Terkait dengan penamaan Kapal Perang RI Usman dan Harun yang menimbulkan sedikit ketegangan di kedua negara , ada beberapa hal menarik yang justru  mungkin secara tidak sadar kurang kita hargai.
Sebutan teroris bagi Usman dan Harun yang meledakkan bom di area warga sipil di Singapura pada tahun 1965. Sebuah sebutan yang mungkin tidak berlebihan apabila disematkan kepada keduanya apabila mengambil dari sisi kedaulatan Singapura sebagai sebuah negara. Namun disisi yang lain, Indonesia memanggil keduanya dengan sebutan pahlawan.
Djanatin bin Haji Mochammad ( Usman) dan Tohir bin Said ( Harun) . Kedua KKO ini ditugaskan  secara resmi untuk menyusup ke Singapura  dibantu oleh seorang relawan sipil lokal Gani. Target mereka jelas, dan bukan salah sasaran : meledakkan lokasi strategis yang dihuni oleh banyaknya perwira Inggris , akibat dari ketegangan yang muncul saat itu mengenai rencana pembentukan Negara Federasi Malaysia atas dorongan Inggris.
Usman Janatun dan Harun Said - Pahlawan atau Teroris ? ; sumber : kompasiana.com
Presiden Soekarno pun menentang ini dengan sebuah pekikan yang sampai kini terus kita dengar : "Ganyang Malaysia " - yang sayangnya belakangan ini justru kita pakai untuk mensalah tafsirkan sosok Soekarno sebagai seorang yang 'gila' perang
Jelas dan tidak bertele tele, keduanya baik Usman dan Harun sangat layak untuk dipanggil dengan sebutan Pahlawan.
Sebutan teroris oleh Singapura pun tak berarti apa apa. Bahkan seorang yang besar  dengan perjuangannya melawan rejim Apartheid seperti Nelson Mandela pun pernah dijuluki teroris .  Jadi  romantisme yang sepertinya ingin ditonjolkan oleh Singapura, bahwa baik Usman dan Harun mengebom fasilitas 'sipil', adalah salah kaprah.
Kembali lagi, tergantung dari sisi mana seseorang berdiri.
Singapura bukanlah sebuah negara kecil yang innocent sehingga layak untuk bermain romantisme ini. Boleh sih, silahkan saja. Tapi terlalu naif untuk memainkan 'kartu unyu unyu' ini saat negara ini pun sedang kewalahan menghadapi tudingan cukup serius bahwa selama ini Singapura merupakan 'safe haven' atau surga bagi koruptor, pelaku pencucian uang internasional yang memindahkan rekening mereka dari Swiss, penggelapan pajak international dan lain hal.
Bahkan menghadapi sebuah akusisi yang sedikit miris : Bahwa mereka pun memberikan suaka terhadap uang yang masuk dari kartel obat bius dan keluarga dari Robert Mugabe - Â President Zimbabwe yang diduga terlibat aksi genosida Gukurahundi di tahun 1980, pembersihan etnis Murambatsvina di 2005 dan juga pemerkosaan massal yang terjadi saat pemilihan pada tahun 2008 di Zimbabwe. Saat ini PBB sedang mengambil tindakan untuk membawanya ke International Criminal Court ( ICC ) dengan tuntutan kejahatan terhadap kemanusiaan.