Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Kenapa Kang Emil Melarang Penggunaan Styrofoam?

14 Oktober 2016   10:46 Diperbarui: 14 Oktober 2016   11:19 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sebelumnya Ridwan Kamil, yang lebih akrab dipanggil Kang Emil dan jajaran Pemerintah Kota Bandung berdiskusi panjang mengenai pembentukan perda spesifik terkait penggunaan kemasan styrofoam untuk makanan saji, akhirnya secara resmi peraturan diberlakukan.

Per 1 November 2016 ini Pemkot Bandung resmi melarang gerai makanan untuk menggunakan kemasan styrofoam untuk membungkus hasil makanan dari gerai mereka. Baik itu merupakan gerai makanan cepat saji fastfood ternama ataupun kelas kaki lima. Lebih jauh lagi, mereka pun melakukan penjajakan terhadap produsen produsen makanan yang tersedia untuk umum, seperti halnya mie instan dan lainnya yang masih menggunakan kemasan styrofoam. Ini adalah satu langkah strategis, apik dan sekaligus peduli, yang sekali lagi membedakan Bandung dengan daerah ataupun kota yang lain di Indonesia.

Saat seseorang tidak lagi berkutat pada Perda yang bernaung "hanya" pada masalah ketertiban kota, sampah yang dibuang sembarangan, ataupun problematika umum kota besar pada umumnya, meski terlihat sangat sederhana, hal tersebut secara strategis menunjukkan satu kemampuan pola hidup, pola pikir yang sudah diatas rata-rata. Anda mungkin sering bertanya tanya, mengapa sih orang orang di negara maju seringkali terlihat sangat serius bahkan menangani satu hal yang tampak remeh temeh atau tidak terpikirkan oleh kita? 

Saat mereka memikirkan bagaimana menyelamatkan hewan hewan domestik yang diliarkan. Bedah rumah warga yang menyangkut pada kesehatan, kesetaraan hidup dan masih banyak yang lainnya lagi. Saat kebanyakan dari kita masih berkutat pada masalah masalah baku untuk 'survival' sehari hari, mereka sudah melakukan yang lain. Bahkan seperti yang baru baru ini menjadi satu yang ramai terjadi. Amerika terkenal dengan satu wilayah yang konon ada namun tak ada. Area 51, dimana mereka memulai satu penyelidikan tentang adanya mahluk asing sejak era 50'an. Kita pun punya sesuatu yang kurang lebih sama, namun bukan untuk mencari sesuatu yang baru, melainkan subyektif penulis mengatakan sebuah 'kemunduran' dalam kehidupan bernegara. Kita pun mengenalnya dengan "Polemik 51"

Kembali ke Bandung. 

Sejatinya, riset tentang bahayanya penggunaan styrofoam untuk kemasan makanan sudah ramai diperbincangkan sejak penghujung tahun 2008-2009. Styrofoam tidak hanya berbahaya bagi lingkungan saja, karena sulitnya dia untuk terurai, bahkan untuk didaur ulang seperti misalnya plastik. Setelah styrofoam terkena kontak dengan minyak ataupun apapun jenis makanan yang dipergunakan untuk membungkusnya, seperti misalnya kentang goreng, ayam, sesuatu yang berkuah seperti seblak atau yang lain, tidak seperti bahan pembungkus lainnya, styrofoam mendekati mustahil untuk didaur ulang.

Ada memang, beberapa upaya yang dilakukan untuk dapat mendaur ulang produk styrofoam ini, namun bahkan hal ini masih menimbulkan problem di negara-negara yang terbilang maju untuk pengelolaan sampah daur ulangnya. Bagi yang berminat untuk tahu lebih dalam, anda bisa simak artikel tautan disini

Sudah terbayang bagaimana sulitnya pengelolaan sampah akibat dari banyaknya styrofoam? 

Terkait kesehatan pribadi, bahan dasar styrofoam yang mengandung neurotoxins styrene dan benzene terbukti memicu reaksi kimia penyebab kanker apabila terkena kontak dengan panas yang ditimbulkan dari makanan yang dibungkus di dalamnya. Terbayang sudah, apabila kita seringkali tanpa sadar, dan memang sebelumnya kita tidak pernah tahu akan bahaya penggunaan styrofoam sendiri untuk makanan yang seringkali kita santap sehari hari. Pada kemasan mie instan, atau gerai cepat saji yang bahkan kesukaan sang buah hati? Emmm, mungkin bahkan pada gourmet coffee yang anda gemari?

Sedikit demi sedikit, akumulatif dan kemudian 'reaksi jahat' itu akan memicu sel sel penyebab kanker. Kota besar yang sudah memulai pelarangan penggunaan styrofoam di dunia adalah New York, San Fransisco dan London. Yang bahkan lebih 'maju' lagi adalah Oxford. Mereka sudah lama melakukan pelarangan untuk berbagai kemasan baik makanan dan minuman yang mempergunakan plastik, styrofoam dan lainnya terkait pengelolaan daur ulang dan kesehatan pribadi.

Disisi lainnya, sangat mudah untuk membayangkan bahwa langkah Kang Emil untuk memberlakukan regulasi pelarangan styrofoam ini akan menimbulkan kecaman atau reaksi dari para pemilik gerai cepat saji skala nasional yang sudah memakai bahan tersebut sebagai standar operating procedure (SOP) kemasan take away atau pesan antar mereka, ataupun para produsen supplier yang selama ini meraup keuntungan dari pembuatan styrofoam.

Ada istilah Sunda lama yang berkata "My Body is My Temple", sehingga piilihan terakhir ada di tangan kita sendiri untuk benar benar cermat tentang apa asupan kita sehari hari .

Kang Emil, Bandung, dua jempol buat kalian. Ayo, siapa lagi yang mau menyusul? Sudah saatnya kita benar benar memikiran dan turut menjaga lingkungan, sekaligus kesehatan pada diri kita pribadi. Atau perlu dikenakan amaran pemerintah ya?

"Seblak didalam kemasan styrofoam dapat mengakibatkan kanker, gangguan kehamilan dan janin" Asli, ini bukan guyonan!

Sumber disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun