun dan terlibat dalam aksi akan lebih banyak dari dari 212.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H