Catur Haram menurut UAS --- kok kurang kerjaan banget sih ngeluarin statement seperti itu? Trus kemudian adalagi seorang Sukmawati ngobrol ngalor ngidul sampai melakukan perbandingan yang "menurut kami" ga tepat.
Yuk coba di urutin pelan pelan ya
Ustadz Abdul Somad dan Catur
Yang pertama, UAS tidak serta merta mengeluarkan statement. Ini yg kudu dilurusin dulu.
Ada pertanyaan yang di jawab.
Beliau menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, dan memang kewajiban seorang Guru kepada Muridnya untuk menjawab sesuai sanad keilmuan syariat Islam
Yang kedua, ini bukan "menurut" UAS. Sanad keilmuan atau histori dan rujukan valid keilmuan adalah satu yg wajib. Bahwa semua rujukan ya ujungnya Al Quran yang merupakan Wahyu dari Allah SWT melalui perantara Malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW.
Ga ada saduran, ga ada editan, lurus tok
Â
Ilmu fiqh adalah yg mengatur semua aspek. Tatacara, etika- adab, hukum sesuai rujukan syariah nya, baik pribadi, bemasyarakat, vertikal dan horizontal . Guideline nya lengkap dengan do or donts dan troubleshooting. Semacam manual book yg runut kagem urip lah.
Nah UAS menjawab sesuai Mazhab Hanafi, tentang halal -haramnya catur. Padahal ada total 3 Mazhab dari 4 yang mengharamkan. Baik Hambali dan Maliki pun sama.
 Satu yg lain yakni Mazhab Syafi'i bilang itu Makruh. Nah Mazhab Syafii ini lah yang terbanyak dipakai di Indonesia dan seluruh dunia.
Jadi sampai disini-- ini bukan pendapat pribadi UAS, dan ga ada subyektivitas disini kok.
Subyektivitas Ustadz Abdul Somad
Subyektivitas UAS ada saat Beliau mengatakan bahwa masih belum bisa setuju bahwa catur adalah cabang olahraga. Anda pun disini bebas berpendapat bahwa terpaku memikirkan sebuah strategi itu melatih kecerdasan berpikir.
Secara subyektif saya pun bisa berpendapat bahwa baca Basmalah itu melatih kecerdasan berpikir. Belajar Fiqh pun samaÂ
Secara subyektif, saya bisa juga berpendapat bahwa mengundang seorang Sukmawati untuk menjadi pembicara itu hal yang mutlak kurang kerjaan.Â
Sukmawati Kurang Kerjaan ?
Karena saya ga berhak menilai keimanan seorang Sukmawati. Tapi pendapat Sukmawati begitu mudah terbantahkan--- mau anda seorang believers atau non believers sekalipun apabila mau obyektif diatas subyektif
Ga ada paksaan untuk mengikuti nya, meski hukum dan ilmunya sudah jelas. Seperti hal nya kewajiban untuk menyampaikan. Bagi Muslim itu wajib yg enggak yo monggo aja jalan terus caturnya
Sisanya ya kan kita pertanggungjawaban masing masing kok.
Dan Ustadz Abdul Somad dengan ilmunya, kelak, pertanggung jawaban Beliau itu jauh lebih besar ketimbang kita netizen yang maunya debat ini.
 Nanti kelak ga perlu debat dengan yang Maha Tau kan?
Kalo sudah tau  nanti tanggung jawab nya masing masing , nah kenapa terkadang Muslim suka berkesan atau keliatan nya kok urusan pribadi orang lain mesti di bahas atau di elingke rame rame terus sih?  Kayak kurang kerjaan banget.
Ya karena konsep Rahmatan Lil Alamin sendiri sih.Â
Saling eman, kalo ga eman ya ngapain juga repot repot? Â ( Berusaha untuk ) Ga pernah bisa untuk egois cuman mikirin diri sendiri karena ya memang itu pelajarannya. Konsepnya. Dan eman nya ga hanya kepada sesama Muslim saja, tapi sejatinya pada semua ummat ManusiaÂ
Ini kerjaan nya Muslim. Â Jadi ga kurang kerjaan.
Ini ga buat debat ya .Nuwun sewu klo banyak kurangnya dan ora niat keminter blas yakin wis to karena emang ora pinter.
Wallahu'alam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H