Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dolly: Antara Realita, Fiksi, dan Stigma

18 Juni 2014   21:53 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:13 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah hotel bintang lima yang terletak di MayJend Sungkono pun mempunyai cara tersendiri.  Sebuah klab hingar bingar di lantai dasar hotel tersebut menjadi tempat dan fasilitas transaksi. Sekedar tempat minum sebetulnya, namun apa artinya hiburan, minuman keras tanpa wanita? Mengambil segmentasi para pengunjung mancanegara.  Mereka tidak akan mengincar para lokal yang berada disana.

Karena tau dengan pasti, hanya para 'bule' lah yang gemar dengan 'spesifikasi' mereka.  Beberapa kali berkunjung disana pun pada akhirnya mengenal beberapa dari mereka dengan cukup baik. Tak ada tempat bagi saya pribadi untuk menghakimi atau ceramah agama, baik pada para penyedia atau pemakai jasa mereka.  Dengan keakraban dan penolakan penolakan halus ini pada akhirnya terjadi sesuatu yang dinamakan pertemanan.  Satu dari mereka bahkan pernah bertanya secara blak blakan ,

"Mas, menurut mas itu kami yang disini gak ada yang cantik dan tentu bukan seleranya Mas ya? " - Pertanyaan yang lugas meminta jawaban yang tegas juga. Tanpa upaya sok alim atau coba coba menggurui.

Itu, adalah realita realita kota Surabaya sendiri.

Seringkali kita terjebak dalam sebuah kisah romantisme pergulatan seorang wanita berusaha memberikan nafkah pada keluarganya. Aktual sih, tapi cerita tersebut jadi basi saat melihat seorang nenek nenek masih menjajakan koran di perempatan jalan.  Atau terpaksa melakukan hal tersebut karena 'tuntutan hidup'. Terpaksa melakukannya untuk mencari sesuap nasi.

Coba sekali sekali berkunjung  ke sebuah gang sempit yang berada di jalan Tunjungan. Sebuah rumah bordil yang sudah lama berada di sana seakan akan mengatakan sesuatu yang sebaliknya. Jejeran mobil mobil mewah, hampir separuhnya adalah jenis city car lansiran terbaru atau bahkan mobil eropa terkini adalah milik para pekerja seks komersial ini. Nasib mereka memang 'sedikit' lebih beruntung daripada mereka yang berada di Dolly, yang masih memainkan gadget made in China mereka . Tapi ada satu hal  sama yang dilakukan mereka.

Menunggu di sebuah sofa sudut bagi pasar untuk menggaet mereka.

Fiksi Realita lagi :Putus cinta dengan sang pujaan hati, membalas dendam kepada para lelaki. Sekaligus meraup pundi pundi dari sana.   Realita : dijanjikan pekerjaan sebagai seorang waitress, malah berujung dengan utang yang terus membengkak kepada para  jaringan perdagangan wanita. Yang pada akhirnya mengharuskan mereka untuk terus menghasilkan uang bagi mereka.

Fiksi bercampur realita yang lain ? Terpaksa melakukannya untuk membayar uang kuliah. Memasang iklan baris atau melalui grup media sosial menjajakan diri dengan nama panggilan, sebut saja Bunga, untuk melakukannya. Realita ?Kuliah dijalani ataupun terhenti, pada akhirnya mencari exit route dengan menjadi seorang simpanan Daukee tajir untuk membiayai hidupnya yang tidak sederhana. Sebuah kontrakan di apartemen City of Tomorrow, seputar Pakuwon menjadi tempatnya menunggu.

Stigma ? Bahwa (lagi lagi) lokalisasi diperlukan untuk terus ada bagi mereka. Alasan penghidupan dan hajat hidup orang banyak yang menjadi sesuatu yang tampak ideal dipermukaan. Uang? Jelas. Namun yang tak tampak dipermukaan adalah alam bawah sadar kita yang mengatakan bahwa mereka sudah semestinya disingkirkan dari mata kita dalam bentuk lokalisasi. Mereka patut berada disana, supaya suami suami kita aman dari jangkauan mereka. Enyahkan mereka dari mata kita yang mengganggu.

Dan lebih parah lagi adalah stigma bahwa mereka tak bisa berbuat apa apa kecuali memanfaatkan kemolekan tubuhnya, atau bahkan mau berubah apabila ada jalan yang lebih baik, sehingga lokalisasi itu tetap harus ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun