Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kereta Cepat Komunis ?

4 Oktober 2015   18:58 Diperbarui: 4 Oktober 2015   18:58 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun China mampu menawarkan kerjasama berbasis Business to Business ( B2B), bukan Government to Government (G2G) seperti yang ditawarkan oleh Jepang. Apa sebetulnya beda dari keduanya, dan apa sebetulnya yang diminta oleh (dalam hal ini ) Pemerintah Indonesia?

Pemerintah Indonesia sejatinya melakukan satu langkah yang tepat. Urgensi investasi kereta cepat Jakarta -Bandung memang fokus pada satu titik awal pengembangan jalur kereta api di Indonesia. Meningkatkan sisi pariwisata, sisi ekonomi antar kota dan juga kebutuhan akan transportasi massal kedepan. Namun Pemerintah 'enggan' menggunakan dana yang berasal dari APBN. Dengan kata lain, mereka akan menggandeng sektor swasta dan BUMN untuk menggarap mega project tersebut.

Inilah proposal B2B yang diminta. Pemerintah memprakarsai, namun ada pihak ( konsorsium) lain yang melakukannya. Terkait pendanaan, investasi dan lainnya.  Saat Konsorsium China menyanggupi hal ini, dengan penawaran proposal harga yang lebih rendah nilainya, Jepang pun kelabakan.  Mereka menginginkan bentuk kerjasama antar Negara. Antar Pemerintahan, bukan antara pihak swasta ataupun BUMN.

Inilah G2G. Ini yang harus benar benar kita pahami. 

Mereka merasa bahwa benturan di sisi birokrasi untuk kerjasama ini terlalu besar dan sulit untuk dilakukan. Saat mereka meminta waktu untuk mempertimbangkan ulang, Pemerintah Indonesia pun telah memutuskan partner kerjasamanya. Konsorsium China dengan skema pembiayaan, kerjasama dan lain hal mereka yang diterima. 

Menteri BUMN Rini Soemarmo saat memberikan pernyataan tentang kereta cepat ; sri lestari/kompas

'Sedikit' tudingan miring pun terdengar. Kerjasama dengan China dianggap sebagai satu kerugian bagi negara. Pendapat subyektif dengan dasar yang terlalu dangkal pun turun : Inilah kebangkitan poros tengah dan Komunisme di Indonesia.  Tak lagi terkait perbandingan head to head masalah teknis, sisi investasi dan lain hal namun ideologis.  Pemerintah yang sekarang adalah pemerintah  "Pro Komunis".

Apabila ini 'sempat' hinggap di pikiran kita, coba kita ambil satu contoh dari keseharian kita masing masing terlebih dahulu. Siapa produsen dari alat alat elektronik, mainan, atau bahkan mungkin telepon pintar yang kita pergunakan saat ini untuk membaca artikel ini ? Apakah dengan melahap nasi setiap hari yang dibuat dengan teknologi yang dihasilkan dari satu negara Komunis seperti China serta merta menjadikan seseorang menjadi komunis ? Atau bahkan lebih jauh lagi, apakah dot bayi yang diberikan kepada bayi bayi dan juga mainan yang diberikan kepada anak anak kecil, itu berarti kita sedang memberi 'bibit bibit' komunisme sedari kecil ? Coba pertimbangkan pendapat ini secara matang.

Dan apabila pandangan kita tentang China adalah sebuah negara komunisme purist, apabila memang itu dasarnya, itupun sudah salah kaprah. China memang berbasis ideologi komunisme. Namun perkembangan mereka terkini sangat menunjukkan bahwa mereka sama kapitalis nya dengan negara negara lainnya. 

Melihat lebih dalam, ada satu pertanyaan yang cukup mengganggu mengenai keputusan terkait pemilihan konsep kerjasama B2B yang berarti dibawah lingkup BUMN ketimbang Negara. Memang jelas, disini satu alasan keengganan Pemerintah sendiri sejatinya cukup beralasan. Namun menarik kebelakang ke sisi Rini Soemarmo ( yang dulunya lebih dikenal dengan nama Rini Soewandi ) dan juga latar belakang sebagai salah satu petinggi di korporasi raksasa otomotif Jepang di Indonesia, bukankah seharusnya Rini sangat menguasai alasan ketidakmampuan Pemerintah Jepang untuk melakukan kerjasama dalam bentuk B2B sendiri. 

Apakah 'kelemahan' inilah yang kemudian menjadi satu alasan kuat untuk dipergunakan sebagai justifikasi kerjasama dengan pihak China, atau malah pihak Jepang sebelumnya terlalu percaya diri juga dengan satu pertimbangan yang lain. Terkait rencana investasi mereka di berbagai hal lain di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun