dengan harga bbm subsidi sekarang, harga terendah untuk konsumsi bahan bakar per kilometer justru jatuh pada produk Shell Super 92 disusul dengan Shell V-Power 95, meskipun dengan harga beli yang lebih tinggi. sumber : harjasaputra.com.
Pertanyaannya menjadi menjurus ke satu faktor yang lebih menarik. SPBU Asing versus Pertamina, yang notabene milik "Negara". Apakah hal itu akan mempengaruhi kecenderungan pembelian oleh para konsumen yang mau tak mau harus mensiasati kondisi pasca kenaikan harga BBM Bersubsidi ini?
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa memang kecenderungan untuk beralih akan semakin besar. Hanya saja retail SPBU Asing yang masih terbatas tentu menjadi satu barrier juga. Â Tidak di semua daerah, produk SPBU Asing tersedia, hanya produk Pertamina saja. Dan tentu ini pun menjadi satu faktor dimana masyarakat umum belum akan serta merta beralih ke produk yang lainnya.
Faktor ke dua adalah masalah harga. Kecenderungan melihat harga terendah, bukan efek dan efesiensi jangka panjang menjadi satu ciri konsumen Indonesia juga. Sosialisasi baik- buruknya bbm bersubsidi dan perbandingan dengan produk lain memang belum terlalu dikenal di masyarakat luas.
Bicara Nasionalisme ?
Masih ingat dengan kasus SPBU Petronas yang gulung tikar dimana mana akibat rasa Nasionalisme yang tinggi dari orang Indonesia dan aksi penolakan secara umum terhadap Malaysia ? Atau bicara tentang produk Mobil Nasional Malaysia seperti Proton yang tidak akan pernah besar penjualannya di Indonesia akibat masih ada "rasa Malaysia" yang kental? Â Penjualan yang minim dengan biaya operasional yang tinggi menjadi sebab ditutupnya sebagian besar SPBU Petronas di Indonesia , seperti berita yang dapat dibaca disini
Hal itu sudah dan masih terjadi. Â Apalagi saat Petronas menjual bbm dengan harga yang tidak terlalu signifikan perbedaannya, apa yang menarik ? Terjun tanpa payung di pasaran. Nasionalisme masih bisa berbicara disini.
Pertanyaan yang menarik adalah apa yang akan terjadi kedepannya. Apa yang terjadi nanti saat SPBU Asing terus menjual produk berkualitas mereka dengan mengikuti harga minyak dunia. Distribusi mereka di tingkat retail pun semakin banyak. Head to head terhadap SPBU Pertamina semakin kentara. Â Masihkah kita bicara tentang nasionalisme konsumen disini, atau sebaliknya?
Memang, tingkat pelayanan SPBU Pertamina secara pengembangan SDM yang berkerja di tingkat retail dan juga fasilitasnya semakin ditingkatkan. Istilah "mulai dari nol" dan "pasti pas" dengan senyum yang ramah pun semakin terpatri di benak konsumen. Namun itu tidak menafik satu kenyataan bahwa Pertamina masih menjadi satu BUMN yang boros dan tidak efisien kinerjanya.
Hitungan dagang cost menambah harga ada disana. Belum lagi di faktor produk yang lagi lagi pas pasan kualitasnya. Â Semakin banyak pesaing di pasar ( atau minimal ada ) sejatinya baik untuk meningkatkan kinerja dan mutu produk mereka.