Itu orang tua. Kami para cucu sih 'hanya'cukup bersekolah di Persit dengan didikan 'semi militer' saja.
Hingga menginjak ke arah dewasa, hidup kami bisa dibilang baik baik saja. Masih teringat jelas acara 'Mbangun Deso'Â di mana di situ mendiang Soeharto terlihat sangat luwes dan bahagia berbincang-bincang dengan para petani. Seperti memang beliau merasa nyaman di posisi itu.Â
Wong Jowo, seorang pemimpin yang merakyat. Acara tersebut hanya rekayasa? Mana kita tahu.
Oh ya, zaman itu hanya ada tiga partai di Indonesia, dan yang menang itu-itu saja. Dan zaman di mana kami masih bisa belajar kearifan lokal lewat acara televisi punakawan Ria Jenaka.
1993, Manly, N.SW, Australia, tiba-tiba siang itu kebanggaan sebagai orang Indonesia bagi seorang bocah udik yang baru saja belajar hidup sendiri di negeri orang harus dirusak.
Diskusi kelas siang itu dibuka oleh seorang Lecturer yang membawa sebuah film yang dibintangi oleh Mel Gibson.
Tujuan film tersebut diputar adalah sebagai pemahaman dan pembelajaran politik dari negara tetangga terdekat, Indonesia.
Tadinya sedikit bangga, sebagai satu-satunya orang Indonesia di kelas itu. Begitu sang dosen sedikit memberikan prolog tentang film yang akan diputar, entah karena rasa nasionalis yang terlalu tinggi atau memang jelas kurang kedewasaan, marah pun meledak.
The Year of Living Dangerously -- cerita tentang Kudeta seorang Soeharto terhadap Soekarno.Â
Dengan tegas dan bahasa Inggris yang spik spik little little I can berusaha membantah keras kalimat demi kalimat dan cecaran dari teman sekelas tentang situasi pelanggaran hak asasi manusia dan seorang diktator bernama Soeharto.Â