Mohon tunggu...
Basri Lahamuddin
Basri Lahamuddin Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir dan besar di Polewali ( Sulbar). Seorang manusia biasa yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemana Arah Pendidikan Indonesia Pasca Reshuffle Jilid II?

28 Juli 2016   22:22 Diperbarui: 29 Juli 2016   13:33 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai detik ini, saya masih penasaran alasan Presiden Jokowi mencopot Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan, walaupun itu adalah hak prerogatif Presiden. Sejak Reshuffle diumumkan kemarin, saya sibuk berselancar di dunia maya mencoba tahu alasan pencopotan pak Anies Baswedan plus nonton obrolan pengamat politik di TV ditambah membaca surat kabar. Namun saya tidak menemukan jawaban pasti.

Berbicara pendidikan di Indonesia, maka kita akan menemui berbagai macam persoalan mulai dari Kurikulum yang "amburadul", sekolah yang roboh karena dimakan usia atau dana pembangunannya dikorupsi, anak putus sekolah, dana pendidikan dikorupsi, penyontekan massal saat Ujian Nasional, kekerasan pada anak, guru yang dijebloskan ke penjara karena mencubit siswanya dll. Pendidikan yang baik adalah harapan semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat umum. 

Berkaca pada hasil survei beberapa lembaga dunia misalnya PISA (programme International Student Assesment) pada tahun 2000 menempatkan Indonesia di urutan 39 dari 41 negara yang disurvei bidang Literasi Membaca, 3 tahun berikutnya yakni tahun 2003, Indonesia peringkat 39 dari 40 negara. Selanjutnya Tahun 2006, Indonesia rangking 48 dari 56 negara yang disurvei. ( Sumber). Berdasarkan survei sebuah perguruan Tinggi di Amerika Serikat, menempatkan Indonesia peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei dalam hal minat baca (sumber). 

Berdasarkan hasil survei tersebut, Anies Baswedan mengeluarkan Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentang penumbuhan Budi Pekerti yang salah satunya isinya adalah pembiasaan membaca 15 menit buku Non Pelajaran di Jam Pertama Sekolah. Hasilnya nanti kita dapatkan beberapa tahun ke depan.

Belum lagi persoalan Kurikulum 2013 (K-13) baik secara teori, namun di lapangan masih banyak guru-guru yang agak susah melaksanakannya. Bagaimana tidak antara Silabus, Buku Petunjuk Guru dan Buku Siswa tidak sinkron. Maksudnya silabus mengatakan A, Buku Petunjuk Guru mengatakan B dan Buku Siswa mengatakan C. Namun alhamdulilah di era Anies Baswedan kesalahan tersebut diperbaiki sehingga sekarang ketiga-tiganya sudah sinkron. Implementasi Kurikulum 2013 tidak serentak di seluruh di Indonesia namun bertahap. 

Persoalan Pendidikan sangat ditentukan oleh dua faktor yakni Guru dan Kepala Sekolah. Sehebat apapun kurikulumnya, kalau gurunya tidak mumpuni maka kurikulum tersebut tidak berarti. karena guru berada di garis paling depan kemajuan pendidikan. Untuk itu, pelatihan guru baik secara tatap muka (offline) maupun secara daring (online) digenjot oleh Kemendikbud. Diharapkan guru-guru bisa mengikuti pola belajar anak abad 21. Pak Anies pernah berucap di salah satu TV Swasta " Di Indonesia, kelasnya abad 19, gurunya abad 20 dan siswanya abad 21". 

Jadi hasil pendidikan itu tidak bisa kita rasakan dalam waktu singkat, namun perlu beberapa tahun untuk memetik hasilnya. Semoga dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, membawa mutu dunia pendidikan Indonesia sejajar dengan negara-negara tetangga misalnya Singapura. 

Salam dari Guru Biasa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun