Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

JBR Versus Jogja; Egomaniak Puber Kedua Versus Tata Krama?

16 Agustus 2015   15:06 Diperbarui: 16 Agustus 2015   16:03 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

With all due respect, your argument on tourism is invalid, Jendral.  

Masalah dengan stereotype khas rombongan moge ( atau yang lain)  sejatinya pun sudah akumulatif.  At au yang lain dalam tanda kurung ini untuk menegaskan kembali, bahwa bukan hanya rombongan HDCI, Moge 'saja' yang masyarakat enggak menerima. Rombongan konvoi apapun yang mengganggu masyarakat, mau itu motor besar atau kecil, mobil dan yang lainnya sudah bikin masyarakat muak. Jadi lupakan saja alasan cengeng seperti kecemburuan sosial yang mau dijadikan pembelaan diri dari para egomaniak yang lagi puber kedua.

Kalaupun kecemburuan sosial itu pun ada, kenapa semakin di pertebal dengan kegiatan seperti ini ? 

Di satu sisi yang berseberangan. Ada sesuatu lebih krusial yang  di rasakan oleh Elanto Wijoyono dan warga Jogja yang lainnya.  Warga Jogja sedang resah. Resah dengan perubahan besar besaran yang terjadi di kota yang dulunya nyaman ini. Masalah yang timbul dengan pembangunan mall, hotel lagi hotel lagi dan yang lainnya yang konon demi kata pariwisata. Belum lagi gesekan dengan para pendatang yang tak jarang bikin ulah. Disini, warga Jogja yang terkenal santun, ramah terhadap para tamu dan pendatang tak lagi bisa tinggal diam. Antara aksi dan reaksi, akhirnya. 

Wis gak pahin lagi. Sumuk, Dab..

Turisme, datang karena budaya lokalnya, indahnya Jogjakarta.  Pendatang , bermukim di Jogja pun karena hal itu dan juga pendidikan yang ditawarkan disini. Tapi jelas perlu keseimbangan disana.  Warga Jogjakarta kebanyakan bukanlah mereka yang rela menggadaikan budaya nya demi apa kata duit . Mereka warga Jogja  bukan saya, atau anda yang melulu seringkali berpikiran yang penting nyari duit sebanyak banyaknya itu jalan orang menuju bahagia. Kearifan budaya Jawa seringkali mengajarkan yang sebaliknya. Kalau anda bukan orang Jawa atau bahkan mungkin Wong Jowo yang lagi keblinger, gak perlu repot repot berusaha memahami, apalagi berusaha merubah.  Menghormati saja sudah cukup kok.

Jogja, ora di dol ( meneh).

Buat para punggawa HDCI, penggiat Jogja Bike Rendezvous, mungkin sudah saat nya memikirkan format atau venue acara yang lain. Ketimbang nantinya reaksi semakin keras. Atau bila memang tetap pengen di Jogja, mungkin bisa dipikirkan untuk rombongan yang tidak melewati pusat kota. Om Rachmad, masuk yo ? Mosok biker acara di Prambanan nya sebentar lebih pentingan di hotel nya? Di dukani Peter Fonda lho nanti, mana Easy Rider nya. 

Jangan sampai ibu jari dan senyum ramah warga Ngayogyakarto Hadiningrat yang mempersilahkan tamu di rumahnya terlipat kedalam membentuk kepalan atau mencabut keris yang selalu santun berada di belakang. 

Jogja, ora di dol ( meneh).

Sumber yang njelehi juga :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun