Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Susahnya Jadi Anak Indigo

4 Agustus 2012   19:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:14 7713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_204700" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Mereka tampak seperti anak anak kebanyakan. Tak ada perbedaan fisik, cara berbicara ataupun yang lain. Celotehan tetap seperti anak kecil yang lain. Sesekali main robot robotan, petak umpet atau riuh ramai membicarakan aplikasi game terbaru atau yang lagi tren di game console mereka masing masing. Yang membedakan justru dari cara mereka 'melihat' dunia. Anak anak yang diberi kemampuan 'lebih' ini terlahir dengan sensitifitas yang tinggi. Umumnya mereka dapat melihat mahluk halus, ada yang dapat meramal nasib atau masa depan dan bahkan ada yang bisa membaca pikiran orang.  Mereka adalah apa yang dideskripsikan sebagai Anak Indigo.  Seringnya, bagi yang awam dengan istilah ini, mereka dianggap memiliki indera ke enam. Istilah anak Indigo sendiri baru dikenal ramai di seputar tahun 90'an, walau konsep tersebut sudah dikenalkan di Inggris sendiri pada awal 70'an.  Di Indonesia sendiri  mereka termasuk kategori anak 'pintar'. Pintar dalam definisi sensitivitas mereka terhadap dunia ghaib di luar sana. Ada yang memang mempunyai bakat tersebut menurun di darah keluarga, ada juga yang memiliki bakat tersebut secara tersendiri.  Kadang, ada yang terus sampai mereka dewasa. Beberapa hanya punya bakat tersebut saat mereka masih kanak kanak. Entah kenapa, saat mereka beranjak dewasa sensitivitas mereka menjadi berkurang. Anak kecil memang pada umumnya lebih sensitif apabila dibandingkan dengan orang dewasa. Bayi yang baru lahir seringkali dapat melihat sesuatu yang secara kasat mata tidak terlihat oleh mata secara awam.  Cukup sulit bagi anak anak kecil ini yang harus belajar hidup dengan sensitivitas mereka. Tentu saja terutama bagi mereka yang dapat melihat mahluk halus kan? Jenis jenis mahluk halus yang selama ini hanya bisa kita lihat, dengar atau baca ternyata bisa dideskripsikan dengan baik oleh mereka. Sayangnya, bagi para orang tua yang umumnya menolak konsep sensitivitas ini, anak anak tersebut sering dianggap mengada ada atau berkhayal saja. Yang lain, malah memanfaatkan kemampuan si anak untuk tujuan yang berbeda. Ketertarikan awam terhadap sebuah dunia yang tidak kasat mata , aktivitas supernatural , ghaib atau yang lainnya  menjadi seperti disalurkan melalui anak anak ini. Padahal, mereka hanyalah anak anak kecil biasa. Ada sebuah cerita dimana penulis bertemu dengan seorang anak Indigo ini. Di tembok rumahnya, tepat menuju jalan masuk kebelakang rumahnya si anak suka menggambar sesosok bentuk yang tampak seperti kelinci, walau dengan tubuh manusia. Ayah si anak memberi nama 'sosok' ini "Bobo". Ya, seperti tokoh dalam majalah anak anak yang terkenal itu. Si anak sendiri mengaku bahwa dia sering diajak main oleh si Bobo ini. Digambarkannya, Bobo seperti bentuk anak kecil biasa. Hanya saja telinganya panjang, dan giginya panjang panjang.  Walau sering malas karena diajak main, si anak terpaksa harus menemani Bobo untuk bermain.  Karena kalau tidak, Bobo akan marah. Konon, saat marah, si Bobo akan berubah wujudnya menjadi menakutkan. Menakutkan seperti apa? Dan si anak pun menunjuk sebentuk topeng yang tergantung di sudut rumah mereka. Sebuah topeng Leak yang kebetulan dibawa si Bapak saat berkunjung ke Bali ! Tadinya, kami pikir itu hanya imajinasinya saja. Sang Bapak pun segera menurunkan topeng dan membuangnya,karena dianggap menjadi inspirasi mimpi buruk si anak. Meski demikian, acara main dengan si "Bobo" pun masih terulang. Sering tampak si anak berbicara sendiri dengan celotehannya, seakan akan sedang berbicara dengan seseorang. Satu waktu, ada seorang rekan yang berkunjung ke rumah mereka. Saat tiba, sang rekan tersebut tampak kaget.  Kemudian dia seperti menghardik seseorang, padahal tidak ada siapa siapa disana.  Alih alih menjelaskan, dia mengajak kami untuk shalat berjamaah. Setelah selesai shalat, dilanjutkannya dengan mengaji cukup lama. Setelah selesai, diapun bercerita kepada kami.  Dia, yang ternyata juga 'sensitif' ini melihat banyak sosok aneh di rumah tersebut. Jin, ujarnya.  Yang cukup mengejutkan, ternyata dia mendeskripsikan satu 'sosok' jin yang ada disana hampir sama deskripsinya dengan si Bobo tadi. Padahal sebelumnya kami pun tidak pernah bercerita ke dia?  Menurut dia, rumah si sahabat ini berada di atas rumah mahluk mahluk yang tak kasat mata ini.  Dan itulah yang menyebabkan salah satu sosok yang memang cukup usil disana sering mengganggu si anak.  Dia khawatir terhadap si anak, yang seringkali diganggunya ini.  Dia berharap supaya sang anak diberi bekal agama yang cukup dalam supaya kelak kedepannya bisa 'menerima'  kelebihannya dengan lebih baik. Di lain kesempatan, suatu ketika si anak pernah bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat satu sosok orang yang berusaha melarikan diri melalui pintu samping rumah mereka.  Di hari berikutnya, rumah mereka hampir ternyata hampir saja kemalingan. Dan entah kebetulan atau tidak, ternyata si maling yang akhirnya tertangkap itu memang berusaha lari dari pintu samping rumah mereka . Mungkin saja, semua itu hanya kebetulan. Mungkin juga memang si anak itu punya bakat.  Tak ada yang tau dengan pasti.  Yang jelas, pada akhirnya si anak pun sekarang tumbuh seperti anak yang lainnya. Yang pasti, adalah perbuatan yang tidak berguna apabila kemudian lebih mementingkan interaksi dengan sesuatu yang ghaib, tetapi malah melupakan Sang Pencipta yang Maha Ghaib sendiri. Hukum di dalam agama Islam jelas mengatakan bahwa hal tersebut adalah syirik dan termasuk dosa besar. Dan sepertinya, anjuran dari seorang rekan tadi benar adanya, bahwa dengan memberi bekal agama yang baik terhadap anak berkemampuan khusus atau anak indigo tadi dapat menjadi tuntunan terbaik dalam menyikapi anugrah yang diterima oleh si anak sendiri. Wallahualam bishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun