Para penikmat wisata akhir pekan di sekitar Salatiga,Magelang dan Semarang kini punya sebuah tempat kunjungan yang lumayan baru. [caption id="attachment_210052" align="aligncenter" width="512" caption="Note : Hamparan Sawah dan Gunung menjadi latar belakang Kampung Rawa. Panas, tetapi cukup semilir udaranya."][/caption]
Kampung Rawa, terletak di jalan Lingkar Selatan Bejalen, Ambarawa memang cukup menarik untuk dikunjungi. Â Tempat wisata kuliner yang mempunyai konsep 'apung' ( karena memang terapung diatas kolam buatan ini) menyajikan hamparan pemandangan pematang sawah yang hijau dengan latar belakang Gunung Merbabu dan Telomoyo. Â Bagi para pencinta pemandangan, anda akan dimanjakan dengan view yang cantik dan juga Rawa Permai yang terkenal dengan legenda Baru Klintingnya. Komplek resto lesehan dan balai balai ini tampaknya memang masih belum seratus persen selesai. Â Masih tampak pembangunan di areal yang sama, yang tampaknya juga akan mengambil tema resto apung juga. Â Tampak permainan lain seperti becak mini untuk anak anak, atv, becak air dan rubber raft ( perahu karet ) yang bisa disewa para pengunjung. Sayang, kunjungan di hari Minggu justru menunjukkan ketidak siapan manajemen Kampung Rawa dalam menerima pengunjung yang cenderung lebih banyak dibandingkan dengan hari hari biasa. Â Pengaturan arus pengunjung yang masuk tidak dibarengi dengan kesigapan staff disana untuk mengamodasi para pengunjung untuk segera mendapatkan tempat untuk duduk dan menikmati hidangan. Tempat ramai saat akhir pekan adalah sesuatu yang biasa. Namun kesalahan yang cenderung fatal dari Kampung Rawa adalah tidak memberlakukan sistem antrian atau waiting list terhadap saung lesehan yang tersedia atau tempat duduk biasa di balai resto mereka. Â Saat kami menanyakan apakah ada tempat yang tersedia, mereka pun menjawab penuh namun tidak meminta kami untuk menunggu antrian. Apabila terlihat ada yang selesai, maka siapa yang cepat dialah yang akan mendapatkan tempat duduk baik di resto balai atau saung lesehan yang cukup menjadi favorit para pengunjung tersebut. Tidak ada sistem antri, first come first serve. "Indonesia banget", itu kesan saya yang cukup kecewa melihat para pengunjung harus berebut sendiri untuk mendapatkan tempat duduk mereka. Â Budaya antri, lagi lagi harus dikalahkan disini, dan itu adalah poin minus awal. [caption id="attachment_210047" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Masuk Ke Resto Apung Kampung Rawa. Cukup unik dengan menggunakan perahu untuk menyeberang, walaupun dari dua perahu hanya satu yang difungsikan sehingga cukup menyebabkan antrian. Panaaas."]
Setelah dibantu oleh seorang yang tampaknya merupakan bagian dari manajemen, akhirnya kamipun mendapatkan tempat duduk di balai resto.  Itupun masih dalam kondisi kacau balau. Lagi lagi tanpa sistem antrian.  Walaupun demikian, kami tetap harus berterima kasih pada bantuan staff tersebut sehingga akhirnya bisa mendapatkan tempat duduk. Pemesanan makanan pun dilakukan, dan melihat banyaknya pengunjung berarti otomatis penyajian akan cukup memakan waktu. Satu jam kemudian, makanan pun datang.  Sempat terjadi salah taruh makanan yang dipesan oleh meja pengunjung lain disebelah.  Bahkan karena tidak sabar menunggu piring yang tak kunjung datang ( gimana mau makan kalau gak dikasih piring?? ) akhirnya kami dan para 'tetangga' meja pun memutuskan untuk mengambil piring dari meja yang nampaknya di set untuk set buffet. Masih sempat melihat ke antrian pengunjung dan aksi rebutan saung lesehan yang sebenarnya bisa dibilang cukup memprihatinkan, karena banyaknya pengunjung yang merupakan keluarga. Untuk penggemar kuliner sejati, nampaknya harus siap kecewa.  Gurame bakar yang sangat masih beraroma tanah, ayam goreng dengan bumbu yang biasa biasa saja. Udang goreng telur asin yang merupakan favorit kami sekeluarga? Tidak direkomendasikan. Belum lagi, salah satu pesanan kami, sambal goreng terong yang sampai dengan kami selesai makan tidak menampakkan bentuknya, alias gagal delivery ke meja. Saat ngobrol dengan tetangga meja, ternyata mereka pun mengalami hal yang sama. Cumi goreng  yang mereka pesan pun tak pernah  sudi bertandang ke meja mereka. [caption id="attachment_210051" align="aligncenter" width="512" caption="Note : Sebelah kanan adalah saung untuk lesehan. Tempat yang menjadi ajang perebutan karena view hamparan sawahnya memang sangat menarik untuk dinikmati. Sebelah kiri adalah resto balai. Ada satu lagi resto balai yang sayangnya sudah terisi dengan grup pribadi sehingga semakin mengurangi kapasitas pengunjung di sana."]
Setelah cukup kenyang dan cukup kecewa, akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi kunjungan di resto tersebut tanpa berlama lama lagi.  Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada permainan becak air, perahu karet, atv mini, becak mini dan terakhir wisata perahu. Berikut resensinya, yang sayang tidak disertakan foto untuk ilustrasinya. Becak Air dan Perahu Karet : Terletak di tempat yang sama.  Becak air atau bebek bebekan air memang cukup mengundang. Sayang banyaknya pengunjung dan teriknya sinar matahari sangat mengurangi minat.  Lagipula tempat permainan hanya disekitar resto apung tersebut. Becak Mini dan ATV Mini :  Untuk becak mini, walaupun sebetulnya sangat tertarik untuk menyewanya, ada sedikit kekhawatiran. Area permainan menjadi satu dengan tempat parkir mobil. Jangan membayangkan ada area khusus untuk bermain becak mini tersebut, dan tampaknya sisi keamanan agak diabaikan disini.  Not recommended  tanpa pengawasan orang dewasa ! Lantas bagaimana dengan ATV Mini ? Sebetulnya cukup lumayan untuk dijajal. Ada lahan 'semi offroad' yang disediakan , meskipun sangat terbuka tanpa ada kerimbunan dari tanaman sama sekali di areal tersebut. Panas, itu jelas. Tapi bukan faktor itu yang menghalangi untuk mencobanya.  Tulisan " Max 60 kg" atau diperuntukkan hanya untuk berat badan maksimal 60 kg jelas membuat mundur teratur. Khusus anak anak :( Wisata Perahu : Ini jelas yang dinanti nanti! Berkunjung kesana tanpa menikmati Rawa Pening dengan ekologinya ibarat makan tanpa sambal.  Dengan biaya 70 ribu rupiah  dapat menikmati berkeliling Rawa Pening dengan sebuah kapal dengan motor tempel yang cukup nyaman, untuk maksimal 7 orang + 1 pemandu.  Nilai plus yang saya berikan untuk wisata perahu ini bertambah, saat melihat bahwa para penumpang kapal diwajibkan untuk mengenakan live vest atau pelampung pengaman yang memang disediakan sebelum naik. Dua jempol untuk pengelola, karena walaupun sekedar wisata tapi keamanan tetap diutamakan.  Tak perlu menunggu lama untuk bisa naik, karena 3 kapal yang disediakan dan hilir mudik bergantian cukup memadai untuk antrian pengunjung yang memang relatif tidak terlalu panjang ini. Tak lama kemudian, kami pun menikmati wisata perahu ini. [caption id="attachment_210053" align="aligncenter" width="500" caption="Note: Perahu dengan Logo Sebuah BPR melintasi kanal buatan menuju Rawa Pening"]
Dari 'dermaga buatan' pun perahu tempel menyusuri sebuah kanal yang tampaknya juga merupakan buatan dan menghubungkan dengan Rawa Pening sendiri. Â Di kanal sendiri tidak terlihat ada pemandangan yang menarik, namun setelah mencapai Rawa Pening, perasaan tenang yang didapatkan.
[caption id="attachment_210054" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Rumpon atau Tambak tempat Nelayan Tradisional Menjaring Ikan"]
Hamparan tanaman enceng gondok, Â pemandangan Gunung Telomoyo dan Merbabu, angin yang bertiup semilir dan burung kuntul yang sibuk mencari makan pun berdampingan dengan para nelayan tradisional. Â Sayang, karena suara motor tempel yang cukup kencang, burung burung kuntul pun menjadi terganggu dan terbang meninggalkan area disana. Â Dan sedikit berbeda dengan kunjungan yang lalu lalu dimana populasi burung kuntul terlihat cukup banyak. Kali ini bisa dibilang sedikit.
[caption id="attachment_210055" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Burung Kuntul. Bagian dari Ekosistem Rawa Pening"]
Tak jauh dari kanal, tampak sebuah resto apung lainnya yang merupakan bagian dari Kampung Rawa juga. Saat ini hanya difungsikan untuk grup dan ruang meeting saja, meskipun menurut Pak Supri, sang tukang perahu, nantinya juga akan difungsikan untuk menerima pengunjung lain juga yang ingin bersantap di tengah Rawa. Ini yang unik, karena pemandangan sekitar adalah asli Rawa Pening, bukan hanya sebuah kolam buatan. Â Rasa gembira ingin mencoba resto apung tersebut juga sedikit banyak berbarengan dengan rasa khawatir. Bagaimana nantinya pengelolaan limbah mereka?
[caption id="attachment_210057" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Nelayan Tradisional Dengan Latar Belakang Resto Apung Baru "]
[caption id="attachment_210058" align="aligncenter" width="500" caption="Note : Seorang Petani Bekerja Dengan Latar Belakang Back Hoe"]
Kekhawatiran sedikit bertambah saat perjalanan yang kurang lebih 45 menit memutari rawa tersebut kembali ke dermaga buatan. Tampak sebuah back hoe yang sedang melakukan pekerjaan urukan. Â Sebuah alat modern yang tampak 'aneh' ditengah sebuah lingkungan yang hijau. Akankah pekerjaan eksplotasi tersebut mengganggu ekosistem yang ada disana?
Ada sedikit kontradiksi disini. Memang benar, menurut beberapa rekan bahwa pihak pengelola Kampung Rawa berhasil merangkul para nelayan asli dan penduduk sekitar untuk ikut memajukan Kampung Rawa. Dan ini berarti sesuatu yang positif. Â Penyerapan tenaga kerja demi kemajuan daerah tersebut. Namun, melihat hanya dari bentuk luar pengembangan Kampung Rawa sendiri yang nampaknya sedikit keluar pakem dari eco tourism sendiri, tentu timbul kekhawatiran.
Di satu sisi ada pemasukan, di sisi lain pengunjung yang nantinya tentu akan semakin banyak dan pertumbuhan dari areal resto sendiri tentu akan berpengaruh pada ekosistem sekitar. Â Bisa membayangkan, apabila nanti semakin banyak perahu dengan motor tempel, apa yang terjadi? Belum lagi dengan para pengunjung yang tidak bisa tertib dalam masalah sampah.
Semoga tidak terjadi, dan pengelola akan tetap menjaga supaya tidak akan terjadi.
Rating  ( skala 0-10)
- Akses Masuk dan Lahan Parkir : 8 (Baik Sekali ) Akses masuk mudah, jalanan baik dan parkir yang luas. Pemandu parkir pun bertugas dengan sangat baik membantu pengunjung yang datang
- Fasilitas  Restauran dan Saung Lesehan : 6 ( Cukup Baik)  Desain tempat yang menarik, namun masih banyak yang belum selesai. Kurang tanaman sehingga cukup panas.
- Servis  : 5  ( Cukup) .Keramah tamahan sangat baik,  namun pelatihan tenaga kerja masih diperlukan dan  manajemen tempat dan waktu yang baik.
- Makanan : Â 5. (Cukup). Belum bisa di kategorikan sebagai wisata kuliner yang 'ngangeni'.
- Fasilitas permainan : 6 ( Cukup baik) .namun keamanan dari pengunjung, terutama anak anak harus diperhatikan. Areal bermain becak mini yang menjadi satu dengan tempat parkir cenderung berbahaya.
- Fasilitas wisata perahu : 9  (Sangat Baik).  Pemandu perahu memberikan penjelasan penjelasan yang menarik pada waktu perjalanan. Faktor keamanan yang diperhatikan menjadi nilai yang sangat penting.
- Pengeluaran :
- Karcis masuk + parkir = Rp. Â 10.000,-
- Makanan              = Rp.145.000,-
- Wisata Perahu         = Rp.  70.000,-
- Total                  = Rp. 225.000,-
- Jumlah orang          = 5 orang.
Apakah saya akan merekomendasikan kunjungan ke Kampung Rawa  kepada orang lain? Jawabannya adalah ya, dengan catatan tidak pada akhir pekan dan jangan menaruh harapan terhadap makanannya. sumber : foto dokumen pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H