Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Godaan Ramadan: Nasi Padang Kecebong, Abangan, Syariah atau Onta?

29 Mei 2017   19:33 Diperbarui: 30 Mei 2017   10:09 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kalau anda singgah di tulisan ini, berarti sebetulnya problem kita kurang lebih sama.

Minimal, sama sama masih merasa tergoda pas lagi Bulan Penuh Berkah seperti sekarang ini.

Bukan, saya gak pernah ngeliat kecoa seperti liat korma, waktu siang hari. Ngeliat orang minum es sirup dengan embun yang menggoda pun bukan satu godaan berpuasa kekinian. Mau denger lagu Nasi Padangnya Audun Kvitland , si bule Norwegia pun gak bakalan bikin ngebayangin Rendang dan Ayam Pop kesukaan. Ya mungkin sedikit lah, tapi hal itu gak akan membuat kita buat membatalkan puasa kan? Kan? Kan?

Ini bukan sekedar puasa. Ini bulan Ramadhan.

Saat nya ngelatih diri, supaya minimal satu langkah lebih dekat menuju kebaikan. Ini minimal lho. Dua, tiga atau lebih langkah menuju kebaikan tentu lebih baik lagi. Terutama, saat ini, bagi muslim Indonesia. Banyak denger komentar disana sini . Ah, si A, B atau C mendadak alim tuh Ramadhan. Mendadak Ustadz.  Sebar ayat sana sini di media sosial. Padahal, baruu aja tiga hari lebih dikit sebelum Ramadhan masih dubar muterin gelas Cong Yang. Munafik tuh orang.   Ah, puasa kok ramean sweeping bawa pentungan. Gak bener tuh dia. Puasa kok masih marah marah sama orang lain.  Halah, kamu. Wong kamu bela penista agama kok mau ikutan taraweh disini? Sana shaf nya jauhan dikit.

Ah kamu, kok mau mendadak jadi alim. Wong Bibibmu aja gak pulang pulang. Bilang sana sama Bibibmu supaya buruan pulang tuh.  Heh,. Atjeh. Ngapain Polisi Syariah kamu jalan kesana kemari buat menertibkan warung yang masih buka? Heh itu admin nya muslim cyber crime kena kan akhirnya. Heh kecebong, Presidenmu aja abangan kok kamu ngomongin puasa. Heh kamu wong Jowo, kamu banyak bid'ah nya. Meneng'o lak wis, wong gak mudeng agamo.

Hei kamu tukang membid'ah bid'ahkan orang. Islamku ya yang begini ini. paling adem, nusantara. Bukan yang kearab araban gitu. Mana ontamu??

Cukup.

Sudah paham sekarang dimana letak godaan terbesar kita saat ini ? Situs berita provokatif. Laman dan teman yang masih saja tak berhenti untuk marah marah. Mata dan pikiran kita yang masih saja terpaku pada hal hal seperti itu. Untuk secepatnya menshare berita provokatif untuk terus 'tegak' menunjukkan eksis kita berada di golongan yang mana. Ya itu lah godaan kita terbesar di Ramadhan kali ini, dan beberapa Ramadhan sebelumnya mulai dari Pemilihan Presiden. Itulah, Nasi Padang kita disiang bolong. 

Pernah gak berpikir sedikit jauh?

Bahwa si Fulan yang kemaren masih duduk bareng muterin gelas Cong Yang itu siapa tau memang berpikiran untuk berhenti minum minuman keras? Atau minimal, dibalik takaran kemunafikan ala saya dan anda, ternyata Ia sedang berusaha menghormati rekan rekan nya yang sedang melaksanakan Ibadah Ramadhan? Liberal tulen yang menghormati pilihan hidup orang lain dan menahan pilihan hatinya.  Atau mungkin melihat si Fulan yang terkena sweeping Tim Jaguar di Depok. Ia sedang rela tak melaksanakan tarawih, untuk mengamankan kalian kalian yang bahkan tidak melaksanakan Ramadhan? Dari begal dan geng alay motor yang kini kian marak mengganggu keresahan. Iya, tapi kan caranya salah. Kita punya Polisi untuk melakukan itu ! Seenaknya sendiri saja.  Kalau kita, melihat caranya untuk turut membantu menjaga keamanan negeri ini masih salah, yuk sama sama dipikirkan bagaimana caranya ? Mari lakukan bersama sama.

Mengumpat dari balik layar ponsel tak akan membuat hal ini semakin baik kan? 

Yang bela penista agama kok berpuasa dan ikut taraweh ? Heladalah. Lha kewajiban berpuasa dan hak untuk menerima berkah bukannya terbuka untuk siapa saja ya? Jangan malah kamu nanti yang menista Agama mu ( kita), karena larangan atau cemoohmu sendiri.  Dan mengapa kita masih ngurusin Bibib yang gak pulang pulang? Salah salah malah ibadahmu nanti tak jauh lebih baik daripada yang kamu cerca. Saya yang aslinya juga gemes sama Bibib gak pulang pulang berpikiran, baguslah dia disana dulu. Kalau pulang sekarang, jadi rame malah bikin Ramadhan nanti menjadi panas. Ibarat Ahok yang memilih untuk tak banding lah. Kita sama sama lihat sisi positifnya dulu saja. Karena nyari negatif itu gampang.

Polisi Syariah Atjeh yang menertibkan? Bukankah Perda Syariah itu adalah keistimewaan daerahnya? Ya biarkanlah mereka melakukan sesuai dengan daerahnya sendiri. Anda bisa jadi tak setuju melihat mayat yang tak kunjung dikuburkan di Toraja. Atau kenapa pecalang Bali melarang orang berjalan jalan dan menyalakan listrik pada saat Nyepi. Ketidaksetujuan mu bukanlah satu lambang keadilan. Atau sebaliknya, apa yang mereka lakukan bukanlah lambang ketidak adilan. Ini Indonesia, dan kita kaya akan adat istiadat dan budaya yang mengacu pada nilai keyakinan. Anda pasang PP Garuda ya mestinya faham banget dah dengan hal seperti ini.  Yekan?

Jawa Bid'ah Islamnya. Padahal, jauh sebelum Islam masuk Wong Jowo sudah mengenal Nur Muhammad. Bromo, Brahmana, Ibrahim , Abraham? Sarah, Saraswati? Dan mungkin disisi sebaliknya, saudara kamu yang sedang melarangmu melakukan bid'ah itu berkata keras, karena kecintaan mereka pada Rasul-Nya. Rasulullah SAW yang juga jelas kita cintai.  Seriusan kalau onta itu murah mungkin juga kamu piara onta. Apa gak keren ngabuburit naik onta? Dan speaking on behalf of kecebong nih.  Kecebong adalah berudu. Dimana setelah itu ia bertransformasi menjadi katak. Dimana suara katak yang 'menenangkan' itu adalah cara mereka bertasbih kepada Sang Khalik.  Bahkan Nabi Daud yang merasa bahwa tasbihnya adalah yang terbaik pun pernah di'tegur' oleh si katak, tentu dengan kerendahan hati. 

"Wahai Dzat yang disucikan oleh setiap lisan dan diingat di setiap tempat ". Inilah yang kuucapkan selama tujuh puluh tahun tanpa henti dan lidahku tak pernah kering atau kelu mengucapkannya. Dan selama sepuluh hari aku tak makan dan tak minum hanya memikirkan dan mengucapkan dua kalimah tersebut.  Itu, sebuah teguran katak kepada Nabi Daud sendiri. Kecebong te'aa. Subhanallah.

Ayolah berpikir positif. Cobalah untuk tertawa  tersenyum dan yang terpenting menahan diri untuk tidak merasa lebih baik daripada orang yang kau anggap "musuhmu".

Musuhmu, musuhku itu sudah jelas. Setan. Nah kalau dia dibelenggu kenceng yang dalam catatan penting si Setan sebetulnya dia sedang mengucapkan Alhamdulillah karena akhirnya dapat jatah liburan. Jangan salah. Iblis adalah mahluk Tuhan yang taat. Dia taat untuk menjadi peran antagonis. Memang kamu pikir sumpahnya untuk terus menggoda dan menghancurkan anak cucu Adam, tanpa sepengetahuan Allah SWT ? Maha Tahu, remember?

Nah, kalau Setan, Iblis jelas jelas sedang asik menikmati belenggu nya sembari liburan karena capeeknya minta ampun godain anak cucu nye Adam dan Siti Hawa, terutama Pilpres Pilkada kemarin ushushon Rakyat Indonesia, nah lagi. Kita sedang digoda atau berperang melawan siapa? 

Bukan musuhmu si kecebong atau si unta. Kita, sedang melawan diri kita sendiri.  Untuk kembali ke fitrah kita kelak nantinya. Fitri ya, bukan si Ani, Eni atau yang lain. Cari yang Fitri. Itu jang aseli !

Kembali nyikapin "Nasi Padang" nya kita kali ini, alias situs berita , konten dan teman yang cenderung provokatif. Gak ada salahnya di unfollow untuk menjaga ketenangan diri. Problem di masyarakat yang doyan eksis saat ini ya godaan nya ada di media sosial. Kalau waktu senggang, carilah konten konten yang bermanfaat. Belum bisa menggerakkan hati untuk konten yang Islami, ya perdalam lah konten hobi. Klik dan share ( gak perlu pake amin) konten yang bermanfaat. Bukan riya namanya untuk sekedar sharing apa hobi kita. Dan bukanlah menjadi riya lagi apabila lebih jauh anda share sesuatu yang positif dalam hal Ibadah. 

Meskipun itu menjadi riya, dan itu akan 'membakarku' ( ceilah, kesannya dramatis banget ya? ) ya biarlah. Tapi ilmu kebaikan yang ditularkan itu adalah satu pahala yang tidak terputus. Positif aja.

Sidharta Gautama yang kemudian menjadi Buddha pernah mengatakan, " Kau akan menjadi apa yang kau pikirkan. Kau akan menarik, apa yang kau rasakan. Dan Kau akan mencipta, apa yang kau angan atau imajinasikan ".   Ini berlaku keras untuk kita yang berusaha kembali ke fitrah diri kita masing masing. 

29 hari. Coba bayangkan hal ini. Apabila kelak, InsyaAllah, kita bisa berlaku adil pada diri sendiri. Bisa melihat kekurangan pada diri sendiri dan memperbaikinya. Bisa menjadi satu yang lebih baik, lebih lega, lebih positif. Lebih bahagia. Kebaikan akan menular. Lebih lambat ketimbang keburukan sih, tapi lebih baik daripada tidak. Pada nantinya, saat "mayoritas" bisa kembali ke fitrahnya sebagai satu mayoritas yang baik dan adil. Tentu bangsa Indonesia akan kembali ke fitrahnya kan?

Mau di goda kayak apa , si setan balik dari liburan ya kita extend aja liburannya dia.  Asik kan?

Klik tombol unfollow, sekarang juga. Nasi Padang, nasi padang, nasi padang.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun